Matahari sebagai Peoman Menentukan Waktu
(sumber/ source: Rivai Djamil, A. 1985. Matahari dan Bulan. Jakarta: CVPD&IKHWAN.)
Besok paginya anak itu bangun pukul 04.30 pagi untuk melakukan shalat Subuh bersama dan selesai shalat tidur kembali, mereka terbangun kesiangan, namun dibaiarkan saja oleh bibi dan paman. “bukankah mereka sedang libur,” ujar paman. Setelah bangun, mereka tidak menemukan Kak Erda lagi. Kata bibi ia sudah berangkat kuliah. Lalu kedua anak itu mandi dan sarapan pagi. Sehabis sarapan, mereka beristirahat sebentar. Kemudian Ardi mengajak Anto berjalan melihat keindahana kota Bandung dan sekitarnya mereka sampai ke dekat kampus. “Anto, jika kamu ingin menjadi insinyur nanti kau harus kuliah di sini,” kata Ardi sambil menunjuk ke kampus tersebut. Anto memperhatikan kampus itu sambil berjalan dan bertanya, “Kau ingin jadi apa nanti, Ardi?” “aku belum tahu,’ sahut Ardi, “nantu saja ditentukan setelah duduk di SLTA.” Jauh juga mereka berjalan hingga pulangnya sudah hampir tengah hari. Sampai di rumah istirahat sebentar lalu mereka shalat Zuhur bersam. Sementara itu Kak Erda pun telah tiba pulang pula. Sehabis makan siang, Anto kembali menagih janji pada Kak Tomi untuk melanjutkan cerita yang kemarin. Kak Erda mengajak mereka duduk di beranda dan langsung memulai. Bangsa Babiloia kunolah yang mula membuat penunjuk waktu, kita sebut saja penunjuk waktu. Karena ia belum lagi berbentuk jam. Penunjuk waktu itu mereka namai dial mata hari yaitu berupa tongkat yagn ditancapkan ke tanah di sebuah lapangan. Tongkat itu terkena cahaya matahari mulai dari terbit sampai terbenam lagi atau sepanjang hari, dan menimpakan bayangannya ke tanah. Oleh orang Babilonia bayang yang merupakan separuh lingakran itu diikutinya dengan goresan di tanah. Mula gorean dibuat pas ketika matahari tersembul di ufuk timur. Dan goresan itu dilanjutkan sampai tengah hari tepat. Kemudian goresan tadi mereka bagi enam. Pembagiannya tentu saja dilakukan pada sudut tongkat dengan pinggir goresan pagi sekali dan tepat tengah ahari. Ternyata panjang lingkaran setiap bahagian tidak sama. Goresan pagi hari ternyata jauh lebih panjang dan semakin siang semakin pendek, akhirnya tepat tengah hari jadi terpendek. Karena itu mereka menyangka memagn setiap jam tidak sama waktunya. Mereka percaya saja karena memang kenyataan demikian. “Lucu juga pikiran mereka itu!” seru Anto. “dan kenapa mereka bagi enam, bukannya lima atau tujuh, Kak?’ tanyanya kemudian. “Memang di antara mereka sendiri ada juga yang merasa hal itu tidak mungkin. Dan mengenai kenapa dibagi enam bukan lima atau tujuh, nanti akan Kakak ceritakan. Kini Kakak teruskan dulu cerita bangsa Babilonia ini,” kawan Kak Erda yang merasa kagum akan pertanyaan Anto. “Anak ini pintar”, pikirnya. “Mereka yang menganggap hal ini lucu dan rug mencoba mencari di mana letak salahnya. Akhirnya ada di antara mereka yang mencoba menjatuhkan bayang tongkat tadi pada bidang yang berbentuk lingkaran. Lalu kembali dibagi enam. Dan ternyata setiap bagian sama panjangnnya. Tentu saja penemuan ini mereka beritahukan kepada umum. Maka ramailah orang mengikuti cara demikian. Semenjak itu semua penunjuk waktu dibua atas bidang yang berbentuk lingkaran. Kalian mungkin tidak pernah lagi melihat, kejadian pada orang kampung yang bekerja di sawah atau ladang. Jika hendak menentukan waktu shalat sewaktu bekerja, mereka akan melihat ke matahari dan bayangannya sendiri. Jika bayang sudah mengarah ke timur, lalu mereka shalat Zuhur. Itu merekal laukan petunjuk dari Rasul Allah, Nabi Muhammad Saw. Waktu subuh mulai dari terbit fajar sampai terbit matahari. Waktu zuhur dari lepas tengah hari sampai bayang sepanjang badan. Waktu asar dan bayang melebihi sepanjang badan sampai terbenam matahari. Waktu magrib mulai dari terbenam matahari sampai hilangnya cahaya mera di ufuk barat. Waktu Isyah habis cahaya merah itu sampai terbit fajar esok hari pagi. Ternyata penentuan waktu dalam perjalanna atau sedang bekerja di ladang di mana penunjuk waktu tidak ada yagn lain. namun kita sekarang tidak lagi melihat tanda itu, melainkan sudah melihat jam. Untuk tiap waktu shalat sudah ada waktu terntetu. Waktu ini didapat orang dengan menghitung perjalanan matahari, yang popular dengan sebutan cara hisab. Hisab berarit dalam bahasa Arab yang artinya menghitung. “Penentuan waktu shalat oleh Nabi Muhammad Saw taidi itu, tentu juga begruna untuk setiap orang, ya Kak? Tanya Anto. “tidak saja berguna bagi rorang dalam perjalanan atau yang sedang di ladang. Tetapi juga bagi yang tidak punya jam,” tambahnya. “benar, misalnya bagi orang kampung yang tidak punya jam” jawab Kak Erda. “Tidak berapa lama sesudah itu, orang juga tidak puas dengan jam bayang, sekalipun waktunya sudah lama panjang,” tambanya. Bagaimana kalau malam,” tanya mereka lagi. “Sebab banyak pula orang yang bekerja malam, misalnya pegawai negeri, orang dalam perjalanan jauh yang kemalaman atau kalau mataharit tidak bersinar, hari hujan misalnya.” “lalu mereka memikirkan penunjuk waktu model lain. akhirnya ditemui juga, yaitu yang berbentuk dua bola kaca yang dihubungkan dengan sebuah celah. Ke dalam bola yang satu dimasukkan pasir halus yang sempurna keringnya. Kemudian yang ebrisi pasir itu dikeataskan sehingga pasir dalamnya mengalir ke bola yang dibawahnya. Penujuk waktu seperti itu sekarang masih di dapati orang di Aceh. Penunjuk waktu yang ini hanya berisi pasir utnuk satu jam mengalir. Sesudah satu jam lalu dibalikkan, sehingga pasirnya mengalir lagi ke bawah. Begitulah dilakukan setiap jam.” Ardi lalu mengigant pelajaran sejarah di sekolah dan berkata “memang kami telah belajar tentang bangsa Babilonia kono dalam pelajaran sejarah”. “ya, bangsa Babilonia itulah,” sahut Kak Erda. “Mari Kakak teruskan,” ujarnya. “Di samping pasir sebagai penunjuk waktu orang pun membuat penunjuk waktu dari lilin. Lilin kalau dibakar, akan terbakar sama panjang setiap jangka waktu yang sama. Ada pula yang membuat penunjuk waktu dari pelita. Pada pelita, minyak yang naik ke sumbu, sama banyak selama waktu yang sama pula pelita itu di hidupkan. Tahun 150 Sebelum Masehi di Mesir purba, orang sudah mampu membuat yang berbentuk jam dari kerja air. Di sini air dialirkan dari tempat persediaan yang ketinggain ke penampungan yang rendah. Prinsip air juga mengalir sama banyak dan sama cepat dalam waktu yang sama. Jam air ini mereka perkenalkan kepada bangsa Yunani di zamannya. Oleh bangsa Yunani jam itu ditirunya, tetapi tiruan itu telah dekat merupakan jam benar. Orang Yunani menamai jam mereka ini cleepsydra.” Lalu Kak Erda mengambil bukunya dan memperlihatkan gambar cleepsydra itu pada kedua adiknya. “Perhatikan gambar ini,” ujarnya “pada gambar itu dapat jelas bahwa dalam penampungan tadi dimasukkan sebuah silinder yang pas benar. Silinder ini ke atas bertangkai dan tangkai ini bagian atasnya bergigi. Pada gigi itu disambungkan sebuah roda gigi kecil dan pada roda gigi ini dipasang sebuah jarum dipusatnya. Sekitar orda gigi itu terdapat lingkaran lebih besar yang memuat angka. Jika aiar dialirkan ke dalam penampung, air itu akan jatuh di atas silinder tadi dan mengalir dari sisi silinder itu ke dalam penampung. Makin banyak air yang tertampung, air ini semakin mendorogn silinder tadi ke atas. Lalu giginya mendorogn roda gigi yang tersambung padanya. Roda gigi ini akan berputar dan berikutnya berputar pula jarum tadi. Jarum ini akan menunjuk salah satu angka di lingkaran, yagn merupakan angka pukul berapa. Lihat angka itu, 2x1 sampai 12, bukan?” keduaanak itu memperhatikan memang terlihat angka 2x1 sampai 12. “Lucu juga”, kata Anto. “Jam kita hanya berangka sampai 12 saja satu kali. Mungkin merkea pakai separohnya untuk siang hari dan separoh lagi untuk malam. Mungkin juga mereka menganggap sehari semalam dalam arti satu hari mulai saat matahari terbit sampai terbit lagi besok pagi, bukankah begitu? Tanya Anto. “Pada mulanya memang orang beranggapan demikian. Tetapi segera saja orang yang membantah. Bukankah pukul empat atau pukullima pagi ktia sebut begitu. Itu berarti pukul empat atau pukul itu termasuk hari ini. Bukan termasuk hari kemarin? Lalu diputuskan bahwa sehari semalam dalam arti satu tanggal dimuali setelah pukul 12 tengah malan dan berakhir juga tepat malam berikutnya. Buktinyakalau merayakan tahun baru, bukan dirayakan orang sesudah bunyi pukul 12 tengah malam. Oleh karena itu dimulai tepat tengah mala, maka waktu matahari terbit waktu menunnjukkan pukul enam pagi. Jadi hari berikutnya,” jawab Kak Erda. “Wah, haus nih,” tambahnya/ rupanya Kak Erda suda kekeringan karena terus menerus bercerita dari tadi. Ia berhenti sebentar dan Ardi pun lari ke dalam dengan maksud mengambilkan air minum. Namun ia keluar lagi diikuti oleh bibi. bibi rupanya telah menyiapkan penganan, tape ubi bakar, ditimpai kelapa parut dengan kuah tengguli ditambah tiga cangkirteh. “Wah, mewah nih,” ujar Kak Tomo. “Kita ka nada tamu dari Ponorogo,” kelakar bibi. Semua jadi tertawa dan langsung menikmati tape sarta air the. Kemudian karena telah mulai sore, Kak Erda mengusulkan supaya merkea shalat Ashar duu. Setelah shalat, Kak Erda meneruskan ceritanya yang diikuti oleh kedua adiknya secara tekun! Mereka sangat tertarik akan cerita kakaknya mengenai ilmu pengetahuan yang mudah dipahami. Mereka belum pernah mendengarnya atau membacanya dari buku cerita. “sementara itu adapa pula orang yang membuat jam dari benda berat. Benda berat ini dilepaskan akan meluncur atau menekan ke bawah. Luncuran atau tekanan itu sama kuat dan sama jauhnya dalam waktu yang sama. Jadi prinsipnya sama dengan jam air tadi. Lama kelamaan orang pun pandai juga membuat jam mekanis, yang tidak lagi menggunakan air atau benda berat,” kata Kak Erda memulai ceritanya sesudah istirahat. “Bangsa apa yagn mula pandai membuat jam mekanis itu, Kak?” tanya Anto pula. “Tersebutlah dalam cerita, pada tahun 800 Masehi, khalifah Harun Al Rasyid dari Baghdad mengirimkan sebuah jam mekanis buatan orang Islam kepada pengusaha kota Charlemange di Perancis. Orang Eropa yang menerima kiriman tersebut keheranan. Mereka merasa takjub dan mengaku belum pandai menirunya. Itulah lagi stu bukti bahwa orang Islam apda permulaannya sudah maju sehingga mengherankan orang Eropa. Tetapi kini kaum Islam sangat terkebelakang terutama di bidang teknologi dan ilmu lainnya. Wajar kalau mereka kini merasa malu dan dalam abad ke XV Hijriah ini berusaha bangkit kembali,” Kak Erda menekankan. “Ya, sudah sepantasnya,” tukas Anto dan Ardi bersamaan. “Kemudian dalam abad XV Masehi orang Eropa telah pandai pula membuat jam mekanis. Praktis, semenjak itu orang islam sudah mulai tercecer. Tetapi jam yang mula dibuat orang Eropa itu tidak pernah cocok jalannya. 60 menit sehari-semalam. Hal ini mengganggu sehingga orang pun tidak jemu berusaha memperbaiki. Usaha perbaikan ini ditemukan oleh pemuda bernama Galileo Galilei. Di Pisa, pada suatu hari Iminggu mengadakan kebaktian di gereja di mana ikut hadir pemuda Galileo Galilei tersebut. Di gereja ituada sebuah tempat lilin yagn selalu berayun-ayun. Galileo ini tidak memperhatikan khotbah pendeta, melainkan asyik memperhatikan tempat lilin tersebut. Setiap kali tempat lilin itu mengayunkan diukurnya lamanya dengan ketukan urat nadi tangannya. Ternyata setiap gerakan ke kiri dan ke kanan sama lamanya. Setelah diperhatiaknnya beberapa lama ia pun berkesimpulan bahwa ayuann seperti itu dapat dipakai pad setiap jam. Tentu jalan jam itu akan selalu tepat, tergantung dari jauh dekatnya badulan dari pangkalnya yang tetap diam. Lalu ia pun mencoba membuat jam yang memakai bandulan. Akhirnya ia berhasil membuat jam yang pas jalannya. Dan semenjak itu semua jam dibuat pakai bandul, sana dengan jam yang tergantung di dinding itu,” kata Toni sambil menunjukkan ke jam yang tergantung di dinding rumah mereka. “ OO jadi itulah gunanya bandulan pada jam!” teriak Anto. “Saya kira mula sebagai mainan saja,” lanjutnya. “nah, mari Kakak teruskan,” ujar Kak Erda. “Namun belakangan orang juga tidak puas dengan jam bandul, tuertama orang kapal. Kapal kalau berlayar akan oleng. Olengan ini membuat jalan ayunan jam jadi kacau dan menjdi jalan jam juga kacau. Lalu orang mencari lagi bagaimana mengatasi kekurangan itu. Akhirnya dalam abad XVI Masehi orang mendapatkan per. Per ini juga dikencangkan dan dilepaskan kembali akan longgar. Waktu melonggarkan ini dpat menggerakkan roda gigi dan roda gigi ini memutar jarum jam. Teristimewa ketiak dalam abad itu juga ditemukan apa yang disebut per rambut oleh seorang Belanda yang ebrnama Chistian Huygens. Di sebut per rambut karena sangat halus tetapi sangat kenyal pula. Semenjak itu orang Eropa pun sudah pandai membuat jam sekecil mungkin sehingga dapat dimasukkan ke dalam saku baju atau dipakai dipergelangan tangan sebagai hiasan. Namun jam pakai bandul masih tetap digemari orang. Istimewanya, jam pakai bandul ini biasa berbunyi bagai lonceng. Dan kini, jam lain yang tidak pakai bandul pun kalau menunjukkan waktu tepat pada jamnya selalu berbunyi seperti ada yang memukul lonceng. Barangkali karena itu kita selalu mengatakakan pukul sekian, atau bertanya pukul berapa. Semakin lama semakin maju juga ilmu pengetahuan orang dan akhir ini orang telah membuat jam yagn bahkan tidak pakai jaru punjuk waktu satu pun. Melainkan baik menit, detik dan jamnya ditunjukkan dengan angka secara otomatis. Bahkan juga dapat menunjukkan bulan apa dan tanggal berapa sekalian. Jam demikian dinamakan jam digital dan dijalan dengna baterai. Siapa tahu nanti kaluan dapat membuat jam yang tidak pakai baterai lagi melainkan dengan sinar matahari saja misalnya,” kata Kak Erda sambil berharap. “Wah, hebat, betul kalau bisa,” ujar Ardi. “itlah antara lain tantangan bagi ktia sekarang ini.” Sementara itu hari sudah hampir magrib pula. Kak Erda mengajak kedua adiknya shalat Magrib daulu. Begitu masuk waktu, mereka lalu mengerjakan shalat berjamaah. Sehabis shalat dand disusl makan malam mereka berkumpul kembali dan Kak Erda melanjutkan ceritanya lagi. “Tadi Anto bertanya apa sebab pembagian ole hraong Babilonia itu jadi enam, bukan lima atau tujuh. Mereka itu ahli berhitung, ahli bintang dan ahli lain lagi. Mereka menyukai bilangan enam karean bilangan itu habis dibagi 2 dan 3. Juga mereka menyukai kelipatan dari enam itu. Bahkan mereka juga membagi sejam menjadi 60 menit dan semenit menjadi 60 detik. Nyatanya sampai kini belum ada orang yang merubah setengah hari dari enam jam dan merubah sejam dari 60 menit dan semenit dari 60 detik. Semua orang seluruh dunia mengikuti saja tanpa protes.” “ya, ya” sahut Ardi. “hebat juga mereka. Dan mereka pun bubar lalu kedua anak itu pergi berjalan sebentar di pekarangan. Sesudah shalat Isya, mereka langsung tidur.