ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN SRI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH
1088-1098 H (1678-1688 M)
DISUSUN
OLEH:
ERNAWATI (1006101050016)
AMI RATU DIANA (1006101050014)
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAh SWT. Karena berkat karunia dan hidayah-Nyalah sehingga makalah yang berjudul “ ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN SERI RATU ZAKIATUDDI INAYAT SYAH ” dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, tetapi dengan niat yang ikhlas serta tujuan untuk yang membangun diri, maka makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusuanan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran-saran dan kritik yang sifatnya membangundemi kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusan makalah ini, khususnnya dosen Pembimbing Mata Kuliah.
Harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal alamin ……………..
Banda Aceh, 14 Maret 2011
Penulis
Kelompok 12
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang……..............................................................................1
B. Rumusan Masalah …………………..........................................................3
C. Tujuan………………………………………………………………………………………………3
BAB II PEMBAHASAN
A. PEMERINTAHAN SERI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH
1088-1098H (1678-1688M)…………………………………………………….4
1. TEGAS MENGHADAPI VOC...........................................4
2. .KEDATANGAN UTUSAN INGGRIS.............................5
3. KEDATANGAN UTUSAN SYARIF MEKKAH............7
4. ZAKIATUDDIN WAFAT.................................................10
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………....11
A. Kesimpulan ...............................................................................11
B. Saran…………………………………………………………...11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Aceh sebelum di pimpin oleh para Ratu, terlebih dahulu telah ada Undang-Undang Dasar Kerajaan, sebagai penyempurna terhadp peraturan-peratuan yang telah di buat sebelumnya, yang dinamakan Kanun Meukuta Alam , atau disebut juga Adat Mukuta Alam, atau disebut juga Adat Aceh.
Dalam Kanun Meukuta Alam ini, diatur segala hal ihwal yang berhubungan denngan Negara secara dasarnya saja, baik yang mengenai dengan dasar negara, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan dalam negara, lembaga-lembaga dan lain-lainnya.
Pada saat Aceh di pimpin oleh beberapa Ratu selama 59 tahun Aceh sangat maju, dan aceh masih menjadi Kerajan yang terkenal, bhkan Aceh menjalin hubungan dagang yang baik dengan kerajaan-kerjaan yangg lain.
Berdasarkan ketenuan-ketentuan yang telah ada, maka organisasi Kerajaan Aceh Darussalam pada masa pemrintahan para Ratu, adalah sebagai berikut:
a. Betuk dan Dasar Negara
Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa bentuk negara yaitu kerajaan dan dasar negara yaitu islam, yang dapat di jelaskan sebagai berikut:
• Negara berbentuk kerajaan, dimana kepala negara bergelar sultan dan diangkat turun-temurun.
• Kerajaan bernama Kerjaan Aceh darussalam, dengan Ibu Kota Banda Aceh Darussalam.
• Kepala Negara Bergelar sulthan Imam Adil, yang dibantu oleh Sekretaris negara.
• Orang kedua dalam Kerajaan, yaitu KadliMalikul Adil, dengan empat orang. pembantunya yang bergelar Mufti Empat.
b.Negara Hukum
Dalam Kanun Meukuta Alam, bahwa kerajaamn Aceh Darussalam adalah negara hukum yang mutlak sah, dan rakyat bukan patung yang terdiri di tengah padang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, laggi besar matanya dan lagi panjang sampai ketimur dan kebarat.
c.Sumber Hukum
Kanun menetapkan bahwa sumber hukum bagi Kerjaan Aceh.
• Al Quran
• As Sunnah
• Ijmak Ulama
• Qias
d.Cap Sikureng
Dalam Kanun ditetapkan, bahwa cap (stempel) Negara yang tertinggi, yaitu Cap Sikureng (stempel sembilan), berbentuk bundar bertunjung keliling ditangah-tengah nama Sulthana yang sedang memerintah, dan kelilingnya nama delapan orang Sultan yang memerintah sebelumnya. Menurut Kanun, bahwa delapan orang sultan dikelilingnya melambangkan empat dasar hukum (qur’an, sunnah, ijmak, ulama dan kias) dan empat jenis hukum (hukum, adat, kanun, dan reusam), yang berarti bahwa sultan Sulthan dikeliling oleh hukum.
e.Lembaga-lembaga Negara
Kanun menetapkan lembaga-lembaga Negara dan pejabat-pejabat tinggi yang memimpinnya, yang ikhtisarnya sabagai berikut:
1. Balai Rong Sari: Lemaga yang dipimpin oleh sulthananya sendiri, yang anggotanya rterdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh.
2. Balai Majelis Mahkamah Rakyat: Lembaga yang dipimpin oleh Kadlil Malikul Adil, yang anggotanya tujuh ouluh tiga orang
3. Balai Gading: Lembaga yang dipimpin wazir Mu’adhdham Orang Kaya laksamana Sari Perdana Mentri.
4. Balai Furdhah: Lembaga yang mangurus ihwal ekonomi, yang dipimpin oleh Wazir yang bergelar Mentri Seri Paduka.
5. Balai Laksmana: lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang, yang dipimpin oleh seorang Wazir Laksmana Amirul Harb.
6. Balai Majelis Mahkamah: Lemaga yang mengurus hal ihwal kehakiman/pengadilan, dipimpin olh seorang Wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan.
7. Balai Baitul Ml: Lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan perendaharan negara, dipimpin oleh serang wazir yang ergelar orang kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Dirham.
B. RUMUSAN MASALAH
• Bagaimana masa Pemerintahan SERI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH dalam memerintah kerajaan Aceh .
C. TUJUAN
• Untuk mengetahui sejarah perkembangan pemerintahaan pada masa Aceh dipimpin oleh seorang wanita yaitu, Seri Ratu Safiatuddin Inayat Syah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.PEMERINTAHAN SERI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH
1088-1098H (1678-1688M) Sebelum pemakaman Seri Ratu Nurul Alam Nakiatuddin dilaksanakan,terlebih dahulu pada hari Ahad taggal 1 zulka’idah 1088 H. (23 Yanuari 1678 M) dinobatkan penggantinya,yaitu Sulthanah Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah.
Sebagaimana halnya Ratu Safiatuddin telah mempersiapkan Nakiatuddin untuk penggantinya, maka demikian pula sejak semula Ratu Nakiatuddin telah mempersiapkan Puteri Raja Setia untuk penggantinya,yang kemudian setelah dinobatkan bergelar Sulthanah Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah.
Menurut catatan sejarah, bahwa pada hakikatnya Seri Ratu Tujuh Alam Safiatuddin telah mempersiapkan tiga orang Pangeran Puteri untuk menjadi ratu dalam Kerajaan Aceh Darussalam setelah baginda, yaitu Ratu Nakiatuddin, Zakiatuddin dan Kamalat.
Ketiga puteri bangsawan ini telah di didik dalam keraton darut dunia dengan berbagai ilmu pengetahuan : hukum, termasuk hukum tatanegara, sejarah, filsafat, kesusastraan, pengetahuan agama islam, bahasa arab, bahasa persia, bahasa spanyol dan bahasa inggris. Yang mengajar bahasa Spanyol dan Inggris yaitu seorang wanita Belanda yang menjadi sekretariat Baginda.
1. Tegas Menghadapi V.O.C.
Kebijaksanaan politik yang telah dijalankan Ratu Tajul Alam Safiatuddin dan Ratu Nurul Alam Nakiatuddin, terus dijalankan oleh Ratu Zakiatuddin Inayat Syah. Tindakan keras dan tegas terhadap kaum wujudiyah dan dalam politik yang berdiri dibelakang, semakin diperhebat, sehingga tidak diberi kesempatan bernafas kepada mereka. Kepada kongsi perdagangan Belanda (V.O.C.) yang semenjak pemerintahan Ratu Tajul Alam Safiatuddin terus menerus merong-rong kedaulatan Aceh, Ratu Zakiatuddin sama sekali tidak memberi hati, bahkan memperlihatkan giginya.
Di Sumatra Barat dengan segera ratu menunjukkan kekuatannya kembali kpada V.O.C., antara lain dengan menarik kembali daerah Bayang kedalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Sikap tegas yang demikian mendapat sambutan hangat dan baik dari rakyat Minangkabau, sehingga menimbulkan kesulitan yang bukan sedikit bagi Melchiol Hurdt sebagai wakil persatuan dagang Belanda (V.O.C) yang berkedudukan di Padang. Dua tahun V.O.C. harus melakukan peperangan yang dahsyat.
Pada saat itu, Ratu Zakiatuddin Inayat Syah tidak mengabaikan segala usaha untuk mematahkan kekuatan persatuan dagang Belanda itu untuk kepentingan dan keselamatan rakyatnya. Dengan semua negara tetangga diikatnya perjanjian persahabatan dan perjanjian saling membantu untuk melumpuhkan kekuasaan Belanda. Hanya Kerajaan Siam yang tidak dapat ditariknya kedalam lingkungan persahabatan.
Di samping menghadapi segala tantangan dengan tegas Ratu Zakiatuddin bertindak cepat memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dayah-dayah yang telah ada dipelihara terus , disamping mendirikan dayah-dayah yang baru, sementara Pusat Pendidikan Tinggi Baiturrahman dikembangan terus dibawah pimpinan Syekh Abdurrauf Syiahkuala dan ulama-ulama lainnya. Menasah dan mesjid dibina dan ditingkatkan fungsinya, sehingga ajaran-ajaran agama islam merata kedalam jiwa rakyat.
2. Kedatangan Utusan Inggris
Kedatangan dari luar negeri bebrapa kali yaitu : dua kali utusan inggris dan sekali utusan Syarif Mekkah. Utusan Inggris datang dari india ditahun 1684. Utusan itu bercerita sampai di India bahwa Sulthanah ini suaranya keras dan badannya tegap.
Utusan Inggris itu yang terdiri dari tuan-tuan ord dan cawley, dari Madras, membawa mandat dari pemerintahan jajahan inggris disana, untuk meminta supaya inggris diberi izin mendirikan kantor dagang yang diperteguh dengan benteng. Permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Sulthanah. Diceritakan, bahwa pada utusan dinyatakan,
bahwa ratu sendiri pun tidak akan diizinkan mendirikan benteng di Aceh jika membahayakan kepentingan negara. Utusan diterima oleh orang-orang besar bukan oleh ratu sendiri.
Salah seorang Inggris lain melawat ke Aceh disekitar masa Sulthanah ini memerintah, ialah Wiliam Dampier. Antara lain didalam bukunya banyak dibaca didapati kesan-kesannya sepintas lalu Aceh katanya : ”This country is governed by a Queen, under whom there are 12 Orang Kayas or Geat Lords. They act in the several precints with gret power and authority”. (Negeri ini diperintah oleh seorang ratu, dibawahnya 12 orang kaya atau pangeran agung. Mereka menjalankan kekuasaannya dalam bidangnya masing-masing dengan hak dan kekuasaan besar.)
Singkatnya dapat dijelaskan susunan pemerintahan di Aceh seagai berikut: Sulthana memerintahdengan di bantu oleh 12 orang Mentri (dengan berbagai titel: Kadil Malikul Adil, Laksamana, Perdana Mentri, Syahandar dan sebagainya). Masing-masing mentri berkuasa dan bertanggung jawab dilapangannya. Khusus mengenai pemerintahan Aceh Besar, disusun menurut sistem Tiga Sagi. Tiap sagi dikepalai oleh seorang panglima. Tiap Sagi merupakan bagian dari tungku tiga sejerangan, kekuasaannya yang utama adalah untuk menetapkan ahlli waris kerajaan.
Tentang kedatangan utusan inggris itu, Ilyas Sutan Pamenan melukiskan, bahwa mereka meminta izin agar bole mendirikan sebuah kantor dagang dan sebuah Benteng di Banda Aceh. Mereka mengharapkan dengan demikian mendapat imbangan dari kerugian yang tlah mereka derita karena harus meninggalkan Bantam dan Pulau Silebar untuk kepentingan V.O.C. Dengan jalan demikian mereka mengharapkan juga akan mendapat bahagian dalam perdagangan lada di Aceh.
Inayat yang mengtahui benar apa artinya sebuah benteng bagi bangsa asing didalam daerah kerajaannya dengan sangat bijaksana menolak permintaan itu, sambil menyatakan, bahwa biarlah baginda melindungi perdagangan bangsa Inggris di Aceh dengan persenjataan lengkap dan cukuplah bagi mereka mendirikan sebuah kantor dagang saja diplabuhan Aceh.
Orang Inggris tidak jadi tinggal di Aceh, mereka menyingkir pergi ke Bengkulu, hubungan dagang Aceh dengan Batam masih terus berjalan dengan sangat lancar, malah brtambah pesat sejak kapal-kapal Aceh mendapat gangguan dari V.O.C. di perairan sebelah timur Pulau Sumatra. Mereka sejak itu mengambil jalan barat dan tindakan itu bagi V.O.C. menimbulkan soal yang harus dipecahkan pula dan menjadi buah pikiran yang sangat memusingkan.
3. Kedatangan Utusan Syarif Mekkah
Dalam tahun 1683 Ratu Zakiatuddin Inayat Syah menerima utusan Mekkah yang dikirim oleh Syarif Barakat sebagai penguasa Hijaz (Mekkah dan Madinah). perutusan Syarif Mekkah itu berada di bawah pimpinan Yusuf Al Qudsi yang berada di india sampai empat tahun lamanya. Sulthana (India) tidak mau menerimanya, tidak pula tertarik untuk mengetahui bingkisan yang dibawanya, karena itu, siutusan memtuskan sendiri untuk berangkat saja ke Banda Aceh. Setiba di sana dipersembahkan bingkisan tersebut sambil menjelaskan bahwa bingkisan itu adalah kiriman Syarif Barakat, Raja Mekkah, binkisan itu di terima oleh Ratu dengan gembira. Ratu menitahkan supaya utusan tinggal dulu di Aceh, sebab Ratu ingin mengirim bingkisan balasan, dan untuk menyiapkan perlu waktu.
Utusan itu di terima Baginda dengan segala upacara kebesaran, sehinnga menimbulkan perasan puas pada mereka. Sekembalinya utusan dari Mekkah, di sampaikanlah oleh merekakepada Syarif betapa baik dan sempurnanya pemerintahan Raja puteri di Aceh dan betapa patuh dan taatnnya rakyat di situ memeluk agama islam. Rakyat hidup rukun damai., kemakmuran terlihat dimana-mana.
Pada masa pemerintahan Ratu Zakituddin Inayat Syah, tibalah di Banda Aceh perutusan Syarif Mekkah. Untuk menyaksikan apakah benar laporan kaum wujudyiah yang menyatakan bahwa kerajaan Aceh di bawah Pemerintahan Ratu telah jauh menyimpang dari Agama Islam.
Dalam peninjauan para utusan itu ternyata, bahwa kerajaan Acehdarussalam adalah benar-benar Kerajaan Islam yang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan bermahzab Syafi’I. Sulthanah Ratu Zakiatuddin ternyata seorang raja yang taat lagi salih, Ratu beribicara dengan para utusan Syarif Mekkah di belakang tabir dari sutra dewangga dengan bahasa Arab yang pasih. Merek sangat kagum menyaksikan Banda Aceh yang cantik dan permai, segala bangsa berdiam disana, kebanyakan mereka kaum saudagar.
Ketika mendapat kesempatan menghadap sulthanah, keheranan mereka jadi bertambah, dimana mereka dapati tentera pengawal istana terdiri dari perajurit-perajurit wanita yang semuanya mengendarai kuda. Pakaian dan hiasan kuda-kuda itu dari emas, suasa dan perak. Tingkah laku pasukan kehormatan dan pakaian mereka cukup sopan, tidak ada yang menyalahi perturan Agama Islam.
Ketika mereka menghadap sulthanah, mereka dapati Seri Ratu dengan para pembantunya yang terdiri dari kaum wanita, duduk di balik tabir kain sutra dewangga yang berwarna kuning berumbai-umbai dan berhiasan emas permata. Ratu berbicara dengan bahasa Arab yang pasih dengan mempergunakan kata-kata yang diplomatis, sehingga menimbulkan ta’jub yang amat sangat bagi para utusan. Dalam pergaulan dalam istana tidak satu pun mereaka dapati, yang di luar ketentuan ajaran Islam. Mereka masih dapat menyaksikan sisa-sisa kebesaran istan dan masjidBaiturrahim, yang dalam masa pemerintahan Ratu alam di bakar oleh kaum wujudiyah.
Ketika utusan berada disana, terjadilah suatu malapetaka, sebuah gereja terbakar, menyebabakan emas-emas yang tersimpan disana terlebur semuanya brubah bentuknya seperti tubuh manusia.
Ratu lalu memerintahkan supaya emas berbentuk maniusia itu turut di kirim bersama bingkisan untuk Syarif Mekkah. Sebagai tambahan, sulthana mengirim pula jumlah uang sedekah khusus untuk di bagi-bagikan kepada fakir miskin di mekkah.
Setahun lamanya mereka menjadi tamu Kerajaan Aceh Drussalam. Waktu mereka akan pulang, Seri Ratu Zakiatuddin menghadiahkan kepada mereka berbagai rupa benda yang bernilai, di samping menitipkan hadiah kepada Syarif Mekkah, Masjidil Haramdan kepada Masjidil Nabawi di Madinah. Hadiah-hadiah tersebut terdiri dari:
1. Tiga kinthar emas murni yang masih bergumpal-gumpal.
2. Tiga rithal kamfer (kapur barus), kayu cendana dan jeubeut musang (eivet).
3. Tiga gulyun (alat penghisap tembakau) dari emas.
4. Dua penyondong (lampukaki) dari pada emas.
5. Lima lampu gantung dari pada emas.
6. Lampu kaki dan kandil dari pada emas.
Utusan tiba di Mekkah kembali pada waktu Syarifsai’id telah menggantikan ayahnya menjadi raja. Mereka kembali ke Mekkah dan sampai di Mekkah pada bulan Sya’ban 1094 (14 september 1683). Dalam rombongan Syarif yang datang k Aceh itu, ada dua orang Syarif bersaudara, yaitu Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim.
Ketika itu terjadilah pertikaian antara sesama Syarif yang berhak mendapat bagian ¾ dari seluruh hasil di Mekkah pada satu pihak dengan pihak syarif Besar Sa’id. Golongan Syarif-Syarif manuntut supaya ¾ dari bingkisan dari Aceh itu di serahkan ke pada mereka, sedang Syerif sendiri tidak bersedia menyerahkannya. Untuk tidak meruwetkan, diadakan persetujuan sementara, yaitu selama Syarif El Harith, pada akhirnya tercapai persetujuan bahwa golongan pemilik ¾ diserahi ½ dari bingkisan itu, tapi dalam pengertian bahwa itu adalah pemberian dari Syarif Besar kepada mereka,
Demikianlah pembagian dilakukan dan sedekah untuk fakir miskin dibagi-bagikan. Snouck Hurgronje mencacat bahwa ketika utusan Mekkah pulang telah turut juga utusan Aceh ke Mekkah khusus, tugasnya untuk mengawasi pembagian merata dari sedekah-sedekah untu fakir misakin. Selama rombongan mereka berada di Aceh, telah menarik beberapa orang pembesar yang dalam hatinya yang memang anti kepada Raja Wanita.
Dalam menjalankan rencananya, yaitu mentiadakan Dinasti Ratu, mereka melihat dua Syarif bersaudra yang ambisus dapat diajak serta. Karena itu, mereka mengusulkan kepada ketua peutusn agar Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim bolh tinggl di Aceh untuk membantu pengembangan ajaran-ajaran Islam, dimana permintaan di kabulkan,teristimewa karena dua Syarif bersudara telah menyetujuinya karena mereka telah lebih dahulu dihubunginya dengan brmacam janji antara lain, kalau Ratu dapat di jatuh kan oleh seorang diantara mereka akan diangkat menjadi Sulthan.
Demikianlah, pada awal tahun 1094 H. ketua dan para anggota perutusan bertolak kembali ke Mekkah dengan seperangkat hadiah, kecuali yang tinggal Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim. Sekian peristiwa itu, kurang terang apa yang di maksud dengan gereja, sepertinya yang dimaksud itu adalah bukan Gereja tetapi Mesjid Baitu’l-Rahman , yang disebut-sebut pada masa Nuru’l-Alam menjadi rajalah Mesjid besar telah terakar habis, tetapi boleh jadi bukan dimasa Nuru’l-Alam, tapi dimasa Inayat Syahlah mesjid terbakar.
4. Zakiatuddin Wafat
Selama memerintah, Rtu Zakiatuddin telah brbut banyak untuk mempertahankan sisa-sisa kbesaran Aceh. Sekalipun baginda tidak sanggup mengembalikan Aceh kepada martabat sperti di zaman Iskandar Muda, namun baginda tlah dpt memprtahankan keadan Aceh seperti waktu diwarisinya, bahkan dalam beberapa hal dapat di tingkat kan kembali.
Setelah memerintah selama sepuluh tahun, pada hari Ahad tanggal 8 Zulhijjah 1098 H. (3 Oktober 1688 M.), Sulthana Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah berpulang ke Rahmatullah. Sebaik ia meninggal timbul banyak perebutan tahta, golongan pemerintah (para menteri) menginginikan supaya tidak lagi permpuan menjadi raja.
Sebalikny golongan Tiga Sagi ingin supaya perempuan tetap jadi pilihan. Akhirnya Tiga Sagi menang, karena mereka lebih kuat nampaknya, maka diangkatlah lagi seorang puteri bangsawan yang menjadi pemimpin.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pada saat Kerajaan Aceh di pimpin oleh beberapa Ratu selama 59 tahun Kerajaan Aceh sangat maju, dan Kerajaan Aceh masih menjadi Kerajaan yang terkenal, bahkan Aceh menjalin hubungan dagang yang baik dengan kerajaan-kerjaan yang lain.
Zakiatuddin merupakan pemimpin wanita ketiga pada Kerajaan Aceh Darussalam. Ia merupakan anak dari seri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin yang menurut cacatan ayah zakiatuddin adalah Sultan Muhammad Syah.
Pada Saat Kerajaan Aceh di pimpin oleh Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah Kerajaan Aceh sangat maju, Ratu Zakiatuddin adalah pemimpin yang taatl dan salih, buktinya ia lebih mementingkan kepentingan rakyatnya, pada saat Pemerintahan jajahan inggris meminta supaya Inggris diberikan izin untuk mendirikan kantor dagang yang diperteguh dengan Benteng, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Ratu dengan alasan dapat membahayakan kepentingan Negara. Ratu Zakiatuddin sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya dan keselamatan kerajaannya. Rakyat pun sangat menghormati pemimpinnya, rayat juga hidup rukun dan damai.
B.Saran
Inilah hasil penulisan makalah kami, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami menerima saran dan kritik guna untuk membangun makalah ini, serta agar sempurnanya pembuatan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasjmy, A. 59 Tahun Aceh Merdeka di bawah Pemerintahan Ratu. Bulan Bintang: Jakarta.
Said mohammad, H. Aceh Sepanjang abad.