BAB I
Filsafat dan Pengantar Logika
• Pandangan hidup itu hanya ada 2 yaitu agama dan filsafat.
• Agama : peraturan tentang cara hidup, lahir-batin.
• Filsafat : keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijaksanaan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak.
• Sulitnya memahami apa itu filsafat karena:
1. Pengertian filsafat berkembang dari masa ke masa.
2. Pengertian filsafat antara satu tokoh dengan tokoh lainnya berbeda.
Ini disebabkan oleh perbedaan konotasi filsafat, pengaruh lingkungan, pandangan hidup, dan perkembangan filsafat itu sendiri.
3. Filsafat dipakai untuk bermacam-macam objek yang sesungguhnya berbeda:
1. Bidang pengetahuan
2. Hasil karya
3. Keyakinan
4. Suatu usaha
5. Menamakan orang
• Yang mendorong timbulnya filsafat:
Dahulu : dongeng dan ketakjuban pada kebesaran alam.
Zaman modern : sangsi
Ingin tahu muncul dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan yang dalam , ultimate, bobotnya berat, akan menimbulkan filsafat bila jawabannya diberikan secara serius.
• Macam-macam pengetahuan manusia:
1. Pengetahuan sains : Pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris. Paradigma positif dan metode ilmiah.
2. Pengetahuan filsafat : Kebenarannya hanya dipertanggungjawabkan secara logis, tidak secara empiris. Paradigma logis dan metodenya pikir.
3. Pengetahuan mistik : Pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, tidak juga secara logis.
• 4 macam faidah mempelajari filsafat:
1. Agar telatih berpikir serius
2. Mampu memahami filsafat
3. Mungkin menjadi filosof
4. Menjadi warga negara yang baik
• 3 macam metode mempelajari filsafat :
1. Metode sistematis : menghadapi karya filsafat
2. Metode historis : mengikuti sejarahnya
3. Metode kritis : mempelajari filsafat tingkat intensif
• Objek yang diselidiki oleh filsafat :
1. Objek materia : segala yang ada dan mungkin ada
2. Objek forma : sifat penyelidika
• Filsafat mempunyai 3 cabang besar :
1. Teori pengetahuan : membicarakan cara memperoleh pengetahuan, disebut epistemologi.
2. Teori hakikat : membicarakan pengetahuan itu sendiri, disebut ontologi.
3. Teori nilai : membicarakan guna pengetahuan itu, disebut axiologi.
EPISTEMOLOGI
Beberapa aliran yang berbicara tentang ini :
1. Empirisme (John Locke) : memperoleh pengetahuan melalui pengalaman.
Metode penelitian : metode eksperimen.
Kelemahan : 1. Indera terbatas
2. Indera menipu
3. objek yang menipu
4. Indera dan objek sekaligus
2. Rasionalisme (Rene Descartes): Pengetahuan diperoleh dan diukur oleh akal.
3. Positisme (August Comte) : menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran.
4. Intuisionisme (Bergson) : menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran.
ONTOLOGI
Teori hakikat atau teori tentang keadaan ( Langeveld )
Hakikat : keadaan sebenarnya, bukan keadaan yang menipu atau yang sementara
• Aliran dalam realitas benda-benda :
1. Materialisme : hakikat benda adalah materi, benda itu sendiri.
Aliran tertua. Dapat berkembang karena :
1. Pikiran yang masih sederhana
2. Bergantungnya jiwa pada badan
3. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda
2. Idealisme : hakikat benda adalah rohani, spirit atau sebangsanya.
3. Dualisme : hakikat pada benda itu ada2, material dan imaterial, benda dan roh, jasad dan spirit.
4. Agnostisisme : manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda.
• Cabang filsafat yang lain :
1. Kosmologi : menyelidiki hakikat asal, susunan, tujuan alam besar (kosmos)
2. Antropologi : membicarakan hakikat manusia dari segi filsafat
3. Theodicea atau theologia : membicarakan Tuhan
Teisme : paham yang menyatakan bahwa Tuhan ada.
Deisme : mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan alam ini pada permulaannya
Monoteisme : mengajarkan Tuhan itu Esa
Triniteisme : mengajarkan bahwa Tuhan itu satu, tetapi beroknum tiga
Politeisme : mengajarkan bahwa Tuhan itu banyak
Panteisme : antara Tuhan dan alam tidak ada jarak
Panenteisme : Tuhan adalah kesadaran jagat raya
Ateisme : mengajarkan bahwa Tuhan tidak ada
Agnostisisme : ketuhanan yang terletak antara teisme dan ateisme
Logika
Membicarakan norma-norma berpikir benar agar diperoleh dan terbentuk pengetahuan yang benar.
• Logika ada 2 macam :
1. Logika formal : memberikan norma berpikir benar dari segi bentuk (form) berpikir/logika bentuk.
2. Logika material : isinya benar atau salah
• Logika formal membicarakan masalah pengertian putusan, dan penuturan.
• Membentuk pengertian ialah dengan abstraksi.
Caranya dengan mengenali ciri esensi objek dan membuang ciri aksidensinya.
• Ciri esensi : ciri yang tidak boleh tidak ada pada objek itu, bila salah satu ciri esensinya hilang maka objek itu bukan objek itu.
• Ciri aksidensi : ciri pelengkap, sifat yang melekat pada esensi objek.
• Selanjutnya tugas logika ialah membentuk pengertian itu menjadi definisi.
• Definisi ialah pengertian yang lengkap tentang suatu istilah yang mencakup semua unsur yang menjadi ciri utama istilah itu, atau penyebutan seluruh isi esensi suatu objek dengan membuang seluruh ciri aksidensinya.
• Putusan ialah pengetahuan yang dibentuk dari pengertian-pengertian yang dihubungkan.
• Penuturan ialah putusan baru yang dibentuk dari putusan-[utusan yang telah ada.
2 metode penuturan:
1. Metode deduksi
2. Metode induksi (silogisme)
• Menurut Aristoteles ada 3 pola yang dianggap principium (putusan yang tidak usah diragukan kebenaran isinya) :
1. Principium identitas : sesuatu hanya sama dengan sesuastu tiu saja (A=A)
2. Principium contradictoris (A≠ bukan A)
3. Principium exclusi tertii (princip menolak kemunghkinan ketiga)
• Logika mengatakan tidak ada kebenaran ketiga, tidak ada jalan tengah tetapi dialektika melihat ada permasalahan yang penyelesaiannya justru harus berupa jalan tengah yaitu pada tesis dan antitesis menuju sintesis.
Etika
Nilai baik-buruk
Beberapa aliran tentang baik dan buruk :
• Hedonisme : baik bila mengandung hedone (kenikmatan, kepuasan )bagi manusia.
• Vitalisme : baik-buruk ditentukan oleh ada tidak adanya kekuatan hidup yang dikandung oleh objek yang dinilai.
• Utilitarianisme : baik ialah yang berguna.
• Pragmatisme : baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan.
Estetika
Nilai keindahan.
Beberapa pendapat para ahli tentang keindahan :
• Plato : Keindahan adalah realitas yang sungguh-sungguh, suatu hakikat yang abadi, tidak berubah. Keindahan suatu objek bukan berasal dari objek itu, keindahan itu menyertaai objek tersebut.
• Plotinus : keindahan adalah pancaran ilahi.
• Kant : mampu menikmati keindahan tanpe kepentingan.
AKSIOLOGI
• Kegunaan filsafat :
1. Kumpulan teori filsafat digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
2. Filsafat sebagai philosophy of life : filsafat dipandang sebagai pandangan hidup, fungsinya mirip sekali dengan agama.
Gunanya untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan, lebih singkat lagi utuk dijadikan agama.
3. Filasafat sebagai methodology dalam memecahkan memecahkan masalah.
Penyelesaiaan masalaah secara mendlam artinya ia menyelesaikan masalah dengan cara pertama-tama mencari penyebab yang paling awal munculnya masalah.
BAB 2
Logika dan Disiplin
Klasifikasi Disiplin Ilmiah
Keseluruhan disiplin-disiplin itu dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yakni Disiplin Non-empirik dan Disiplin Empirik. Disiplin Non-empiris adalh kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh pengetahuan yang tidak tergantung atau bersumber pada pengalaman; jadi, kebenaran-kebenarannya tidak memerlukan pembuktian (verifikasi) empirikal, melainkan cukup dengan pembuktian rasional (rational proof) dan konsistensi rasional. Pengetahuan yang tidak bersumber pada pengalaman ini disebut juga pengetahuan “a priori”. Disiplin Non-empirik ini meliputi Filsafat dan Matematika.
Disiplin Empirik adalah kegiatan intelektual yang secara rasional berusaha memperoleh pengetahuan faktual tentang kenyataan aktual, dank arena itu bersumber pada empiri atau pengalaman. Pengetahuan yang bersumber pada pengalaman ini disebut juga pengetahuan “a posteriori”. Disiplin Empirik ini meliputi Ilmu-ilmu Alam (Naturwissenschaften) dan Ilmu-ilmu Manusia (Geisteswissenschaften).
Menurut D.F.Scheltens (Inleading Tot De Wijsbegeerte Van Het Recht,1983:28), aliran filsafat Positivisme membedakan pengetahuan manusia ke dalam dua kelompok, yaitu Ilmu-ilmu Positif dan Ilmu-ilmu Formal. Ilmu-ilmu Positif adalah ilmu-ilmu yang mempelajari fakta-fakta atau kenyataan empiris berdasarkan observasi untuk mengenali keajegan-keajegan di dalam fakta-fakta atau kenyataan itu. Ilmu-ilmu Positif yang menghasilkan keputusan-keputusan tentang kenyataan ini terdiri atas Ilmu-ilmu Alam dan Ilmu-ilmu Manusia. Ilmu-ilmu Folmal adalah ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk dan pola-pola hubungan antar pertanyaan, dan tidak menghasilkan keputusan-keputusan atau proposisi-proposisi tentang kenyataan. Ilmu-ilmu Formal ini terdiri atas Logika dan Matematika.
Objek Material dan Objek Formal
Pengertian objek studi ini dibedakan dalam dua jenis, yakni objek material dan objek formal. Objek material adalh segala sesuatu yang dipelajari menusia secara rasional sistematis. Objek material ini meliputi alam semesta dengan segala isinya, temasuk manusia. Objek formal adalah objek material dipandang dari sudut tertentu, yakni dari sudut atau dalam konteks suatu pertanyaan inti serta dengan menggunakan metode tertentu. Dapat juga dikatakan bahwa objek formal adalah salah satu aspek atau faset dari objek material yang dipelajari dari sudut pandangan tertentu dengan cara tertentu.
Tempat Logika Sebagai Disiplin Ilmiah
Logika itu termasuk ke dalm bidang refleksi kefilsafatan. Filsafat dapat dibagi ke dalam Metafisika dan Ontologi yang merenungkan hakikat hal ada, Epistemologi yang merenungkan hakikat pengetahuan dan landasan pengetahuan manusia, Logika yang merenungkan hakikat berpikir, Etika yang merenungkan hakikat nilai dan perilaku yang baik, dan Estetika yang merenungkan hakikat nilai keindahan.
Secara etimologi, Logika berarti ilmu atau disiplin ilmiah yang mempelajari (jalan) pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa. Tetapi “bidan” yang melahirkan Logika sebagai sebuah disiplin ilmiah adalh Aristoteles, Theoprostus, dan Kaum Stoa yang karya-karyanya menghasikan apa yang sekarang disebut Logika Klasik (dahulu kadang-kadang disebut Tradisional).
Logika
• Logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari kegiatan berpikir manusia.
• Logika adalah bagian dari filsafat yang mempelajari metode-metode, asas-asas, dan aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk dapat berpikir secara tepat, lurus, benar, dan jernih.
• Logika bukanlah teori belaka, namun logika juga merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktek (sehingga disebut filsafat praktis)
• Macam logika antara lain:
1. Logika Kodratiah
Akal dapat bekerja menurut hokum-hukum logika dengan cara yang spontan, tetapi ternyata cenderung dipengaruhi oleh keinginan-keinginan yang bersifat subjektif.
2. Logika ilmiah,
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran dan akal budi.
• Logika memiliki sifat: masuk akal, beralasan, rasional, dan dimengerti; sifat-sifat tersebut belum tentu benar, disetujui, ataupun diterima.
• Logika dapat memiliki arti; cara berpikir, cara hidup, ataupun sikap hidup tertentu.
• 3 hal yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu pengetahuan, antara lain:
1. Adanya suatu system gagasan (abstrak),
2. Gagassan sesuai dengan benda-benda yang sebenarnya ada (konkrit)
3. Harus ada keyakinan tentang adanya persesuaian (kesaksian)
• Logika menunjuk pada suatu disiplin.
• Disiplin di sini artinya kegiatan intelektual yang dipelajari untuk memperoleh pengetahuan dalam bidang tertentu secara sistematis yang terkait pada aturan-aturan prosedur (metode) tertentu.
• Disiplin terbagi dua yakni:
1. Disiplin non empiris
Yaitu kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh pengetahuan yang tidak tergantung atau bersumber pada pengalaman. Pengetahuan yang tidak bersumber pada pengalaman disebut pengetahuan a priori.
2. Disiplin empiris,
Yaitu kegiatan intelektual yang secara rasional berusaha memperoleh pengetahuan factual tentang kenyataan actual, dan karena itu bersumber pada empiri atau pengalaman. Pengetahuan yang bersumber pada pengalaman disebut pengetahuan a posteriori. Meliputi; Ilmu-ilmu Alam (Naturwissenschaften) dan Ilmu-ilmu Manusia ( Geisteswissenschaften).
Ada 2 cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu:
1. Bersandar pada rasio (faham rasionalisme),
2. Bersandar pada pengalaman (faham empirisme).
Komentar untuk empirisme:
Keyakinan; apa yang dilihat hanya kenyataan belaka, hubungan sebab akibat yang menyatakan kenyataan-kenyataan itu tidak dapat dilihat melainkan digambarkan dalm pikiran belaka.
Semua disiplin memiliki objek studi, yaitu:
1. Objek material,
Adalah segala sesuatu yang dipelajari manusia secara rasional sistematis (meliputi alam dengan segala isinya, termasuk manusia). Di sini manusia adalh sebagai objek.
2. Objek formal,
Adalah objek material dipandang dari sudut tertentu. Di sini manusia adalah subjek.
• Objek studi logika adalah kegiatan berpikir.
• Pikiran adalah suatu unsure dalam rohani (proses berpikir) yang memerlukan sebuah kalimat yang lengkap untuk dapat menyatakan secara penuh (utuh) dan bermakna.
• Kalimat adalah rangkaian kata-kata yang tersusun denagn cara-cara tertentu.
• Berpikir adalah proses rohani atau kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya atau berusaha memperoleh jawaban.
• Kegiatan akal budi disebut berpikir replektif, yaitu merupakan kegiatan berpikir yang terarah dan teratur (sistematis)
• Berpikir terarah adalah kegiatan berpikir yang ditujukan untuk menjawasab pertanyaan yang terus-menerus menjadi pusat perhatian.
• Berdasarkan tujuan, kegiatan berpikir dibedakan menjadi:
1. Berpikir praktis,
Adalah kegiatan berpikir yang ditujukan untuk mengubah keadaan atau situasi.
2. Berpikir teoritis,
Adalah kegiatan berpikir yang ditujukan untuk mengubah pengetahuan.
Tujuan dan Tugas
• Tujuan logika anatra lain:
1. Membedakan cara berpikir yang tepat dari yang tidak tepat,
2. Memberikan metode dan teknik untuk menguji ketepatan cara berpikir,
3. Merumuskan secara eksplisit asas-asas berpikir yang sehat dan jernih.
• Tugas logika adalah memberikan penerangan bagaimana orang seharusnya berpikir.
Alat Logika
• Alat logika, diantaranya adalah:
1. Penalaran (reasoning/redenering)
2. Bahasa (komunikasi)
BAB 3
Kegiatan Akal Budi
Kegiatan Akal Budi Manusia
Kegiatan berpikir manusia berlangsung di dalam akal budi atau intelek (the mind) manusia. Jadi, kegiatan akal budi atau intelek. Pada dasarnya kegiatan akal budi manusia dapat dibagi dalam tiga langkah yang saling berkaitan (Jacques Maritian, Formal Logic, 1937:1). Tiga langkah kegiatan akal budi adalah :
1. Kegiatan akal budi tingkat pertama (the first operation of the mind) yang dinamakan Aprehensi Sederhana (Simple Apprehension) yang menghasilkan terbentuknya Konsep.
2. Kegiatan akal budi tingkat dua (the second operasition of the mind) yang dinamakan Keputusan (Judgment, Oordeel) yang menghasilkan proposisi.
3. Kegiatan akal budi ketiga (the third operation of the mind) yang dinamakan penalaran (Reasioning, Redenering) yang menghasilkan argument atau argumentasi.
A. Kegiatan Akal Budi Tingkat Pertama
Kegiatan akal budi tingkat pertama dinamakan Aprehensi Sederhana (Simple Apprehension). Pada kegiatan ini yang terjadi adalah akal budi (intelek) secara langsung melihat , mempersepsi, menangkap atau mengerti sesuatu atau objek tertentu. Hal ini terjadi baik melalui panca indera maupun melalui kegiatan berpikir itu sendiri. Kegiatan ini menghasilkan terbentuknya “idea” atau “gagasan” tentang hal atau objek tertentu itu. Idea ini terbentuk di dalm akal budi manusia melalui proses abstraksi. Dengan terbentuknya idea dalam akal budi manusia berarti bahwa akal budi manusia itu menangkap atu memahami esensi dari objek tertentu. Jadi, aprehensi Sederhana adalah tindakan akal budi yang menangkap atau mengerti sesuatu tanpa mengiyakan atau menyangkal. Objek material dari Aprehensi Sederhana adalah suatu hal atau objek yang ditangkap akal budi. Objek formalnya adalah bagian dari suatu hal yang pertama-tama tertangkap oleh akal budi sebagai objeknya. Yang pertama-tama tertangkap oleh akal budi itu adalah esensi atau sifat pokok atau intisari dari suatu hal. Dapat juga dikatakan, esensi adalah “apa”-nya dari suatu (what something is) atau apa yang membuat sesuatu menjadi sesuatu itu. Lebih umum dapat dikatakan, esensi adalah apa yang bagi akal budi terutama secara niscaya merupakan suatu hal tertentu. Esensi yang ditangkap oleh akal budi itu bagi akal budi merupakan idea tentang hal itu. Idea ini dalam akal budi dirumuskan dalam suatu konsep. Jadi, produk dari kegiatan Aprehensi Sederhana adalah terbentuknya konsep dalam alam pikiran. Konsep tentang suatu hal itu akan diungkapkan dalam bentuk lambang yang berupa lambang-lambang bunyi, yakni bunyi yang mempunyai makna tertentu yang disebut perkataan, atau berupa lambang-lambang grafis, yakni gambar yang mempunyai makna tertentu, misalnya berupa huruf atau rangkaian huruf-huruf yang mewujudkan perkataan. Contoh: manusia, pohon, harimau, kursi, mencubit, terkekeh-kekeh, terjerembah, ilmu, dan sebagainya.
B. Kegiatan Akal Budi Tingkat Kedua
Kegiatan akal budi tingkat kedua disebut keputusan (Judgment). Pada tingkat ini yang terjadi adalah tindakan akal budi yang berupa mengelompokkan dan menghubungkan dua konsep (idea). Tindakan akal budi ini adalah berupa mempersatukan dua konsep dengan jalan mengiyakan, atau memisahkan dua konsep dengan jalan menyangkal. Dalam proses ini, salah satu konsep disebut Subjek, dan yang lainnya dinamakan Predikat. Kedua konsep ini dihubungkan dengan jalan disusun sedemikian rupa sehingga mewujudkan sebuah penilaian. Penilaian ini adalah berupa menentukan apakah kedua konsep ini sama atau tidak, atau apakah konsep yang satu termasuk ke dalam konsep lain atau tidak. Hasilnya adalah berupa Keputusan. Dalam keputusan itu dinyatakan bahwa konsep yang satu (yakni predikat) mengiyakan atau menyangkal konsep yang lain (yakni subjek). Dalam contoh: “Manusia adalah makhluk rasional”, terjadi pengiyaan, yakni konsep “mahluk rasional” mengiyakan konsep “manusia”. Contoh lain: “Kuda adalah bukan makhluk rasional”; pada contoh kedua ini terjadi penyangkalan, yakni konsep “makhluk rasional” menyangkal konsep “kuda”. Produk dari kegiatan akal budi tingkat kedua ini (keputusan) dinamakan Preposisi (putusan).
C. Kegiatan Akal Budi Tingkat Ketiga
Kegiatan akal budi tingkat tiga dinamakan Penalaran (Reasoning). Pada tingkat ini yang terjadi adalah: akal budi manusia melihat atau memahami sekelompok preposisi yang dalam Ilmu Logika disebut preposisi anteseden. Kemudian berdasarkan pemahaman tentang preposisi-preposisi anteseden itu atau pemahaman tentang hubungan antara proposisi-proposisi anteseden itu, akal budi menarik dan membentuk sebuah proposisi baru yang disebut proposisi konsekuen atau kesimpulan. Proposisi anteseden ini biasa juga dinamakan premis. Jadi, penalaran adalah kegiatan atau proses yang mempersatukan anteseden dan konsekuen. Keseluruhan proposisi-proposisi antesenden dan konsekuen itu dinamakan Argumentasi atau Argumen. Istilah “penalaran” menunjuk pada kegiatan akal budinya. Sedangkan istilah “argumen” menunjuk pada hasil atau produk dari kegiatan penalaran. Contoh: berdasarkan pemahaman tentang hubungan antara proposisi “Manusia adalah makhluk fana” dan proposisi “Mahasiswa adalah manusia” ditarik dan dimunculkan proposisi “Mahasiswa adalah makhluk fana” sebagai proposisi konsekuen.
BAB 4
Konsep
Pengertian Konsep
Perkataan “konsep” berasal dari bahasa Latin, yakni dari kata kerja “concipere” yang berarti: mencakup, mengandung, menyedot, menangkap. Kata bendanya adalah “conceptus” yang secara harfiah berarti: hasil tangkapan intelek atau akal budi manusia. Sinonimnya adalah perkataan “idea” (ide).
Perkataan “idea” berasal dari bahasa Yunani, yakni dari perkataan “eidos” yang secara harfiah berarti: yang orang liat, yang menampakan diri, bentuk, gambar, rupa dari sesuatu. Jadi, “eidos” menunjuk pada yang ada atau yang muncul dalm intelek (akal budi) manusia. Denagn demikian, “idea” atau “ konsep” menunjuk pada representasi atau perwakilan dari objek yang ada di luar subjek (benda, peristiwa, hubungan, gagasan).
Gambar dan esens dari sesuatu yang muncul sebagai konsep mengandung karakteristik atau kualitas. Misalnya, “frame kaca mata saya berwarna hiatm”,“Kacamatanya sendiri berbentuk bulat”,”Andi tergolong pintar”,”Gula rasanya manis”,”Garam rasanya asin”. Kualitas atau karakteristik itu melekat pada benda atau hal yang dimaksudkan oleh konsep yang bersangkutan.
Ada dua macam kualitas, yaitu kualitas primer dan kualitas sekunder. Kualitas primer dapat diamati secara langsung misalnya: panjang , lebar, luas, volume, bentuk (segitiga, segiempat, jajaran genjang, kubus , tabung, kerucut, lingkaran, kubah, garis, kurva, dan sebagainya); atau secara tidak langsung melalui rumus-rumus misalnya: kecepatan diukur dengan km/jam, rumus kimia untuk air H2O, rumus kimia untuk garam NaCL, dan sebagainya. Kualitas primer sebuah konsep didapat melalui pengamatan (observasi), pengukuran (atau penghitungan). Singkatnya, kualitas primer melekat pada materi dari konsep benda/hal yang kita amati.
Jika kualitas dari konsep berkaitan dengan warna, rasa atau kesan-kesan yang kita simpulakan berdasrkan pengamatan kita pada benda atau hal konkret, maka kita berhadapan denagn kualitas sekunder. Artinya, sifat-sifat atau karakteristik yang termasuk kelompok ini tidak melekat pada materi konsep benda atau hal yang dimaksudkan. Kualitas sekunder dari konsep diperoleh dari hubungan kita dengan benda/hal konkret, dan hasilnya adalah persepsi kita terhadap benda atau hal tersebut. Kualitas sekunder kemudian menghasilkan juga konsep atau idea seperti “hitam”,”putih”,”merh”,asin”,”manis”,”pahit”. Dapat pula kualitas yang lebih abstrak seperti “jujur”,jahat’,baik”,”sombong”. Kualitas-kualitas seperti ini tidak tedapat dalm pengetahuan (dalm memori otak kita) jika orang lain tidak memberitahukannya kepada kita, atau jika kita sendiri tidak mencari tahu tentang kualitas seperti itu. Karena tidak melekat pada materi konsep benda/hal, kualitas sekunder sulit diukur secara tepat seperti kualitas primer. Karena itu, kita perlu menyepakati “kadar” dari kulitas sekunder.
Konsep atau ide itu dinyatakan dengan sebuah tanda lahiriah atau beberapa kata. Kata atau kelompok kata-kata yang demikian itu disebut “term”, jika dipandang dari sudut fungsinya dalm sebuah kalimat atau proposisi, yakni sebuah “subjek” atau sebagai “predikat”. Jika term itu terdiri dari satu kata saja, maka ia disebut “term tunggal”, dan disebut “term majemuk” jika tediri atas lebih dari satu kata. Namun, konsep atau idea atau term tersebut tidak identik dengan kata (rangkaian kata-kata), atau sebaliknya. Sebab, sebuah kata dapat digunakan untuk mengungkapkan lebih dari satu konsep; dalm hal ini dikatakan bahwa “kata” atau “perkataan” tersebut memiliki arti ganda. Dan, sebaliknya, sebuah konsep dapat diungkapkan dengan kata atau kelompok kata yang berbeda. Misalnya, perkataan “genting” dapat menunjuk pada konsep “keadaan tegang atau darurat”, dapta juga menunjuk pada konsep “tutup atap rumah yang terbuat dari tanah”(lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia).
B. Ciri-ciri dan Luas Konsep
Sebuah konsep adalah suatu pengertian tentang objek tertentu. Dapat dikatakan bahwa konsep itu adalah suatu perwakilan universal dari sejumlah objek yang memiliki unsur-unsur esensial yang mirip (dicirikan dengan kualitas sekunder dan primer). Jadi konsep itu menunjuk pada sejumlah objek, dan dengan demikian, objek-objek yang ditunjuk oleh konsep tersebut adalah anggota-anggota dari konsep tersebut adalah anggota-anggota dari konsep itu. Setiap konsep selalu mempunyai dua aspek, yaitu: Aspek komprehensi (Denotasi) dan Aspek Ekstensi (Konotasi).
Yang dimaksud dengan komprehensi adalah ciri-ciri atau unsur-unsur yang mewujudkan konsep yang bersangkutan, jadi unsur-unsur yang mewujudkan konsep yang bersangkutan, jadi unsur-unsur konstitutif dari objek tersebut.
Yang dimaksud dengan ekstensi adalah sejumlah objek yang tercakup oleh konep tersebut. Antara aspek komprehensi dan aspek ekstensi berlaku hokum yang menyatakan semakin banyak komprehensi semakin kecil ekstensinya, dan sebaliknya.
Karena mempunyai anggota, maka konsep juga dapat disebut sebuah kelas atau himpunan. Kelas atau himpunan itu adalah (atau menunjuk pada) sekelompok objek yang mempunyai cirri-ciri atau unsur-unsur tertentu yang sama. Karena itu, setiap kelas atau konsep mempunyai anggota yang jumlhanya besar atau kecil, sudah tertentu atau belum (banyak atau sedikit) tergantung pada komprehensinya.
C. Definisi dan Klasifikasi
Berdasarkan komprehensi dan ekstensi kita dapat menjelaskan konsep yang kita maksudkan. Penjelasan ini bisa dilakukan dengan cara:
1. Menggunakan aspek komprehensi, atau menyebutkan cirri-ciri pokok sebuah konsep. Cara ini dilakukan dengan membuat Definisi.
2. Menggunakan aspek ekstensi atau menyebutkan anggota himpunan konsep tersebut dan mengelompokkan anggota-anggota himpunan tersebut berdasarkan karakteristik tertentu. Penyebutan dan penggolongan konsep semacam ini disebut juga klasifikasi atau analisa.
1. Definisi
Kita bisa membuat pengertian konsep dengan cara membuat definisi. Secara umum definisi dapat dibagi ke dalam dua bagian:
a. Definisi Nominal
Penjelasan sebuah konsep berdasarkan asal-usul atau arti kata/ konsep tersebut. Definisi ini juga disebut Definisi Literer, atau Etimologi. Definisi nominal bukan definisi dalam arti sesungguhnya karena definisi ekonomi dan sosiologi sesungguhnya sangat berlainan dari arti kata yang dimaksud.
b. Definisi Real
Kita perlu memberikan penjelasan tentang konsep yang kita maksudkan dengan cara menyebutkan unsur-unsur pokok/ cirri-ciri utama konsep tersebut. Defini semacam ini disebut Definisi Real. Yang dimasuk dalam Definisi Real adalah:
• Definisi Hakiki: definisi yang di dalam rumusannya menyebutkan genus proximum (kelas terdekat) dan pembeda spesifik.
• Definisi Gambaran: definisi yang dibuat dengan menyebutkan semua cirri konsep yang dimaksudkan.
• Definisi Sebab-Akibat: definisi yang dibuat dengan menggunakan hubungan sebab-akibat untuk menjelaskan konsep.
• Definisi Tujuan: definisi yang dibuat dengan menyebutkan tujuan, maksud atau martabat dari sebuah konsep.
Aturan Membuat Definisi
Peraturan-peraturan tersebut adalah:
1. Definisi harus dapat dibolak-balik antara konsep dan rumusannya.
2. Definisi tidak boleh menggunakan bentuk negative, dengan menggunakan kata tidak atau bukan.
3. Definisi tidak boleh menyebutkan konsep dalam rumusan.
4. Definisi tidak boleh menggunakan kata kiasan, atau kata-kata yang mengandung arti ganda/ bias.
Klasifikasi
Berdasarkan aspek ekstensi konsep, kita dapat membuat klasifikasi, atau memilih-milih: memisahkan Karena ciri khas, dan menyebutkan berdasarkan kesamaan.
Aturan Klasifikasi
1. Pembagian harus lengkap, merinci keseluruh, ke dalam bagian-bagian sehingga tampil sebagai sebuah kesatuan.
2. Pembagian harus memisahkan: bagian yang satu tidak termasuk ke dalam bagian yang lainnya.
3. Pembagian harus menggunakan dasar yang sama.
4. Penggolongan sesuai dengan tujuan yang mau dicapai.
Kesulitan dalam Membuat Klasifikasi:
1. Apa yang benar untuk keseluruhan, juga benar untuk bagian-bagian, tetapi apa yang benar untuk bagian-bagian yang tidak benar untuk keseluruhan.
2. Tidak mudah memisahkan dengan jelas/ sungguh berlawanan.
3. Penggolongan cenderung hitam dan putih.
BAB 5
Proposisi
Pengertian
a. Proposisi adalah suatu penuturan ( assertion ) yang utuh.
Suatu penuturan dikatakan tidak utuh apabila tidak mencakup suatu arti yang utuh.
Logika hanya mempersoalkan tentang penuturan. Alasannya adalah :
Objek materia logika adalah penalaran ( pemikiran ), dan penalaran adalah suatu proses intelektual semata.
b. Preposisi juga dapat didefinisikan ungkapan keputusan dalam kata-kata, atau juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.
Secara subjektif, keputusan berarti suatu aksi pikiran yang dengan itu kita membenarkan atau menyangkal sesuatu.
Secara objektif, keputusan berarti sesuatu yang dapat dibenarkan ( affirmed) atau disangkal.
Jadi, bisa benar atau salah. Logika juga hanya membicarakan keputusan objektif, hanya secara tidak langsung membicarakan keputusan sebagai aksi intelek.
Hubungan tersebut dapat berwujud :
1) Hubungan identitas atau kebendaan atau juga bisa terdapat
2) Bentuk-bentuk hubungan lainnya, misalnya hubungan depedensi (ketergantungan)
Pembedaan keputusan dan proposisi menurut 2 golongan, yakni :
1) Keputusan/prposisi ketegoris
2) Keputusan/proposisi hipotesis
Preposisi Kategoris
Definisi
Preposisi kategoris adalah proposisi yang menerangkan identitas atau kebedaan dua konsep objektif.
Identitas atau kebedaan yang diterangkan dapat formal atau objektif, dapat utuh atau parsial.
Suatu proposisi kategoris mengandung 3 buah unsur :
1. Subjek : hal yang diterangkan
2. Predikat : hal yang menerangkan
3. Hal yang mengungkapkan hubungan antara subjek dan predikat
Unsur yang ketiga inilah yang biasa disebut sebagai pemberi bentuk, sedangkan unsur pertama dan kedua disebut juga materi proposisi.
Dalam bahasa asingunsu ketiga ini disebut copula, yang artinya sama, yakni hal yang menghubungkan. Dalam bahasa Inggris : to be, dalam bahasa Belanda : zijn.
Dalam proses penalaran, perhatian kita terutama harus ditujukan kepada dua hal :
1. Ekstensi (lingkungan) term-term yang digunakan,
2. Kualitas dan kuantitas proposisi-proposisi
1.Kualiatas suatu proposisi bergantung pada unsur yang mengungkapakan hubungan
2.Kuantitas suatu proposisi bergantung pada ekstensi (lingkungan) subjeknya.
3.Apabila kedua aspek kualitas dan kuantitas dicampurkan, maka muncullah berbagai proposisisebagai berikut :
A ( huruf pertama kata Latin Affrimo ) menunukkan proposisi universal afirmatif : semua, setiap.
E ( huruf kedua kata Latin nEgo ) menunjukkan proposisi universal negatif : tiada, tidak seorang pun.
I ( huruf kempat kata Latin affIrmo ) menunjukkan proposisi partikular afirmatif : beberapa, sementara orang, seseorang.
O ( huruf keempat dari kata Latin negO ) menunjukkan proposisi partikular negatif : beberapa ... tidak.
Pembagian
Proposisi bersahaja adalah proposisi yang subjek dan predikatnya berupa term-term bersahaja ; subjek dan predikatnya masing-masing hanya terdiri dari satu suku kata.
Bentuk-bentuk proposisi lainnya :
1) Proposisi kompleks
Proposisi yang subjek dan predikatnya atau kedua-duanya merupakan term-term yang kompleks.
a) Proposisi restriktif : proposisi yang subjeknya berupa sebuah term umum terbatas pada bagian tertentu dari ekstensinya ( lingkungannya )
b) Proposisi eksplikatif : proposisi yang subjeknya sebuah term umum dan ditegaskan dengan penjelasan.
2) Proposisi majemuk
Proposisi yang memuat berbagai subjek atau berbagai predikat.
Proposisi majemuk dibagi dalam 2 golongan utama :
a) Proposisi yang susunannya jelas
(1) Proposisi kopulatif : proposisi yang didalamnya terdapat sejumlah subjek dan predikat dan dihubungkan dengan kata “dan” atau “baik ...maupun ... tidak”.
(2) Proposisi adversatif : proposisi yang sejumlah subjeknya dan predikatnya dihubungkan dengan kata “tetapi”.
b) Proposisi yang susunannya kurang jelas
(1) Proposisi eksklusif : proposisi yang subjek dan predikatnya diterangkan dengan kata “hanya”,”saja”, dan lain-lain.
Proposisi eksklusif memuat dua penuturan (assertion ) yang satu afirmatif, yang lainnya negatif.
(2) Proposisi ekseptif :proposisi yang subjeknya diterangkan dengan kata “kecuali”, “dengan kekecualian” dan sebagainay.
Preposisi ekseptif memuat dua buah penuturan: negatif dan afirmatif.
(3) Preposisi komparatif : proposisi yang predikatnya dibenarakn ( atau disangkal ), terdapat dalam satu subjek dalam taraf lebih besar atau lebih kecil daripada yang laian.
Bentuk proposisi komparatif lainnya adalh proposisi yang predikatnya dibenarkan ( disangkal ), terdapat dalam kedua subjek dalam taraf sama.
Proposisi komparatif memuat 3 buah penuturan.
3) Proposisi modal
a) Proposisi modal adalh proposisi yang dengan terang mengungkapakan apakah macam identitas ( atau kebendaan ) yang terdapat antara subjek dan predikat.
4 macam modalitas :
• Modalitas niscaya : apabila suatu hal tidak dapat lain.
• Tidak tentu : apabila dapat lain adanya.
• Mungkin : sesuatu yang dapt terjadi.
• Tidak mungkin : apabila sesuatu tidak dapat terjadi.
b) Kualitas dan kuantitas proposisi modal : proposisi modal berbentuk afirmatif atau negatif, bergantung pada modalitas dibenarkan atau disangkal.
c) Jumlah penuturannya : dua buah penuturan, kecuali jika modalitasnya “mungkin” (sebuah penuturan ).
Proposisi Hipotetis
Definisi
Proposisi hipotetis adalah proposisi yang antara bagian-bagiannya terdapat hubungan depedensi ( ketergantungan ), oposisikesamaan, dan lain-lain.
Proposisi hipotetis berbeda dari proposisi ketegoris. Hal tersebut bisa dirumuskan sebagai berikut :
1) Meteri suatu proposisi hipotetis bukanlah subjek dan predikat, melainkan bagian-bagian yang diantaranya diterangkan terdapat hubungan.
2) Bentuk bukanlah identitas atau kebendaan yang diungkapkan oleh unsur penghubung ( copula), melainkan suatu hubungan lain yang ditunjukkan oleh partikel-partikel konjungtif.
Pembagian
1) Proposisi disjungtif : yang dua bagiannya dihubungkan dengan kata “apabila”, “jika tidak”, dan lain-lainnya.
Bagian yang diawali dengan “ jika” disebut antecedent, bagian lainnya disebut consequent.
2) Proposisi disjungtif : proposisi yang subjek atau predikatnya terdiri dari bagian-bagian yang saling menyisihkan.
3) Proposisi konjungtif : proposisi yang menyangkal bahwa dua predikat secara bersam dapat benar diterapkan pada subjek yang sam dan dalm waktu yang bersamaan.
4) Proposisi relatif : proposisi yang dua bagiannya dihubungkan dengan kata “Di mana ..., di situ”, “ sebagaimana ... demikian dan lain-lainnya.
BAB 6
Argumentasi
Kesatuan kumpulan pernyataan yang dinamakan premis atau premis-premis dan kesimpulan yang dihasilkan oleh kegiatan menalar itu dinamakan argumen atau argumentasi. Jadi, argumen adalah sekelompok pernyataan yang di dalamnya terdapat satu pernyataan yang dinamakan kesimpulan yang diterima sebagai kesimpulan berdasarkan pernyataan atau pernyataan-pernyataan lainnya dari kelompok pernyataan itu yang dinamakan premis atau premis-premis. Dalam suatu argumen dapat terjadi hanya ada satu premis saja; jadi, ada argumen yang hanya memerlukan satu premis saja untuk menarik sebuah kesimpulan. Namun, pada umumnya argumen-argumen itu memerlukan lebih dari satu premis untuk dapat memunculkan sebuah kesimpulan secara sah.
Pembagian Argumentasi
1. Langsung
. Ia dibagi menjadi tiga jalan: Silogisme/Deduksi; Induksi; dan Analogi.
2. Tidak Langsung
. Ia juga memiliki tiga jalan: Kontradiksi; Pembalikan Sama dan Pembalikan Kontra.
Argumentasi Tidak Langsung
Definisinya
Argumen tak langsung adalah argumentasi atas sesuatu yang melazimi sasaran untuk membuktikannya – baik kebenaran atau kesalahannya.
Obyek Argumentasinya
Argumen tak langsung ini dipakai dalam membuktikan proposisi-proposisi yang sulit atau mustahil dibuktikan oleh pembahas.
Metodenya
Pertama, menyengaja kepada proposisi lain (ke dua) yang mempunyai kelaziman dengan proposisi pertama (sasaran). Kedua, membuktikan kesalahan/kebenaran proposisi tersebut. Ketiga, membuktikan kebenaran/kesalahan proposisi yang ingin dibuktikan (sasaran) dengan dalil bahwa hal itu merupakan kelaziman dari kesalahan/kebenaran proposisi ke dua.
Cara-cara Argumentasi Tidak Langsung
Untuk berargumen dengan Argumentasi Tak Langsung tersedia banyak jalan. Paling pentingnya adalah sebagai berikut: Kontradiksi; Pembalikan Sama dan Pembalikan Kontra.
Argumentasi Langsung
Definisinya
Argumentasi Langsung adalah argumentasi atas suatu sasaran yang ingin dibuktikan, secara langsung.
Obyek Argumentasinya
Argumentasi Langsung ini dipakai di tempat-tempat yang tidak diperlukan Argumentasi Tak Langsung.
Caranya
Argumentasi Langsung memiliki tiga cara/jalan: Silogisme (deduksi), Induksi, dan Analogi
BAB 7
Penalaran
Penalaran adalah kegiatan akal budi tingkat ketiga yang berupa akal budi melihat dan memahami sebuah atau sejumlah prrroposisi, dan kemudian berdasarkan pemahaman tentang proposisi itu atau pemahaman tentang sejumlah proposisi-proposisi serta hubungan di antara proposisi-proposisi itu, akal budi memunculkan sebuah proposisi baru. Rangkaian proposisi-proposisi itu disebut argument yang tersusun atas dua unsur, yakni proposisi konsekuen yang disebut kesimpulan,dan unsure proposisi anteseden yang disebut premis atau premis-premis. Proposisi konsekuen atau kesimpulan adalh proposisi baru yang dimunculkan berdasarkan proposisi atau proposisi-proposisi yang telah diketahui. Proposisi anteseden atau premis adalah proposisi atau proposisi-proposisi yang dijadikan landasan untuk memunculkan proposisi konsekuen atau kesimpulan. Premis-premis kebenaran proposisi tertentu (kesimpulan)
A. Pengertian Inferensi
Dipandang dari sudut prosesnya, kegiatan penalaran itu tersusun atas dua tahap. Tahap pertama adalah tahap pemahaman sebuah proposisi atau sejumlah proposisi dan hubungan di antara proposisi-proposisi tersebut. Tahap kedua adalah tahap tindakan akal budi memunculkan sebuah proposisi yang disebut kesimpulan. Tindakan akal budi ini memunculkan kesimpulan itu disebut “infernsi”. Berdasarkan jumlah premisnya, tindakan inferensi dibedakan dalam dua jenis, yakni “inferensi langsung” (immediate inference) dan “inferensi tidak langsung” (mediate inference). Inferensi langsung adalah inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis. Inferensi tidak langsung adalah inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua atau lebih premis-premis.
B. Inferensi Langsung: Konversi dan Obversi
Inferensi langsung ada dua macam, yakni Konversi dan Obversi. Berdasarkan konversi dan obversi itu dapat dibentuk dua inferensi lain, yakni Kontrapositif dan Inversi.
Konversi adalah proses inferensi langsung yang berupa dari sebuah proposisi tertentu ditarik sebuah proposisi lain yang subjeknya adalah predikat dari proposisi asal (premis) dan predikatnya adalah subjek dari proposisi. Premis disebut “Konvertend”, dan kesimpulannya disebut “Konverse”. Konvertend dan konverse adalah ekuivalen. Proposisi A dapat dikonversi kembali dengan pembatas, yakni kuantitas harus diubah menjadi partikular, dan setelah dikonversi maka hasilnya (konversenya) tidak dapat dikonveersi kembali.
Obversi adalah proses inferensi yang berupa menarik dari sebuah proposisi tertentu ( proposisi asal, premis) sebuah proposisi lain (kesimpulan) yang mempunyai sebagai predikatnya kontradiksi dari term predikat asal, yang disertai dengan mengubah kualitas proposisi asalnya. Proposisi asal (premis) disebut “Obvertend”, dan proposisi kesimpulannya disebut “Obverse”. Semua proposisi tradisional dapat diobversi. Kontradiksi term adalh hubungan antara du term (konsep) yang saling mengecualikan namun kedua term tersebut bersama-sama membagi habis term (konsep) yang mencakup dua-duanya.
C. Inferensi Tidak Langsung: Silogisme
Dalam kehidupan sehari-hari, yang paling sering terjadi adalh inferensi tidak langsung. Tetapi, di dalam praktik inferensi tidak langsung itu sering dikemukakan secara tidak lengkap, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah telah melakukan inferensi langsung.
Silogisme
Jika sebuah inferensi tidak langsung terjadi dalm bentuk menarik kesimpulan berdasarkan dua premis saja, maka inferensi tidak langsung itu dinamakan Silogisme. Silogisme selalu tersesun atas tiga buah proposisi, dua berkedudukan sebagai premis-premis, dan satu berkedudukan sebagai kesimpulan. Dalam sebuah silogisme akan terdapt enam term.
Term yang hanya muncul di dalm premis-premis dinamakan “Term Tengah” (Middle Term, Terminus Medius) dan dilambangkan dengan huruf “M”.Term yang di dalam kesimpulan berkedudukan sebagai term subjek dinamakan “Term Minor” (Minor Term) dan dilambangkan dengan huruf “S”. Premis yang memuat term mayor dinamakan “Premis Mayor”, dan premis yang memuat term minor dinamakan “Premis Minor”. Dengan demikian sebuah silogisme yang formal terdiri atas enam unsur sebagai berikut:
1. Term Tengah : term yang hanya muncul dalam premis-premis, satu kali dalm premis mayor dan satu kali dalam premis minor.
2. Term Mayor : predikat dari kesimpulan.
3. Term Minor : subjek dari kesimpulan.
4. Premis Mayor : premis yang memuat term mayor.
5. Premis Minor : premis yang memuat term minor.
6. Kesimpulan : proposisi yang dimunculkan berdasarkan premis-premis dan yang memuat term minor dan term mayor.
BAB 8
Retorika
Dapat berupa:
1. Narasi; sejarah,
2. Deskripsi; melukiskan,
3. Argumentasi; menyatakan pendapat (perubahan/perbaikan)
4. Eksposisi; tujuan, cita-cita
Maksud dari retorika adalah:
1. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain,
2. Merupakan fakta-fakta (membuktikan benar atau salah)
Dasar dan landasan dalam retorika antara lain:
1. Penalaran/ reasoning (jalan pikiran),
2. Corak penalaran,
3. Penilaian/ penolakan atas pendapat sendiri atau orang lain,
4. Cara menyusun tulisan,
5. Persuasi
Retorika (dari bahasa Yunaniῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter
pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam
sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam
Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat
transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan
pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam
merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth
Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis,
bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai
bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan
definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktek kontemporer dari retorika yang
termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Dalam doktrin retorika Aristoteles[1] terdapat tiga teknis alat persuasi politik yaitu deliberatif, forensikdan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang.Retor ika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan padaepideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.
Retorika dengan ringan dapat diartikan adalah kemampuan berbicara yang sistematis dan dapat diterima dan dipahami oleh pendengar. Setiap orang memang berbeda dalam kemampuan ber-retorika, namun diusahakan kemampuan ini bias dimiliki oleh orang yang ingin menguasainya. Kemampuan menyampaikan berita dalam bahasa yang mengenakan itu pun termasuk kemampuan berbicara. Rayuan, pikatan dan bujukan pun mungkin saja dapat dikelompokan kepada kemampuan menyampaikan berita.
Definisi dan Tujuan
Retorika (rethoric) biasanya disinonimkan dengan seni atau kepandaian berpidato, sedangkan tujuannya adalah, menyampaikan fikiran dan perasaan kepada orang lain agar mereka mengikuti kehendak kita.
Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti yaitu :
1. Ethos (ethical) : Yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi
2- Pathos (emotional) : Yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.
3- Logos (logical) : Yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara
Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu ‘mendramatisir’ keadaan khalayaknya. (Dramaturgical Theory)
Menurut Walter Fisher, bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk berceramah. (Narrative Paradigm)
Tokoh-tokoh Podium
- HOS Tjokroaminoto
- Ir. Soekarno
- Adolf Hitler
- Benito Musollini
- Napoleon Bonaparte
- Dll.
Macam-macam Pidato
1. Pidato Ilmiah
2. Pidato Ritual Keagamaan (khutbah, kebaktian, dll)
3. Pidato di Pengadilan (Jaksa, Pembela)
4. Ceramah Umum
5. Kuliah/ mengajar
6. Diskusi
7. Seminar
8. Pidato Politik
Unsur Pesan Komunikasi
Seorang komunikator menyampaikan pesan-pesan melalui :
1. Pesan Linguistik
Untuk menyampaikan pesan bahasa tertentu kita harus menguasai:
a. Fonologi (mengujarkan bunyi kata)
b. Sintaksis (membentuk kalimat)
c. Semantik (memahami kata atau gabungan kata)
d. Memahami secara konseptual tentang dunia kita dan dunia yang kita bicarakan
e. Mempunyai sistem kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar
2. Pesan Nonverbal memiliki fungsi :
a. Repetisi – mengulang kembali bahasa verbal
b. Subtitusi – mennggantikan bahasa verbal
c. Kontradiksi – menolak pesan verbal
d. Komplemen – melengkapi pesan verbal
e. Aksentuasi – menegaskan pesan verbal
Ada enam jenis pesan non verbal :
1). Kinesik (gerak tubuh) : fasial, gestural, postural
2). Paralinguistik (suara)
3). Proksemik (penggunaan ruang sosial atau personal)
4). Olfaksi (penciuman)
5). Sensitivitas kulit
6). Artifaktual (pakaian dan kosmetik)
Struktur Pesan
Secara umum setiap pesan yang secara sengaja disampaikan melalui Pidato terdiri atas :
1. Pendahuluan
a. Salam
b. Penyampaian kepada hadirin
c. Maksud atau tujuan
2. Materi
a. Pendekatan awal (kisah, menyampaikan data, dll.)
b. Pertanyaan atau mengemukakan inti masalah
c. Pembahahasan
3. Penutup
a. Kesimpulan
b. Himbauan
BAB 9
Silogisme (Induksi)
Definisinya
Induksi adalah menelusuri proposisi-proposisi partikulir (kejadian) untuk mencapai Hukum/Proposisi Universal.
Bagiannya Induksi ini terbagi menjadi dua bagian:
1. Sempurna.
Yaitu menelusuri semua proposisi partikulir yang bersangkutan (kejadian) untuk mencapai kesimpulan universal.
2. Kurang.
Yaitu menelusuri sebagian proposisi (kejadian) yang bersangkutan untuk mencapai kesimpulan universal.
Induksi Kurang ini terbagi menjadi dua bagian.
(1)Bersebab. Yaitu yang menguniversalkan hukum (proposisi) atas dasar keyakinan akan adanya sebab yang sama dari semua proposisi (kejadian) partikulirnya.
(2)Tak Bersebab. Yaitu yang keuniversalan hukumnya tidak didasarkan pada kesamaan sebabnya. Tanpa Induksi seseorang tidak akan dapat menyimpulkan kesimpulan universal. Dari sinilah dapat diketahui betapa Induksi ini sangat dibutuhkan dalam Silogisme. Di mana Silogisme adalah menerapkan hukum universal ke atas partikulir.
Induksi
Induksi adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi umum dari sejumlah proposisi khusus yang berbentuk ‘S ini adalah P’ (subjek ini adalah predikat).
Induksi mungkin berupa satu proses sederhana, dan seketika itu juga terselenggara melalui suatu pendangan (insight), tetapi mungkin pula berupa suatu proses yang panjang, sangat sukar, dan berlibat-libat, mencakup analisis bertahap (gradual analysis), kecermatan pandangan(insight), proses trial and error sebagaimana apabila ilmuwan terlibat dalam penemuan hukum alam atau dalam masalah ilmiah yang begitu berseluk-beluk seperti masalah-masalah social.
Dalam induksi kesimpulan yang dicapai selalu berupa generalisasi, misalnya:”air kotor menyebabkan penyakit kulit”, ‘bahan kuliah perguruan tinggi setiap minggu harus dipelajari secara lebih dalam daripada bahan pelajaran sekolah menengah’, ‘Sarjana luar negeri lebih bonafid daripada sarjana dalam negeri’. Setiap generalisasi induktif diperoleh sesudah dilakukan pengamatan bahwa beberapa atau banyak kejadian berakir dengan hasil yang sama, maka kemudian si pengamat ‘yakin’ bahwa di waktu yang akan datang, suatu kejadian yang sama juga akan berakhir dengan akhir yang sama juga.
Penalaran induksi berlangsung atas dasar hal-hal khusus yang diamati. Seseorang dapat menyimpulkan suatu generalisasi yang ia pikirkan akan dapat diterapkan pada semua hal-hal yang serupa di saat yang akan datang.
Manakala seseorang sesudah mengamati hal-hal khusus kemudian, membuat suatu generalisasi mengetahui atau tidak mengetahui, ia telah menggunakan induksi. Generalisasi induktifnya mungkin benar, tetapi juga mungkin perlu lebih dicermatkan sehingga tidak menjadi generalisasi ceroboh, misalnya’kebanyakan politikus jahat’atau ‘sarjana luar negeri lebih bonafid daripada sarjana dalam negeri’ sebagaimana tersebut di atas.
Pengetahuan sehari-hari dan ilmu-ilmu positif empiris banyak memerlukan induksi. Tetapi jarang sekali dapat memperoleh induksi yang lengkap. Induksi lengkap diperoleh manakala seluruh kejadian khususnya telah diselidiki dan diamati. Jika kejadian-kejadianya tidak semua diamati, namun sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperoleh induksi tidak lengkap. Jenis induksi tidak lengkap inilah yang biasa kita peroleh dan kita jumpai. Alasanya sederhana; keterbatasan manusia.
Penalaran induktif,sesuai dengan sifatnya, tidak memberikan jaminan bagi kebenaran kesimpulannya. Meskipun, misalnya, premis-premisnya semua benar, tidaklah secara otomatis membawa akibat pada kebenaran kesimpulan. Selalu saja mungkin terdapat atau terpikirkan sesuatu yang tidak sama sebagaimana di amati. Di sinilahletak perbedaan antara deduksi dan induksi. Pada deduksi,kesimpulan merupakan suatu konsekuensi logis dari premis-premisnya. Pada suatu penalaran yang baik, kesimpulan dapat menjadi benar manakala premis-premisnya benar. Tetapi pada induksi tidak lengkap kesimpulannya dapat menjadi bersifat tidak lebih dari ‘mungkin betul’manakala premis-premisnya benar. Kesimpulan penalaran induktif tidak 100 % pasti.
BAB 10
Silogisme (Deduksi)
Deduksi adalah mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu proposisi atau lebih. Kesimpulan tersebut benar-benar sesuatu yang baru dan muncul sebagai konsekuen dari hubungan-hubungan yang terlihat dalam proposisi-proposisi tadi.
Deduksi jauh lebih sering terjadi dari persangkaan kebanyakan orang. Hampir setiap keputusan adalah deduksi, dan setiap deduksi ditarik ( dideduksikan) dari suatu generalisasi yang berupa generalisasi induktif yang berdasar hal-hal khusus yang diamati, generalisasi induktif yang palsu karena salah tafsir terhadap evidensi (bukti) yang ada ( pandangan orang tentang malaria – udara buruk – di waktu lampau), generalisasi induktif senu ( generalisasi yang menurut banyak orang bertunpu pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang kenyataanya tidak demikian), dan generalisasi noninduktif yang biasanya diambil dari system nilai, budaya sebagaimana asumsi-asumsi di bidang keagamaan, ekonomi, perilaku social,dan lain sebagainya yang sudah meresapi kehidupan orang, seringkali tidak pernah diuji dan dikaji secara kritis.
Manakala penalaran deduktif diambil struktur intinya dan dirumuskan secara singkat, maka dijumpailah bentuk logis pikiran yang disebut syllogisme. Penguasaan atas bentuk logis yang disebut syllogisme ini akan sangat membantu mencermatkan langkah-langkah pikiran sehingga terlihat hubungan-hubungannya sebelum mencapai kesimpulan.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut . (Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005) Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com). Pada induksi kita berjalan dari bukti naik ke undang. Pada cara deduksi adalah sebaliknya. Kita berjalan dari Undang ke bukti. Kalau kita bertemu kecocokan antara undang dan bukti, maka barulah kita bisa bilang, bahwa undang itu benar. Dengan kata lain, penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang merupakan kebalikan dari penalaran induktif. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya tidak sah. Ketepatan kesimpulan bergantung pada tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan dari penarikan kesimpulan tersebut.
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dua tipe argumen deduktif adalah silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah argumen yang pasti terdiri atas dua premis dan satu konklusi, dengan setiap pernyataannya dimulai dengan kata semua, tidak ada, dan beberapa atau sebagian, dan berisi tiga bagian yang masing-masing hanya boleh muncul dalam dua proposisi silogisme. Premis 1: Semua atlet adalah orang yang sehat jiwa raga.Premis 2: Beberapa pelajar adalah atlet. Konklusi: Jadi, beberapa pelajar adalah orang yang sehat jiwa raga.
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki pernyataan kondisional atau bersyarat pada premisnya. Ada tiga jenis silogisme hipotetis, yaitu silogisme kondisional yang mengandung anteseden (syarat) dan konsekuensi; silogisme disjungtif berupa pernyataan yang menawarkan dua kemungkinan; dan silogisme konjungtif yang bertumpu pada kebenaran proposisi kontraris. Kesahihan dan ketidaksahihan setiap bentuk silogisme tersebut diukur dengan hukum dan prinsip dasar berpikir deduktif, menyangkut pengakuan dan pengingkaran pada premisnya.
BAB 11
Ideogenesis
Sebenarnya hal yang akan dibicarakan di dalam bab ini lebih tepat apabila dibicarakan di dalam traktat tentang filsafat manusia dan epitemologi. Akan tetapi, agar di peroleh gambaran sedikit tentang proses tahu kita yang melalui empiri, maka baik juga manakala kita menyentuh sekadarnya.
Manusia mempunyai dua macam kemampuan kognitif (kemampuan mengerti) yang kurang lebih teramati (tidak gaib) dan dapt dirumuskan, yakni indera dan intelek. Indera merupakan kemampuan organis, artinya indera secara intrinsik bergantung pada organ badani tertentu yang di dalamnyadan dengannya indera bekerja. Selanjutnya indera dapat dibagi menjadi indera eksterm (kelima indera kita) dan indera interm (ingatan,imajinasi, dan lain-lain)
Intelek adalh kemampuan inorganis, yakni kemampuan yang tidak bergantung pada suatu organ badani. Indera terdiri atas bermacam jenisnya, sedangkan intelek hanya satu. Tetapi kemampuan intelek mempunyai berbagai fungsi, seperti menangkap, membuat konsep, membuat keputusan, melakukan refleksi, mengabstraksi, menyimpulkan, dan sebagainya.
Manusia hanya mempunyai pengetahuan yang sempurna dengan melalui keputusan, yakni aksi intelek. Kegiatan indera hanyalah menangkap (dalam arti mengalami) tanpa membuat keputusan. Indera (sebagaimana juga intelek yang bukan tabula rasa merupakan kesadaran aktif, maka juga bekerja sesuai dengan lingkaran interpretasi yang kita kenal) mengumpulkan bahan mentah untuk intelek guna kemudian dikerjakan oleh intelek menjadi keputusan.
Antara pengetahuan inderani dan pengetahuan intelektual terdapat perbedaan hakikat. Pengetahuan inderani menangkap kenyataan (ada khusus) secara materialiter, berdasarkan aspek konkret dan materialnya (sub concreta quadam et materiali ratione); sedangkan intelek menjangkau kenyataan secara formal, formalitier. Dalam bentuk pengetahuan inderani yang kita miliki adalah gambaran-gambaran inderani, jadi jasmani sifatnya (maka hanya dapat dipakai untuk menunjuk satu realitas). Sedangkan dalam bentuk pengetahuan intelektual, kita menggunakan konsep atau ide yang umum dan abstrak (maka dapat dipakai untuk menunjuk banyak realitas). Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa tidak ada hubungan dengan pengetahuan inderani. Konsep atau ide yang umum dan abstrak menyatakan realitas yang banyak itu, yang dialami pengetahuan inderani.
Agar terdapat pengetahuan inderani, dibutuhkan adanya benda material yang ‘mengaktivasi’ indera, meresap hingga menyentuh kemampuan mengerti. Muncullah apa yang disebut Simon: operation precognitive, yakni suatu aktivitas yang mendahului pengetahuan, ‘kesan’ tadi pada hakikatnya masih bersifat materiil, jasmani, maka juga belum sanggup menggerakkan intelek yang rohani sifatnya untuk beraktivitas.
Pada manusia harus terdapat kemampuan yang mengolah ‘kesan’ tadi supaya cakap, sanggup diketahui oleh intelek. Kemampuan ini adalah kemampuan mengabstraksi.
Berkat aktivitas ini, yang dalamistilah teknis disebut aprehensi sederhana psikologis munculnya Species intelligibilis impressa. Sedangkan proses menyadari species intelligibilis impressa ini disebut aprehensi sederhana logis. Maka muncullah konsep atau ide.
Secara umum, proses pengetahuan mengenal dua momen, yakni momen asensif (momen meningkat) dari taraf indera ini ke taraf intelektual, dan momen desensif (momen menurun), yakni kembali menyusun, menghubungkan diri dengan realitas konkret, kenyataan.
Pembentukkan idea tau konsep juga dapat merupakan hasil dari refleksi, perbandingan, analisis, sintesis, atau keputusan dan pemikiran.
BAB 12
Hukum dan Logika
Hukum dan Logika
• Konstruksi hokum; berpikir abstrak seolah-olah berbuat sesuatu yang belum ada dianggap ada.
• Pengembangan ilmu hukum terdiri dari;
1. Tahap pemaparan
2. Tahap sistematika
• Menurut Radbruch, metode sistematika terdiri dari:
• Interpretasi
• Konstruksi
• Sistematika
• 4 metode menurut Hoccle:
1. Metode lllooogika; mengagaskan berpikir untuk membangun struktur logika.
2. Metode tiiipologi; menetapkan tipe normal yang digunakan sebagai pedoman dalam penataan sejumlah kejadian.
3. Metode teleologis; mengunakan nilai-nilai (dasar) dan kaidah-kaidah yang dilandasi teks undung-undung sebagai patokan untuk sistematisasi.
4. Metode interdisipliner (antara ilmu)/transdisipliner; memanfaatkan produk berbagai ilmu lain untuk melaksanakan sistematika internal.
• Paradigma dalam Ilmu Hukum:
Kuhn mendefinisikan padadigma sebagai berikut; “universally recognized scientific achievement that far a time provide medel problems and solutions to a community of practitioners”.
• Karena diterimanya paradigm sebagai landasan kegiatan ilmiah, maka ia berperan sebagai research guidance melalui model problems and solutions yang menunjukkan bagaimana ilmuan harus menjalankan penelitian dan telaah ilmiah.
• Guidelines:
• Model; abstrak 9karena hanya merupakan alat bantu0
• Solusi; konsep (sebagai output)
Fiksi Hukum
• Fiksi hokum; dianggap hakim-hakim untuk menjebatani dikhotomi di antara:
1. Teori dan fakta,
2. Konsep dan realita,
3. Pemahaman dan sesuatu yang hendak dipahami.
• Fiksi dapat diterima karena ditujukan untuk keadilan.
Logika Sebagai Penalaran yang Tepat
Tiap kali masalah-masalah intelektual yang penting timbul dalam hukum, dalam ilmu, atau dalam kehidupan sehari-hari, argumen yang baik baik dapat secara kuat mendukung, namun tidak pernah dapat menjamin, penyelesaian-penyelesaian yang tepat, sebab kebenaran dari tiap premis itu terbuka untuk pertanyaan. Kita menalar secara induktif untuk menetapkan fakta-fakta dalam suatu situasi problematikal. Dari apa yang dengan cara demikian kita terima sebagai premis-premis, kita menalar secara induktif untuk menetapkan dan mempertahankan apa yang muncul dari premis-premis itu. Dalam semua studi tentang logika kita bertujuan untuk mengidentifikasi, menguasai, dan menggunakan metode-metode dan asas-asas yang membedakan penalaran yang baik dari yang buruk.
Jika landasan yang di atasnya penalaran kita dibangun adalah solid, dan jika kita secara konsisten memperhatikan dan akurat, maka tidak ada yang akan membimbing kita lebih aman dan lebih berhasil dalam menyelesaikan masalah-masalah dari berbagai jenis ketimbang metode-metode dari logika yang menjadi pokok bahasan.