Manusia Tissu.


Senja itu, ketika kita datang berdua dan duduk melihat lalu lalang lalu tintas, pertama yang kau ambil adalah selembar tissu. Kau usap wajahmu, padahal tak berkeringat sedikit pun. Senja itu sedikit mendung.

Aku baru pertama kali mengunjungi tempat itu. Ternyata menyenangkan menjadi sepasang orang yang mengawasi orang lain, ya. mereka yang ada di bawah kita. Mereka yang menaiki motor, mobil, sepeda, berjalan kaki, bahkan yang mampir di rumah makan padang seberang jalan. Lagi-lagi kau mengambil tissu untuk memulai percakapan kita.

Menceritakan tentang masa lalu, hal-lah yang pernah kita lewati, kekonyolan dan berbagi sedikit rahasia tentang masa lalu yang tak terduga. Ternyata di balik kaca matamu aku melihat kecerdasan yang luar biasa. Sebuah pemikiran yang sedikit pun tak pernah sekedar lewat dalam otakmu. Sosokmu yang kalem itu malah mengejutkan. Tentang sesuatu yang meletup-letup.

Setiap orang memang mempunyai rahasia, kamu membaginya sedikit denganku. Aku juga membagi sedikit untukmu. Ya, sekarang itu adalah rahasia kita berdua. Tentang wanita yang tak terduga pernah dekat denganmu dan ya, mungkin beberapa laki-laki yang dekat denganku. Memang, tak habis bicara cinta. Ditemani angka 13, kita bercerita dari sebelum maghrib hingga jam 8 malam. Mungkin tukang jualannya sampai bosan melihat kita. Ah, siapa perduli.

Tapi masih satu yang lupa belum kusampaikan padamu. Tentang perkataanmu dulu bahwa Rama adalah ksatria. Siapa bilang? Kamu harus membaca versi yang lain. Cerita Ramayana itu tidak hanya sampai Shinta yang dibakar tapi tidak mati. Mereka akhirnya kembali ke kerajaan. Namun ternyata para rakyat tidak percaya kalau Shinta benar-benar masih suci dan Rama terhasut. Memang, Rama sangat mencintai Shinta, tapi jauh di dalam hatinya ia juga tak ada percaya. Shinta di asingkan. Kamu tahu? Saat itu Shinta sedang mengandung bayi kembar Rama. Ah, sampai di sini saja aku bercerita.
Intinya, cinta tanpa didasari percaya itu menjadi sia-sia. Seperti Shinta yang rela ditelan bumi demi sumpahnya. Yang ada? Rama menyesal. Kepercayaan itu memang sangat penting. Oh ya, kamu percaya aku?

Setelah itu, entah berapa tissu lagi yang kau ambil.
Aku menanti kita bertemu lagi, mengkin di tempat berbeda, manusia tissu(ku).