Skripsi Analisis Bahasa Gaul Antar Tokoh Dalam Film Remaja Indonesia Get Married - Kajian Morfologi

(Kode PEND-BSI-0003) : Skripsi Analisis Bahasa Gaul Antar Tokoh Dalam Film Remaja Indonesia Get Married - Kajian Morfologi

BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang pengambilan judul yang akan digunakan oleh peneliti yang meliputi masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, kajian pustaka, dan metode penelitian.

1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai kodratnya tidak dapat hidup tanpa berhubungan dengan makhluk di sekitarnya, oleh karena itu, bahasa merupakan sarana yang paling cocok digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat. Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat untuk berkerja sama atau berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, isyarat, simbol, lambang, gambar, atau kode tertentu, juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi, namun dengan menggunakan bahasa maka komunikasi akan lebih sempurna dan efektif.
J.D Parera (1993:15) berpendapat bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer dan bermakna konvensional (kesepakatan umum), yang dengannya satu kelompok masyarakat berkomunikasi antarsesama anggota masyarakat. Selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memang memakai dua cara berkomunikasi, yaitu secara verbal dan nonverbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan dengan menggunakan alat atau media bahasa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi secara nonverbal dilakukan dengan menggunakan media selain bahasa. Alat komunikasi nonverbal yang wujudnya berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi akan bermakna setelah 'diterjemahkan' ke dalam bahasa manusia. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang terpenting bagi manusia.
Chaer dan Leonie Agustina (2004:61) menyatakan bahwa :
Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan atau kesamaan dalam hal tata bunyi, tata bentuk, tata kata, tata kalimat, dan tata makna, akan tetapi karena adanya beberapa faktor yang terdapat dalam suatu masyarakat antara lain: usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan, profesi, dan latar belakang budaya daerah, maka bahasa itu menjadi beragam.
Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa. Keragaman ini akan semakin bertambah, seandainya bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas, misalnya bahasa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari Sabang sampai Merauke.
Keberagaman bahasa akan tampak jelas dalam dialog yang digunakan oleh anggota masyarakat, misalnya dalam proses berkomunikasi yang dilakukan sehari-hari, selain itu keberagaman bahasa juga dapat dilihat pada dialog antartokoh dalam sebuah film. Film merupakan salah satu bentuk perkembangan kehidupan masyarakat pada zamannya. Dari zaman ke zaman film mengalami perkembangan baik dari segi teknologi, sarana, dan prasarana maupun dari segi tema yang diangkat. Perkembangan film memegang peranan penting dalam merekam sejumlah kejadian atau sejarah yang berupa unsur kebudayaan yang melatarbelakanginya, termasuk salah satunya adalah pemakaian bahasa yang tampak pada penggunaan dialog antartokoh.
Pada tahun 1990-an muncul isu bahwa produksi perfilman Indonesia mengalami stagnasi (keadaan terhenti; tidak aktif). Hal ini mungkin benar jika dilihat dari segi kuantitas film yang diproduksi di bioskop selama kurun waktu tersebut. Pada kenyataannya, walau tidak diputar di sebuah bioskop, film Indonesia terus berproduksi. Pemutaran film tersebut dapat dilakukan dalam bentuk proyeksi video digital baik di tempat umum atau tempat khusus serta baik yang ditiketkan atau digratiskan.
Dari sumber yang sama, Kritanto dalam Kompas (2005:15) menguraikan bahwa kesan lesu dunia perfilman di Indonesia muncul karena masyarakat tidak melihat tampilnya film-film di bioskop dan kualitas film hasil produksi selama kurun waktu tersebut. Padahal, pada tahun yang paling sulit pun sebenarnya tetap ada usaha memproduksi. Ada sekitar 13 film yang langsung beredar dalam bentuk VCD, atau langsung ditayangkan untuk umum dalam bentuk proyeksi video digital di bioskop umum, tempat khusus yang mengadakan pemutaran film dengan membayar tiket masuk, atau festival-festival di dalam negri (JiFFest) dan di luar negeri.
Saat ini perkembangan film di Indonesia terkesan dimonopoli oleh film yang bertema seputar remaja. Hal ini terlihat pada keantusiasan para remaja dalam menonton sebuah film terutama di bioskop, misalnya: antrean panjang saat membeli tiket masuk, dan semakin banyaknya jumlah bioskop dalam suatu daerah. Pada tahun 2001 Petualangan Sherina yang secara komersil begitu membuahkan hasil. Keberuntungan secara komersil juga berlanjut dalam produksi film selanjutnya Ada Apa Dengan Cinta (2002). Selanjutnya pada tahun 2007 Get Married berhasil menduduki peringkat teratas berdasarkan jumlah penonton terbanyak.
Skenario Get Married ditulis oleh Musfar Yasin, beliau adalah seorang penulis skenario yang hampir tidak dikenal. Puluhan skenario telah ditulis oleh Musfar Yasin, namun hanya beberapa karyanya yang mendapatkan penghargaan, salah satunya adalah Get Married yang menceritakan kehidupan masyarakat pengangguran kota Metropolitan (Jakarta), dan adat perjodohan yang masih berlaku. Walaupun sebagian ceritanya berasal dari lingkungan kumuh, namun film ini mampu mendobrak keantusiasan penonton, terutama remaja. Film Get Married merupakan salah satu film remaja Indonesia terfavorit. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa penghargaan yang diraih, dan tiket masuk yang selalu habis. Sebagai film terfavorit, Get Married telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya baru yang melatarbelakanginya. Salah satu unsur budaya yang dimaksud adalah perkembangan bahasa gaul remaja Indonesia.
Sumarsana dan Partana (2002:150) menyatakan bahwa, jika ditinjau lebih lanjut, masa remaja adalah masa-masa yang paling berkesan dan menarik. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia.
Inilah salah satu alasan yang melatarbelakangi para produsen film berlomba-lomba untuk memproduksi film yang bertema seputar remaja. Pada umumnya, remaja memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Bahasa remaja tersebut kemudian dikenal sebagai bahasa gaul remaja. Remaja sebagai suatu kelompok dalam masyarakat sering menggunakan bahasa gaul ketika berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Bahasa gaul selain memiliki keunikan tersendiri juga bersifat kreatif, misalnya berupa singkatan atau akronim yang digunakan saat berkomunikasi melalui SMS.
Ranah bahasa Indonesia semacam ini merupakan bahasa sehari-hari penduduk Jakarta. Oleh karena itu, banyak kalangan yang menyebutnya ragam santai dialek Jakarta (Badudu dalam Indari, 2008:38). Kalangan remaja di pedesaan pun tampaknya semakin banyak yang menggunakan kosakata yang diambil dari ranah bahasa ini, akibat gencarnya siaran televisi, radio dan sebagainya, yang sebagian besar tema dan latar berkiblat ke Jakarta. Dengan kata lain, bahasa gaul sudah memberikan konstribusi dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Bahasa gaul inilah yang kemudian ditangkap oleh penulis skenario untuk menghidupkan suasana atau atmosfer remaja dalam film remaja Indonesia, kemudian penulis skenario menuangkan dalam bentuk dialog. Dengan kata lain, film mampu menjadikan salah satu sarana untuk mensosialisasikan bahasa gaul yang kini banyak digunakan oleh remaja Indonesia baik yang berada di kota maupun di pelosok desa.
Pemakaian bahasa gaul juga mencerminkan sebuah budaya yang tampak pada dialog yang digunakan antartokoh dalam sebuah film. Bahasa ini digunakan untuk menghidupkan suasana sehingga penonton tidak merasa bosan. Dialog-dialog yang digunakan sangat berbeda dengan bahasa Indonesia baku. Bahasa gaul memiliki kecenderungan memakai bahasa prokem/slang yang memiliki kesan santai dan tidak kaku. Kesan santai tersebut tercermin dalam kosakata, struktur kalimat, dan intonasi yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Lumintaintang dalam Indari (2008:38) yang menyatakan bahwa bahasa gaul adalah dialek nonformal baik berupa slang atau prokem yang digunakan oleh kalangan remaja (khususnya perkotaan), bersifat sementara, hanya berupa variasi bahasa dan penggunaannya meliputi: kosakata, ungkapan, intonasi, pelafalan, pola, konteks, serta distribusi.
Distribusi bahasa gaul (Laman Pusat Bahasa dan Sastra,2004) sering tidak memperhatikan konteks yang tepat. Beberapa film remaja Indonesia menampilkan adegan seorang siswa SMA menggunakan bahasa gaul ketika berkomunikasi dengan guru ataupun dengan kepala sekolah. Dalam kalimat berikut (Indari, 2008:39) dapat dilihat, bagaimana bahasa gaul dibuat begitu singkat namun tetap komunikatif.
“…lagi mabok kali tu anak”
Dari contoh kalimat di atas jelas sekali bahwa susunan kalimat yang digunakan sangat berbeda dengan kaidah bahasa Indonesia baku, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa gaul sebagai tutur remaja dilihat dari segi distribusinya atau penyebarannya dapat dikatakan telah berhasil menjadi bahasa identitas remaja. Sebaliknya, bahasa remaja menjadi dampak negatif apabila dilihat dari segi ketidakmampuan remaja menempatkan bahasa dalam konteks sosialnya (Nyoman Riasa: 2002).
Morfologi merupakan suatu disiplin ilmu, sebagai cabang tata bahasa yang mengupas permasalahan-permasalahan dan pembentukannya. Menurut Ramlan (1985:46) dalam bahasa Indonesia terdapat proses morfologik yaitu proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, dan proses pemajemukan. Kajian Morfologi digunakan dalam penelitian ini, karena pembentukan-pembentukan kata sangat banyak ditemukan, sedangkan pada penelitian ini, membatasi pembentukan kata yang berupa afiksasi dan reduplikasi, karena untuk membentuk kata kerja transitif bahasa remaja cenderung menggunakan kedua proses tersebut. Oleh karena pertimbangan tersebut, penelitian yang berjudul Analisis Bahasa Gaul Antartokoh dalam Film Remaja Indonesia Get Married (Kajian Morfologi) menarik untuk diteliti.

1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Batasan Masalah
Dalam film remaja Indonesia Get Married banyak terdapat unsur yang dapat diteliti, misalnya: kehidupan sosial, penokohan, dan bahasa, seperti: bahasa Ibu, bahasa asing, bahasa isyarat, bahasa resmi, dan bahasa gaul, akan tetapi peneliti lebih memfokuskan tentang bahasa gaul yang digunakan antartokoh, agar lebih jelas dan spesifik.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana proses afiksasi bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married?
2. Bagaimana proses reduplikasi bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married?
3. Gejala bahasa apa saja yang terdapat dalam film remaja Indonesia Get Married?
4. Bagaimana penggunaan istilah bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married?
5. Bagaimana penggunaan partikel bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah.
1. Mendeskripsikan proses afiksasi bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married.
2. Mendeskripsikan proses reduplikasi bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married.
3. Mendeskripsikan gejala bahasa apa saja yang terdapat dalam film remaja Indonesia Get Married.
4. Mendeskripsikan penggunaan istilah bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married.
5. Mendeskripsikan penggunaan partikel bahasa gaul antartokoh dalam film remaja Indonesia Get Married.

1.4 Manfaat Penelitian
Secara operasional, manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian Sosiolinguistik khususnya tentang variasi bahasa, serta dapat menghasilkan deskripsi analisis bahasa gaul, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pendukung dalam pengkajian ilmu bahasa.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Menambah wawasan peneliti dalam mengembangkan ilmu bahasa, khususnya yang telah diperoleh dari bangku kuliah.
b. Bagi pihak Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas X, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tolok ukur kemantapan dan pengayaan pengajaran teori linguistik.
c. Bagi guru khususnya, bisa digunakan untuk bahan pengajaran, dan bagi peneliti lain hasil ini dapat digunakan sebagai referensi awal dalam penelitian lain khusunya bidang Sosiolinguistik.

1.5 Penjelasan Judul
Penjelasan judul sangat penting dalam setiap penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman penafsiran terhadap istilah-istilah yang ada dalam sebuah penelitian. Adapun penjelasan judul dalam penelitian yang berjudul Analisis Bahasa Gaul Antartokoh dalam Film Remaja Indonesia Get Married (Kajian Morfologi) adalah,
1. Bahasa Gaul menurut Lumintaintang dalam Indari (2008:38) adalah dialek nonformal baik berupa slang atau prokem yang digunakan oleh kalangan remaja (khususnya perkotaan), bersifat sementara, hanya berupa variasi bahasa dan penggunaannya meliputi: kosakata, ungkapan, intonasi, pelafalan, pola, konteks, serta distribusi.
2. Film Remaja, dalam Laman Wilimedia Indonesia Ensiklopedi (2006), film remaja adalah karya seni yang menitikberatkan tema, tokoh dan suasana remaja, yang diangkat dalam sebuah film sekaligus remaja sebagai sasaran utamanya.
3. Get Married adalah sebuah film yang mengangkat tema tentang kehidupan masyarakat pengangguran Jakarta, persahabatan yang terjalin sejak kecil, dan adat perjodohan yang masih berlaku, karya Musfar Yasin.
4. Kajian Morfologi, menurut Ramlan (1985:5) adalah kajian yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik.