Penghujung tahun. Ada apakah?
Sebelum berbicara mengenai sore ini, mari sebentar saya ceritakan apa yang aku lakukan dan capai tahun ini. Ya, kembali menulis dan mengatas namakan 'sedang merajut mimpi besar' namun sekarang kembali vakum. Aku sekarang sedang senang menulis apa yang ada dalam diriku, bukan mendongeng fiktif tentang imajinasi yang terkadang sekelebat muncul diotak kemudian mendesak untuk dikeluarkan. Entahlah kenapa jadi begini.
Tahun ini, banyak yang bisa ku lakukan, banyak yang membuat hidupku berubah dan itu tak terlepas dari orang-orang yang mencintaiku, terlebih yang membenciku. Menulis, jembatan yang membawa ke Minggu Pagi, Makassar dan beberapa perlombaan lain. Ketua yang bisa karena terpaksa, dan sampai tahun depan masih membawa status ketua di program KKN, walau hanya wakil hahahaha. Tak apalah...
Ada beberapa orang yang sempat singgah. Ada yang lama dan ada yang hanya mampir saja. Dia yang tanpa diduga pergi, dan mereka yang tiba-tiba mengakui setelah aku bersama yang lain. Hm, kenapa? Ada apa? dan apa yang harus aku lakukan?
Maaf untuk orang-orang yang patah hatinya, memang ada yang aku tahu namun aku sengaja tak mau tahu. Ada yang aku tak tahu namun kemudian ia menunjukkan semua itu walau sama-samar, kemudian yang semakin menunjukkan rasa itu namun tak bisa banyak berbuat, yang terobsesi bahwa akulah calon istrinya, dan yang menolakku dengan halus demi orang lain namun diam-diam tiap malam merajut rindu dnegan mengirim pesan singkat kurang jelas. Itukah rindumu? Itukah bukti rasa berharga setelah kehilanganku? Ada yang berbeda dari kalian yang telah kusebutkan sebelumnya. Ia adalah yang tadi sore tiba-tiba membangunkan aku dan menyadarkan perasaan yang ternyata tak hanya sepihak.
Akukah yang terlalu tergesa atau karena kita yang salah terlalu menyembunyikan dan menyangkal semua?
Ternyata aku bukan orang perasa tanpa alasan memikirkan berbagai asumsi mengenai hubungan yang diam-diam mulai kita rajut, walau itu awalnya hanya inginku kemudian lambat-lambat kaupun mengakuinya walau malu.
"Mari melihat apa yang di depan mata"
Ya, sepertinya memang aku dulu terlihat terlalu jauh hingga kaca mata itu tak mampu menembusnya, atau karena terlalu dekat sehingga silau dan tak terlihat? Hm, sebaiknya jagan banyak berandai. Sekarang yang jelas kita tidak bersama karena kita dipertemukan dengan orang yang berbeda. Mungkin kita bisa berjalan bersama, seperti halnya rel kereta api yang berjalan bersama namun tak berujung pada satu titik. Kita tetap berbeda, jalanku untuk merelakan aku dijemput oleh orang itu, dan jalanmu untuk menjemput dia.
Aku akan berbesar hati menerima bahwa ini adalah cara baik dari Tuhan. Memberikan apa yang kubutuhkan, bukan yang kuinginkan. Kita lebih baik seperti ini, bisakah kau bayangkan seandainya Tuhan menghendaki yang lain? Misalnya dengan mempersatukan kita, memenuhi keinginanku? Siapa rivalku adalah mereka yang dekat denganku, mereka yang berbagi cerita denganku, ia yang tidur bersama denganku, mereka yang dari awal menganggapku musuh dan semakin memastikan. Hm, itu tidaklah baik.
Mari, tak usah menjabarkan apa yang pernah kita rasakan, tentang cemburu yang meletup-letup, tentang perasaan yang jika dibuka akn amenjadi maluu, akan menjadi luka.
Ah, tidak, aku tidak pernah terluka, aku tidak pernah menyesal. Aku hanya bahagia, bahwa cintaku dulu ternyata tak sepihak. Hanya, kenyataan yang membuat kita tak bisa bersama. Ini bukan penundaan perasaan. Cukup saja aku dan tahu kamu. Aku benar pernah menyayangimu...