KOPERASI DI NEGARA LAIN (JERMAN)


Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Koperasi kredit memiliki tiga prinsip utama yaitu:
1) azas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)
2) azas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota)
3) azas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Sejarah koperasi kredit dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan. Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat. Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran. Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin. Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin. Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya. Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya. Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.

DZ Bank
Sebuah akronim untuk Deustche Zentralgenossenschaftbank atau Bank Koperasi Sentral Jerman, DZ Bank AG merupakan sebuah bank komersial dan, bersama dengan WGZ-Bank, administrasi pusat untuk sekitar 1,400 bank koperasi mencakup lebih dari tiga perempat semua Volksbank dan Raiffeisenbank (bank koperasi) di Jerman dan Austria, yang juga menggunakan nama AG. Bank koperasi di Jerman diwakili oleh Bundesverband der Deutschen Volksbanken und Raiffeisenbanken (BVR).

DZ Bank berbasis di distrik finansial Frankfurt dan merupakan salah satu bank terbesar di Jerman dengan operasi domestik dan global. Bak ini memiliki cabang, subsidiari dan kantor perwakilan di pusat-pusat finansial dan daerah-daerah ekonomi di seluruh dunia.

Koperasi – Coop DZ Bank Jerman
Sebagai tanah tempat lahirnya koperasi kredit, Jerman memiliki beberapa bank koperasi yang kinerjanya menjulang tinggi. Salah satunya DZ Bank, yang bercokol dalam daftar lima besar bank di Jerman.

Sejarah panjang koperasi kredit di Jerman, tidak berhenti sebatas nostalgia yang hanya indah dikenang. Tapi, benar-benar telah menjadi akar kokoh, yang sanggup menopang perkembangan koperasi di sektor perbankan, hingga menumbuhkan bank koperasi yang bisa melayani rakyat. Di level nasional, bank koperasi tersebut memiliki pusat yang bernama Deustche Zentralgenossenschaftbank (DZ Bank) atau Bank Koperasi Sentral Jerman.
Dengan kinerjanya yang menjulang, DZ Bank masuk dalam daftar lima besar bank di Jerman. Jika digabung dengan jaringannya yang terdiri dari 1.250 ribu bank lokal, sekitar 60 persen pangsa pasar kredit di negara berpenduduk 82,5 juta jiwa ini, dikuasai oleh koperasi. Jadi lebih besar dari bank swasta terkenal seperti Deutsche Bank atau Dresdner Bank. DZ Bank sendiri memiliki cabang 14 ribu unit, yang tersebar di seantero Jerman. DZ Bank telah menjelma sebagai grup bisnis keuangan raksasa, mema­yungi sejumlah lembaga keuangan lain, termasuk perusahaan investasi. Lingkup bisnis yang berkantor pusat di distrik finansial Frankfurt ini, sesungguhnya sudah jauh menjangkau skala global, antara lain dengan membuka cabang di sejumlah kota penting dunia, seperti New York, London, Moskow, Milan, Istambul, Luxemburg, Budapest, Dublin, Madrid, Warsawa, Zurich, bahkan di Hongkong dan Singapura. Pada 2007, bank kope­rasi ini mampu mencetak keuntungan sebesar 1 miliar euro.
Namun, yang lebih penting dari pencapaian kinerja ekonomi, bank ko­pe­rasi di Jerman sesungguhnya telah me­mainkan peran sangat vital dalam kebangkitan ekonomi negeri ini, yang nyaris hancur lebur setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II dan perang saudara. Ketika itu, aroma kemiskinan menyengat di mana-mana. Proses recovery ekonomi memang dilakukan dengan gencar. Namun, faktor penting yang memungkinkan proses tersebut berjalan mulus dengan hasil yang mencengangkan, adalah kiprah bank koperasi, yaitu Volksbank dan Raiffeisenbank, yang memang sudah mengakar kuat di masyarakat. Merekalah yang setia memenuhi kebutuhan rakyat, sehingga keadaan ekonominya bisa kembali pulih secara mandiri, sesuai dengan misi yang diusung: Bringing people or companies together to achieve their goals. Jadi, pemerintah tidak terlalu repot lagi, karena bisa memfokuskan program recovery-nya di tingkat makro saja. Peranan bank koperasi di daerah-daerah pedesaan Jerman, tidak pernah tergantikan ­­—apalagi tergusur­— oleh bank swasta, meskipun kemudian Jerman berkembang menjadi negara industri dengan basis liberalisme murni, layaknya negara Eropa Barat. Kontribusinya dalam menciptakan negara kesejahteraan (welfare state) sangat besar, terutama menyangkut peningkatan kese­jahteraan ekonomi secara merata hingga ke pelosok desa.
Sebagai bank sentral koperasi, DZ Bank memang bergerak layaknya bank swasta. Namun, dana dan keuntungan yang berhasil dihimpunnya, sebagian disalurkan ke masyarakat pedesaan, melalui bank koperasi yang menjadi anggotanya. Bank swasta di Jerman, bukannya tidak ada yang mau bermain di tingkat pedesaan dan melayani nasabah kecil. Deutsche Bank, yang termasuk bank terbesar itu, bahkan pernah mempunyai devisi khusus. Namun, bank swasta akhirnya tak berdaya ketika harus bersaing dengan jaringan bank koperasi yang sangat luas.
Di Jerman, bank koperasi memang sudah sangat dekat dengan masyarakat, lantaran memiliki akar sejarah panjang, dengan rentang 125 tahun. Dalam kurun waktu selama itu, bank koperasi selalu “mendampingi” rakyat Jerman, terutama dari kalangan menengah bawah, baik di masa krisis maupun dalam masa pening­katan kemampuan ekonomi. Misi “menghantarkan masyarakat atau perusahaan dalam mencapai tujuannya”, memang diwujudkan dalam program nyata, bukan sekadar bahasa iklan.
Di samping memiliki akar sejarah yang panjang, kemampuan bank koperasi di Jerman untuk bertahan dan berkembang hingga saat ini, juga diakibatkan oleh kemampuannya melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi, hingga tetap mampu menghadapi persaiangan yang dari masa ke masa kian ketat. Namun, perubahan yang terjadi pada bank koperasi Jerman, tetap membentuk sebuah untaian yang tidak terputus. DZ Bank sendiri baru terbentuk pada 2001, sebagai hasil merger antara dua bank koperasi besar, yaitu GZ Bank dan DG Bank.
Di Jerman, koperasi merupakan orga­nisasi ekonomi paling besar, de­ngan jumlah anggota secara keseluruhan se­kitar 20 juta orang. Bank koperasi sendiri memiliki anggota sebanyak itu 16 juta orang, dan mempekerjakan 190 ribu orang. Tidak semua bank koperasi berafiliasi pada DZ Bank. Bank koperasi yang masuk dalam jaringan DZ Bank, sekitar tiga per empat dari jumlah kese­luruhan.
Setelah sukses merambah sejumlah negara Eropa dan Amerika, sekarang ini DZ Bank siap mengepakkan sayapnya di wilayah Asia. “Ekonomi Asia sangat prospektif, karena sedang mengalami pertumbuhan luar biasa,” ujar Heinz Hilget, Deputy CEO DZ Bank. Ekspansi ke wilayah Asia, didukung oleh pembentukan kantor cabang, yang sudah ada di sejumlah negara, yaitu Jepang, Hongkong, India, China (Beijing dan Shanghai), dan Singapura. Khusus untuk langkah-langkah ekspansi ke Asia ini, DZ Bank telah membentuk tim handal berkekuat­an 25 orang, yang dipimpin Mahmood Jumabhoy, dengan basis di Singapura.
Boleh jadi, kelak, DZ Bank akan ma­suk ke Indonesia, seperti Rabbo Bank, bank koperasi dari Belanda. Namun, ia tetap akan bergerak seperti perusahaan swasta biasa, seper­ti yang dilakukan di berbagai negara lain di luar Jerman selama ini. Koperasi di Indonesia, pada awal kelahirannya, memang berkiblat pada model koperasi Raiffeisen, seperti ditunjukkan dalam sistem kerja Hulp En Spaar Bank Der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren yang berdiri pada 1895. Namun, embrio koperasi ini, dalam perkembangannya, lebih condong menjadi cikal bakal Bank BRI, yang nota