Pembangunan Sistem Agribisnis Di Indonesia


BUNGARAN SARAGIH 2)
Menteri Pertanian Republik Indonesia

ABSTRACT
Mistook of economic development strategy in lastime and economic crisis prolonged
with various its excess, to compel Indonesia choice alternative strategy in development of
economic, which hoped able to give solution of existing problems, without appear new
problems. Among some economic development strategy which fulfill the some conditions is
Agribusiness Led Development, namely a strategy of economic development which integrate
development of agriculture (include estate crop, animal husbandry, fishery, and forestry) with
development of agro-industry and linkage services setors. Development strategy of
agribusiness system to be convinced able to lead Indonesia economy has competitiveness and
sinergys in the world economy. To develop the agribusiness system competitiveness, people-driven, sustainable and decentralized are resposible all of agribusiness stake-holder, suitable with each role. The entreprise is main actors of development agribusiness, the government have a role as facilitator, regulator and promotor of agribusiness development, the researcher have a role to
develop of technology, education have a role to increase skill of human resources.
Meanwhile, public relation profession have a role to build public good image, for
development of agribusiness as well as for firm and agribusiness products.
Special about the role of public relation (PR) in development of agribusiness system in
Indonesia untill now still not develop yet. Whereas, PR functions very needed in development
of agribusiness system, start from macro level till micro level. At macro level, role of PR
hoped able to develop good image about importance to develop agribusiness in national
economic development.
Key Word: Agribusiness Led Development, Competitiveness, People-driven, Sustainable
and Decentralized, Public Relation (PR), Public Good Image
PENDAHULUAN
Akibat kekeliruan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi
berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang sangat parah dalam
perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan yang rendah,
ketimpangan ekonomi, ketahanan pangan yang keropos, utang luar negeri yang terlalu besar,
kemerosotan mutu lingkungan hidup dan ketertinggalan perekonomian daerah merupakan
sederetan masalah ekonomi yang sedang melilit perekonomian Indonesia.
1) Makalah disampaikan pada seminar “Peranan Public Relation dalam Pembangunan Pertanian” yang
diselenggaran oleh Program Pascasarjana PS. KMP-IPB di Bogor, 19 April 2001.
2) Guru Besar Institut Pertanian Bogor.
2
Untuk memecahkan masalah ekonomi yang begitu kompleks, Indonesia memerlukan
penajaman (focusing) strategi pembangunan ekonomi yang diharapkan mampu memberi
solusi atas persoalan yang ada, tanpa menimbulkan persoalan baru. Oleh karena itu, strategi
yang dipilih hendaknya memiliki karakteristik (attributes) sebagai berikut: Pertama, strategi
yang dipilih haruslah memiliki jangkauan kemampuan memecahkan masalah ekonomi yang
luas sedemikian rupa, sehingga sekali strategi yang bersangkutan diimplementasikan,
sebagian besar persoalan ekonomi dapat terselesaikan; Kedua, strategi yang dipilih untuk
diimplementasikan tidak mengharuskan penggunaan pembiayaan eksternal (pinjaman luar
negeri dan impor) yang terlalu besar, sehingga tidak menambah utang luar negeri yang telah
besar saat ini; Ketiga, strategi yang dipilih hendaknya tidak dimulai dari nol, melainkan dapat
memanfaatkan hasil-hasil pembangunan sebelumnya, sehingga selain tidak menimbulkan
kegamangan di dalam masyarakat, juga hasil-hasil pembangunan sebelumnya tidak menjadi
sia-sia; Keempat, strategi yang dipilih untuk diimplementasikan mampu membawa
perekonomian Indonesia ke masa depan yang lebih cerah, di mana Indonesia mampu menjadi
saling sinergis (interdepency economy) dengan perekonoian dunia dan bukan perekonomian
yang tergantung (dependency economy) pada negara lain.
Di antara pilihan-pilihan strategi pembangunan ekonomi yang ada, strategi
pembangunan yang memenuhi karakteristik di atas adalah pembangunan agribisnis
(Agribusiness Led Development) yakni suatu strategi pembangunan ekonomi yang
mengintegrasikan pembangunan pertanian (termasuk perkebunan, peternakan, perikanan,
kehutanan) dengan pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa
yang terkait di dalamnya.
Strategi pembangunan sistem agribisnis yang bercirikan yakni berbasis pada
pemberdayagunaan keragaman sumberdaya yang ada di setiap daerah (domestic resources
based), akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia yang kita miliki, tidak
mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, berorientasi ekspor (selain
memanfaatkan pasar domestik), diperkirakan mampu memecahkan sebagian besar
permasalahan perekonomian yang ada. Selain itu, strategi pembangunan sistem agribisnis
yang secara bertahap akan bergerak dari pembangunan yang mengandalkan sumberdaya alam
dan SDM belum terampil (factor driven), kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis
yang digerakkan oleh barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital driven) dan
kemudian beralih kepada pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu mengantarkan
perekonomian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam perekonomian dunia.
3
PROSPEK PEMBANGUNAN SISTEM AGRIBISNIS
Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan
pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis,
dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem
agribisnis. Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pembangunan sistem agribisnis di Indonesia telah menjadi keputusan
politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat
dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan
komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain
adalah pembangunan sistem agribsinis.
Kedua, pembangunan sistem agribisnis juga searah dengan amanat konstitusi yakni
No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan
Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat
pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap
daerah, yang tidak lain adalah sumberdaya di bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini
hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan
tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh
agribinsis. Karena itu, pembangunan sistem agribisnis identik dengan pembangunan ekonomi
daerah.
Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam
agribisnis. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang
terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat yang bersahabat untuk
agribisnis. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk
agribisnis yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki
sumberdaya manusia (SDM) agribisnis, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom,
indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap untuk
membangun sistem agribisnis.
Keempat, pembangunan sistem agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik
(domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan
eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke
depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar negeri
Indonesia yang sudah terlalu besar.
4
Kelima, dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin
mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak
mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang,
Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk
yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju
kurang memiliki keunggulan pada produk-produk yang bersangkutan. Produk yang mungkin
Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produk-produk agribisnis, seperti barangbarang
dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang
menghasilkan mobil, tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel),
palmoil-lubricant.
Namun dari segi potensi pasar (demandside), pengembangan sistem agribisnis di
Indonesia juga prospektif dengan alasan-alasan berikut ini.
Pengeluaran terbesar penduduk dunia adalah untuk barang-barang pangan (makanan,
minuman), sandang (pakaian), papan (bahan bangunan dari kayu, kertas), energi serta produk
farmasi dan kosmetika. Kelima kelompok produk tersebut merupakan kebutuhan dasar bagi
masyarakat dunia. Sebagian besar dari kelompok produk tersebut dihasilkan dari agribisnis.
Bahkan melihat kecenderungan perubahan di masa depan, agribisnis merupakan satu-satunya
harapan untuk menyediakan kelima kelompok produk tersebut.
Di bidang pangan, kemampuan negara-negara maju untuk menghasilkan bahan pangan
makin terbatas, baik karena kelangkaan lahan maupun karena kalah bersaing dengan produkproduk
non agribisnis. Hasil penelitian FAO mengungkapkan bahwa pertumbuhan produksi
bahan pangan dunia ke depan akan mengalami penurunan. Pada periode tahun 1970-1990,
pertumbuhan pangan dunia masih mampu mencapai 2,3 persen per tahun, pada periode 1990-
2010 pertumbuhan pangan dunia akan turun menjadi 1,8 persen per tahun.
Penurunan produk pangan dunia akan lebih cepat terjadi pada produksi bahan pangan
ikan dan daging sapi. Dari 17 wilayah penangkapan ikan dunia saat ini, hanya tiga wilayah
penangkapan ikan (termasuk perairan Indonesia) yang masih dapat dieksploitasi (under
fishing), sedangkan wilayah lainnya sudah over fishing. Kemudian, penurunan produksi
daging sapi dunia akan terjadi terutama akibat munculnya penyakit sapi gila, penyakit mulut
dan kuku, antraks di daratan Eropa akhir-akhir ini. Perlu dicatat bahwa hanya lima negara
yakni, USA, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Indonesia yang diakui dunia sebagai
negara yang bebas penyakit hewan berbahaya (yang berarti hanya negara tersebut bebas
mengekspor ke negara lain).
5
Kecenderungan situasi pangan dunia masa depan tersebut memberi peluang bagi
agribisnis Indonesia. Indonesia yang masih memiliki ruang gerak luas dalam pengembangan
agribisnis bahan pangan berkesempatan untuk memperbesar pangsanya di pasar internasional.
Di bidang barang-barang serat (tekstil, barang-barang karet, kertas, bahan bangunan
dan kayu) sedang terjadi beberapa perubahan yang makin menguntungkan Indonesia ke
depan. Makin meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kelestarian
lingkungan hidup telah mendorong masyarakat dunia mengkonsumsi barang-barang yang
bersifat bio-degradable. Hal ini akan menggeser penggunaan produk petro-fiber baik dalam
industri tekstil maupun dalam industri barang-barang dari karet. Penggunaan karet sintetis
yang kini mencapai 60 persen dalam industri barang-barang karet dunia akan beralih pada
penggunaan karet alam. Demikian juga penggunaan petro-fiber yang mendominansi berbagai
bahan baku benang industri tekstil dunia, akan digantikan oleh bio-fiber (serat tanaman)
seperti rayon. Sementara itu, produk kertas dunia juga sedang bergeser dari dominansi negaranegara
Skandinavia ke negara tropis termasuk Indonesia yang secara alamiah paling efisien
memproduksi serat alam. Kecenderungan pasar serat dunia yang demikian akan memberi
peluang bagi Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi serat alam.
Di bidang energi dunia juga sedang terjadi perubahan yang fundamental. Selama ini
sumber energi utama dunia adalah dari sumberdaya mineral (petroleum). Namun cadangan
minyak dunia makin tipis, bahkan menurut OECD Outlook 2001, persediaan minyak dunia
tahun 2001 berada pada titik terendah. Sementara alternatif energi seperti energi nuklir
terbukti beresiko tinggi (kasus Rusia, Jepang). Hal ini memicu harga minyak dunia meningkat
menjadi US$ 25-30/barel. Kelangkaan energi dunia ini memberi kesempatan untuk
mengembangkan bio-energi seperti palmoil-diesel (dari minyak sawit), ethanol (dari tebu).
Hal ini memberi prospek baru bagi Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit
terbesar di dunia.
Kelangkaan petro-energi tersebut juga akan berdampak pada industri-industri yang
berbasis pada petro kimia, seperti pupuk, pestisida, detergent, dll. Industri petro-pesticida
akan bergeser kepada bio-pesticide, industri petro-detergent akan beralih pada bio-detergent
dan industri petro-fertilizer akan beralih kepada bio-fertilizer. Perubahan ini juga membuka
peluang bagi negara-negara agribisnis seperti Indonesia.
Kemudian dalam bidang farmasi dan kosmetika juga sedang terjadi proses perubahan
yang makin menguntungkan negara-negara agribisnis seperti Indonesa. Makin meningkat
kebutuhan hidup akan kebugaran (fittness), hidup sehat dan cantik, akan meningkatkan
permintaan akan produk-produk farmasi, toiletries (sabun kecantikan; shampo, detergent,
6
odol, dll). Indonesia yang memiliki kekayaan keragaman biofarmaka terbesar seperti tanaman,
obat-obatan, tanaman minyak atsiri dan penghasil minyak olein (minyak sawit, minyak
kelapa) berkecenderungan untuk menjadi satu global player pada industri bio-farmasi dan
kosmetika.
Selain itu, pasar domestik Indonesia juga sangat besar bagi produk-produk agribisnis.
Konsumsi produk agribisnis masyarakat Indonesia masih tergolong terendah di dunia, kecuali
konsumsi beras. Karena itu, pasar produk agribisnis di Indonesia masih akan terus bertumbuh
setidak-tidaknya sampai 20 tahun ke depan. Dengan jumlah penduduk keempat terbesar di
dunia, dan disertai dengan peningkatan pendapatan (setelah keluar dari krisis), pasar domestik
Indonesia untuk produk-produk agribisnis akan bertumbuh dan dengan market size yang
cukup besar.
PEMBANGUNAN SISTEM AGRIBISNIS
Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim
serta menghadapi tantangan (Otonomi Daerah, Liberalisasi Perdagangan, perubahan pasar
internasional lainnya) ke depan, pemerintah (Departemen Pertanian beserta Departemen
terkait) sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing (Competitiveness), berkerakyatan (People-Driven), Berkelanjutan (Sustainable) dan
terdesentraliasi (Decentralized).
Berbeda dengan pembangunan di masa lalu, di mana pembangunan pertanian dengan
pembangunan industri dan jasa berjalan sendiri-sendiri, bahkan cenderung saling terlepas
(decoupling), di masa yang akan datang pemerintah akan mengembangkannya secara sinergis
melalui pembangunan sistem agribisnis yang mencakup empat subsistem sebagai berikut: (1)
Sub-sistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yakni industri-industri yang
menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian, seperti industri perbenihan/pembibitan,
tanaman, ternak, ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak./ikan), industri
alat dan mesin pertanian (agro-otomotif); (2) Sub-sistem pertanian primer (on-farm
agribusiness), yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer
(usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan (biofarmaka),
usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan); (3)
Sub-sistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah
komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industri makanan./minuman, industri pakan,
industri barang-barang serat alam, industri farmasi, industri bio-energi dll; dan (4) Sub-sistem
penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness) seperti perkreditan, transportasi dan
7
pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM, dan kebijakan ekonomi (lihat Davis and Golberg,
1957; Downey and Steven, 1987; Saragih, 1998).
Dengan lingkup pembangunan sistem agribisnis tersebut, maka pembangunan industri,
pertanian dan jasa saling memperkuat dan konvergen pada produksi produk-produk agribisnis
yang dibutuhkan pasar.
Pada sistem agribisnis pelakunya adalah usaha-usaha agribisnis (firm) yakni usahatani
keluarga, usaha kelompok, usaha kecil, usaha menengah, usaha koperasi dan usaha korporasi,
baik pada sub-sistem agribisnis hilir, sub-sistem on farm, sub-sistem agribisnis hulu maupun
pada sub-sistem penyedia jasa bagi agribisnis. Karena itu, pemerintah sedang dan akan
menumbuh-kembangkan dan memperkuat usaha-usaha agribisnis tersebut melalui berbagai
instrumen kebijakan yang dimiliki. Pemerintah bukan lagi eksekutor, tetapi berperan sebagai
fasilitator, regulator dan promotor pembangunan sistem dan usaha agribisnis.
Sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing. Hal ini dicirikan antara lain oleh efisiensi yang tinggi, mampu
merespon perubahan pasar secara cepat dan efisien, menghasilkan produk bernilai tambah
tinggi, menggunakan inovasi teknologi sebagai sumber pertumbuhan produktivitas dan nilai
tambah. Karena itu, dalam upaya mendayagunakan keunggulan komparatif sebagai negara
agraris dan maritim menjadi keunggulan bersaing, pembangunan sistem dan usaha agribisnis
akan dipercepat bergeser dari yang mengandalkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
(SDM) belum terampil (factor-driven) kepada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang
mengandalkan barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital-driven), dan kemudian
pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan SDM terampil (inovation-driven). Untuk itulah pembangunan industri hulu dan
hilir pertanian, pengembangan Litbang dan pendidikan SDM diintegrasikan dengan
pembangunan pertanian.
Tidak saja berdaya saing, sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan
pemerintah adalah juga berkerakyatan. Hal ini dicirikan oleh pelibatan rakyat banyak dalam
sistem dan usaha agribisnis, berlandaskan pada sumber daya yang dimiliki dan atau dikuasai
rakyat banyak (dari rakyat) baik sumberdaya alam, sumberdaya teknologi (indegenous
technologies), kearifan lokal (local widom), budaya ekonomi lokal (local culture, capital
social) dan menjadikan organisasi ekonomi rakyat banyak menjadi pelaku utama agribisnis
(oleh rakyat). Karena itu, pengembangan budaya berusaha dan jaringan usaha (community
corporate culture) dengan menghibridisasi budaya lokal dengan budaya perusahaan modern
8
sedang dipromosikan pemerintah. Dengan begitu hasil pembangunan sistem dan usaha
agribisnis akan secara nyata dinikmati rakyat banyak di setiap daerah (untuk rakyat).
Sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan pemerintah bukan hanya
berdaya saing dan berkerakyatan, tetapi juga berkelanjutan, baik dari segi ekonomi, teknologi
maupun dari segi ekologis. Dari segi ekonomi, pembangunan sistem dan usaha agribisnis
yang berakar kokoh pada sumberdaya dan organisasi ekonomi lokal dan dengan menjadikan
inovasi teknologi dan kreativitas (skill) rakyat banyak sebagai sumber pertumbuhan, akan
menghasilkan sistem dan usaha agribisnis yang berkelanjutan. Selain itu, teknologi yang
dikembangkan ke depan akan diupayakan teknologi ramah lingkungan (green technology).
Demikian juga pelestarian sumberdaya alam khususnya keragaman hayati merupakan bagian
dari pembangunan sistem agribisnis yakni bagian dari pengembangan industri
perbenihan/pembibitan. Dengan begitu, pembangunan sistem dan usaha agribisnis tidak hanya
untuk kepentingan jangka pendek, tetapi juga kepentingan jangka panjang.
Sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan
tersebut, dilaksanakan secara terdesentralisasi. Pembangunan sistem dan usaha agribisnis ke
depan berbeda dengan masa lalu yang sangat sentralistik dan top-down (state driven). Ke
depan, pembangunan sistem dan usaha agribisnis akan dilakukan secara terdesentralisasi dan
lebih mengedepankan kreativitas pelaku agribisnis daerah (people-driven). Hal ini bukan
sekedar tuntutan UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, melainkan juga
karena kebutuhan objektif dari pembangunan agribisnis yang pada dasarnya berbasis pada
pendayagunaan sumber daya keragaman agribisnis baik intra maupun inter daerah.
Dalam kaitan dengan desentralisasi pembangunan sistem dan usaha agribisnis ini, saat
ini sedang dilakukan pembagian peranan antara pemerintah pusat dan daerah dalam bidang
tugas dan tanggung jawab yang menjadi wewenang pemerintah. Prinsipnya adalah sebagai
berikut. Semaksimal mungkin pembangunan sistem dan usaha agribisnis haruslah
dilaksanakan oleh pelaku agribisnis di setiap daerah. Hanya bidang-bidang tertentu yakni
yang tidak dapat dilakukan oleh pelaku agribisnis yang menjadi tanggung jawab pemerintah
(pusat dan daerah). Hal-hal yang tidak dapat ditangani pelaku agribisnis pada wilayah
Kabupaten/Kodya menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi. Kemudian, hal-hal yang
menyangkut kepentingan dua atau lebih propinsi serta kepentingan nasional menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat. Dengan pembagian peranan antara pelaku agribisnis dengan peranan
pemerintah kabupaten, pemerintah propinsi, dan pemerintah pusat yang demikian akan
terjalin suatu sinergis dan secara konvergen menyumbang pada terwujudnya satu sistem
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan setiap daerah.
9
PERANAN PUBLIC RELATION DALAM PEMBANGUNAN AGRIBISNIS
Membangun sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan
berkelanjutan dan terdesentraslitik merupakan tanggung jawab seluruh stake-holder
agribisnis, sesuai dengan peranan masing-masing. Dunia usaha merupakan pelaku utama dari
pembangunan agribisnis, pemerintah berperan sebagai fasilitator , regulator dan promotor
pembangunan agribisnis, peneliti berperan dalam pengembangan teknologi, pendidikan
berperan dalam peningkatan sumberdaya manusia. Sedangkan profesi public relation
(Humas=Hubungan Masyarakat) berperan dalam membangun public good image baik bagi
pembangunan agribisnis maupun bagi perusahaan dan produk agribisnis. Orkestra yang
harmonis dari seluruh stake-holder agribisnis tersebutlah yang menjadi penggerak
pembangunan sistem agribisnis.
Khusus tentang peranan public ralation (PR) dalam pembangunan sistem dan usaha
agribisnis di Indonesia sampai saat ini masih belum berkembang. Padahal fungsi-fungsi PR
sangat dibutuhkan dalam pembangunan sistem agribisnis, mulai dari tingkat makro sampai
pada tingkat mikro.
Pada tingkat makro, peranan PR dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis
diharapkan dapat membangun good-image tentang pentingnya pembangunan agribisnis dalam
pembangunan ekonomi nasional. Hal ini penting mengingat selama ini bekembang anggapan
yang merugikan pembangunan agribisnis yakni anggarpan bahwa perekonomian modern tidak
mungkin dibangun dengan mengandalkan pertanian. Kalau anggapan ini terus berkemvbang
khususnya pada pengambil keputusan pembangunan, maka sulit kita untuk memobilsasi
sumberdaya bagi pembangunan agribisnis.
Selain itu, PR sebagai kegiatan opinion-maker (Onong Uchjana Effendi. 1993;
Soekarno, 1996; Colin Coulson-Thomson. 1999), juga diperlukan untuk memasyarakatkan
paradigma baru yakni membagun sistem agribisnis merupakan suatu strategi pembangunan
ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan pertanian, industri, dan jasa. Sosialisasi
paradigma seperti ini sangat penting karena peradigma pembangunan yang berkembang
selama ini adalah pembangunan ekonomi harus secerpat mungkin beralih dari pertanian ke
industri dan kemudian ke sektor jasa, sehingga semakin menurun kontribusi pertanian dalam
pendapatan nasional (tanpa memperdulikan jumlah penduduk yang terlibat di dalamnya)
dianggap sebagai kemajuan ekonomi.
Bila paradigma pembangunan yang demikian terus berkembang atau tidak berhasil
kita rubah, maka para pengambil kebijakan ekonomi akan sulit diharapkan untuk mendesain
kebijakan ekonomi yang bersahabat dengan agribisnis.
10
Masih pada level makro ini, PR agribisnis ke depan hendaknya secara pro-aktif untuk
membangun good-image masyarakat internasional tentang kelebihan-kelebihan dari produk
agribisnis tropis. Sebagai contoh telah berulang kali ASA (American Soybean Asociation)
menuduh minyak sawit kita sebagai produk yang tidak sehat dan merusak lingkungan.
Padahal perkebunan kelapa sawit dapat dipandang sebagai “Perkebunan Korban” yang
menyerap lebih banyak CO2 (penyebab pemanasan iklim dunia) dibandingkan dengan
minyak nabati lain. Selain itu, produk minyak sawit juga terbukti tidak mengandung
kolesterol sebagaimana minyak nabati lainnya.
Bentuk-bentuk pelecehan terhadap agribisnis tropis seperti itu diperkirakan akan
semakin gencar di masa yang akan datang, sebagai bentuk hambatan baru perdagangan.
Karena itu, PR agribisnis Indonesia baru secara pro-aktif harus terus-menerus membangun
global good image agribisnis Indonesia. Sedangkan untuk tujuan itu, PR agribisnis Indonesia
harus berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah sehingga tidak sekedar retorika orator saja, tetapi
didukung bukti empiris. Karenanya, PR yang diharapkan ke depan hendaknya scientic PR
(SPR) agribisnis, yang mengedepankan informasi-informasi ilmiah atau didasari oleh kajian
empiris.
Pada akhirnya peranan SPR tersebut akan operasional pada level operasional
(perusahaan agribisnis). Peranan SPR agribisnis pada perusahaan agribisnis, diperkirakan
makin penting mengingat semakin pendeknya siklus produk (life cycle product) akibat makin
intensifnya inovasi teknologi. Biasanya suatu produk baru tidak langsung dapat diterima oleh
masyarakat karena terbatasnya informasi produk baru yang bersangkutan diterima oleh
masyarakat. Di sini peranan SPR agribisnis diperlukan yakni mendeseminasi atribut-atribut
produk yang bersangkutan kepada konsumen.
Bagaimana setting dan metode kerja SPR agribisnis ini, sampai saat ini memang
belum jelas. Oleh karena itu Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Institut
Pertanian Bogor (PS-KMP IPB) ini perlu mengembangkan konsep SPR agribisnis ke depan.
Diharapkan seminar hari ini dapat menjadi langkah pertama menghimpun pemikiran dalam
pengembangan SPR agriubisnis ke depan.
PENUTUP
Kekeliruan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi
berkepanjangan dengan berbagai eksesnya, mengharuskan Indonesia memilih strategi
pembangunan ekonomi alternatif. Dari beberapa strategi yang ada dan memenuhi beberapa
karakteristik adalah pembangunan agribisnis, yakni suatu strategi pembangunan ekonomi
11
yang mengintegrasikan pembangunan pertanian (termasuk perkebunan, peternakan,
perikanan, kehutanan) dengan pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektorsektor
jasa yang terkait di dalamnya.
Strategi pembangunan sistem agribisnis yang bercirikan yakni berbasis pada
pemberdayagunaan keragaman sumberdaya yang ada di setiap daerah (domestic resources
based), akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia yang kita miliki, tidak
mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, berorientasi ekspor diperkirakan
mampu memecahkan sebagian besar permasalahan perekonomian yang ada. Selain itu,
strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap akan bergerak dinamis menuju
pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil
(innovation-driven), diyakini mampu mengantarkan perekonomian Indonesia memiliki daya
saing dan bersinergis dalam perekonomian dunia.
Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan
pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis,
dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem
agribisnis.
Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim
serta menghadapi tantangan (Otonomi Daerah, Liberalisasi Perdagangan, perubahan pasar
internasional lainnya) ke depan, pemerintah (Departemen Pertanian beserta Departemen
terkait) sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing (Competitiveness), berkerakyatan (People-Driven), Berkelanjutan (Sustainable) dan
terdesentraliasi (Decentralized).
Membangun sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan
berkelanjutan dan terdesentraslitik merupakan tanggung jawab seluruh stake-holder
agribisnis, sesuai dengan peranan masing-masing. Profesi public relation sebagai salah satu
pelaku agribisnis berperan dalam membangun public good image baik bagi pembangunan
agribisnis maupun bagi perusahaan dan produk agribisnis. Pada tingkat makro, peranan PR
dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis diharapkan dapat membangun good-image
tentang pentingnya pembangunan agribisnis dalam pembangunan ekonomi nasional.
12
DAFTAR PUSTAKA
Colin Coulson-Thomson. 1999. ‘Public Relations, Pedoman Praktis Untuk PR’ (Terjemahan).
Bumi Aksara, Jakarta.
Davis, H.J. and R.A. Golberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard Graduate
School of Business Administration. Boston, Massachusets.
Downey, W. David and Steven, P. Erickson. 1987. ‘Agribusiness Management’. Mc Graw-
Hill Book Company, New York, Second Edition.
Onong Uchjana Effendi. 1993. ‘Human Raltions and Public Relations’. Penerbit Mandar
Maju, Bandung.
Saragih, Bungaran. 1998. “Kumpulan Pemikiran Agribisnis: Paradigma Baru
Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian”. Yayasan Persada Mulia Indonesia.
Soekarno, SD. 1996. ‘Public Relations, Pengertian Fungsi dan Peranannya’. Penerbit CV.
Papiries, Surabaya.