Budaya tentang Tompang Tresna, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur di dalam Seni Budaya
(sumber/ source:_.1997. Upacara Adat Jawa Timur. Surabaya: Departemen P dan K Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.)
Kabupaten Bangkalan. Tompang tresna merupaakn tradisi yang unik di Bangkalan, yakni upacara untuk mengukur kesucian penganten wanita pada malam pertama. Upacara ini secara khusus terkaiit pada pasangan penganten baru yang masih jejaka dan perawan. Penganten baru yang duduk di pelaminan, pada malam harinya (setelah para undangan meninggalkan upacara pesta) pasangan penganten menikmati malam pertama. Upacara dilaksanakan di rumah penganten putrid. Sewaktu pasangan penganten memasuki kamar penganten, di ruang tamu dibacakan tembagn macapat, disebut “Mamaca” atau “Macapatan”. Sang mertua lelaki menyerahkan keris ke pihak penganten pria. Pada malam itulah pasangan penganten diberi ijin untuk melakukan kewajiban suami dan istri. Bila malam pertama itu telah berlangsung, maka pihak penganten pria akan melemparkan keris tersebut ke luar kamar. Kode yang difungsikan sebagai berikut:
1) keris dilempar tanpa kerangka artinya penganten lelaki telah berhasil memetik kegadisan pengantin baru dan terbukti penganten putrid masih perawan.
2) Keris dilempar dalam keadaan kerangka (bersarung) artinya pengaten telah menggauli penganten wanita tetapi penganten wanita itu sudah tidak perawan lagi.
Bila hal tersebut yang terjadi, maak aib berada di pihak keluarga penganten wanita. Sehubungan dengan tradisi inilah maka masyarakat sangat ketat menjaga kesucian anak wanita (menjaga kegadisan wanita sebelum menikah). Sesuddah itu kegiatan “macapat” dihentikan. Upacara ini dikenal sebagai tradisi penganten pesisiran. Konon tradisi ini hanya diberlakukan di lingkungan keluarga bangsawan (priyayi) tetapi akhirnya berkembang dilingkungan rakyat jelata. Latar peristiwa upacara bercorak Keislaman dan dipadukan dengan tetembangan (macapat).
Urutan Upacara dalam Gelar Peragan
1) Iringan giro Resbaja’an. Persiapan keluarga penganten. Penganten wanita dihadirkan di pelaminan, disaksikan oleh para pinisepuh (iringan giro Gresian),
2) iringan music hadra-shalawat nabi. Rombongan penganten pria datang, keluarga penganten wanita menyambut di depan pintu atau di halaman rumah. Terjadilah dialog di antara wakil orang tua penganten (dua orang pinisepuh), sendelan serta tukar kembang. Dilanjutkan dengan serah terima penganten pria kepada keluarga penganten wanita. (iringan musk hadrah-pentas/ demontrasi ketrampilan).
3) Temu penganten. Temu penganten dilaksanakan pada saat hadra membaca “Zikir”. Upacara temu penganten dipimpin oleh sesepuh. Kedua penganten sungkem, tanda berbakti ke orang tua. Sesudah itu penganten di dudukan di pelaminan. Upacara temu penganten ini dilanjutkan dengan upacara sambutan dari keluarga wanita (selaku tuan rumah). Sesudah makan bersama (resepsi), rombonga hadra pulang ke rumah masing-masing.
4) Mamaca, Tokang dan Tegges. Kegiatan mamaca atau macapatan, pihak orang tua wanita menyerahkan pusaka keris ke penganten pria, selanjutnya pengante pria disuruh tirud (malam pertama pegnanten). Upacara mamaca ini termasuk “La’mella/ melle’an”. Penganten pria dari balik kamar melemparkan keris tanpa rangka (Jawa: warangka/ sarung keris)- sebagai bukti bahwa penganten wanita masih suci (masih perawan). Orang tua wanita mengucapkan syukur (Alhamdulillah Tumpang Tresna Onggu).
5) Penganten meminum “Jamu Tradisional”. Bila upacara tersebut usai, maka orang tua wanita mempersiapkan “jamu” (obat tradisional) agar kesehatan penganten tetap terjaga. Penganten pria menyerahkan keris ke mertua lelaki, keris dikerangkakan (diwarangkani- Jawa), penganten lelaki sujud ke mertua. Kedua penganten meminum jamu, sesudah itu menuju ke kamar mandi. Kedua orang tua penganten sangat bersyukur karena anak putrinya telah menjaga martabat orang tua. “steya kan la padha tompang tresna”, demikian ucapan orang tua penganten wanita.
Upacara paripurna.