Jakarta (Pinmas)—Mendatangi paranormal seperti untuk menyelesaikan persoalan sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian masyarakat kita, termasuk kalangan artis, pejabat dan pengusaha. Wakil Menteri Agama Prof Dr Nasaruddin Umar menilai perbuatan itu sebagai sesuatu yang mubazir, bahkan bisa mengarah pada menyekutukan Tuhan Yang Maha Esa
“Saya melihat perbuatan itu mubazir, kenapa gak datang ke Tuhan. Paranormal kan makhluk Allah,” kata Nasaruddin Umar kepada wartawan usai memberi pengajian di Masjid Sunda Kelapa Jakarta, Senin (8/4) malam.
Menurut Wamen, perbuatan seseorang yang datang minta tolong kepada paranormal seperti dukun berarti dia meragukan Allah sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha Penolong. “Tapi kalau yang dimaksud paranormal itu sebagai pencerah, kiai, guru atau mursyid itu positif,” ujar Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) ini. Ia mengakui sejauh ini belum memperoleh definisi paranormal yang tepat. “Sampai saat ini macam-macam definisi paranormal di media. Bisa berarti dukun, bisa berarti orang yang mendapat mukasyafah atau penyingkapan,” ujar Nasaruddin.
“Black magic tidak boleh, santet haram, sihir haram. Tapi tawasul boleh,” ujarnya lagi. Menurut dia, jangan sampai kiai diklaim sebagai paranormal seperti dukun. Begitu pula jangan sampai ahli maksiat disejajarkan dengan kiai.
Sejumlah kalangan, menyebutkan paranormal adalah mereka yang mempunyai ilmu metafisika, atau dalam bahasa keseharian yang akrab di telinga masyarakat adalah ilmu gaib. Dengan kemampuan ilmu metafisika itu kemudian yang paranormal mampu mengerjakan sesuatu yang ada di alam lain di mana mata kebanyakan manusia tidak mampu menjangkaunya.
Paranormal yang dalam bahasa Yunani disebut, “para” di luar atau melampaui dan disambungkan dengan kata “normal”. Dari arti katanya saja kita bisa mengartikan bahwa orang-orang yang disebut paranormal itu mereka yang bisa melakukan diluar hal normal yang juga melampaui dari hal-hal yang pada umumnya normal. Secara keseluruhan, paranormal adalah untuk digunakan fenomena yang terjadi yang melibatkan jiwa atau pikiran, namun selalu tidak dapat diterangkan dengan logika serta prinsip fisika.
Di antara hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah bahwa para tukang sihir dan dukun itu mempermainkan akidah umat Islam, di mana mereka menampakkan diri seakan-akan sebagai tabib, sehingga mereka memerintah-kan kepada orang yang sakit agar menyembelih kurban untuk selain Allah. Misalnya agar menyembelih kambing atau ayam dengan ciri-ciri tertentu. Atau menuliskan untuk mereka tulisan mantra-mantra syirik dan permohonan perlindungan syaithaniyah dalam bentuk bungkusan yang dikalungkan di leher mereka atau diletakkan di laci atau rumah mereka.
“Kalau yang dimaksud paranormal itu seperti minta-minta kepada dukun itu bisa musyrik, bisa cacat akidah kita. Jangan ada pernah ada anggapan ada kekuatan selain Allah,” tandas Nasaruddin.
Tapi lanjut dia, apabila kita tawasul kepada nabi, minta tolong kepada kiai yang kerjanya dzikir ibadah untuk mendoakan kepada Allah itu tidak apa. Jadi mencampur aduk antara kiai dengan dukun santet itu gak bisa. “Karena itu saya menunggu definisi paranormal yang tepat., karena jika tidak bisa memvonis menjadi sesuatu yang jahat menjadi baik, yang baik menjadi jahat,” paparnya.
Sumber : marhenyantoz
“Saya melihat perbuatan itu mubazir, kenapa gak datang ke Tuhan. Paranormal kan makhluk Allah,” kata Nasaruddin Umar kepada wartawan usai memberi pengajian di Masjid Sunda Kelapa Jakarta, Senin (8/4) malam.
Menurut Wamen, perbuatan seseorang yang datang minta tolong kepada paranormal seperti dukun berarti dia meragukan Allah sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha Penolong. “Tapi kalau yang dimaksud paranormal itu sebagai pencerah, kiai, guru atau mursyid itu positif,” ujar Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) ini. Ia mengakui sejauh ini belum memperoleh definisi paranormal yang tepat. “Sampai saat ini macam-macam definisi paranormal di media. Bisa berarti dukun, bisa berarti orang yang mendapat mukasyafah atau penyingkapan,” ujar Nasaruddin.
“Black magic tidak boleh, santet haram, sihir haram. Tapi tawasul boleh,” ujarnya lagi. Menurut dia, jangan sampai kiai diklaim sebagai paranormal seperti dukun. Begitu pula jangan sampai ahli maksiat disejajarkan dengan kiai.
Sejumlah kalangan, menyebutkan paranormal adalah mereka yang mempunyai ilmu metafisika, atau dalam bahasa keseharian yang akrab di telinga masyarakat adalah ilmu gaib. Dengan kemampuan ilmu metafisika itu kemudian yang paranormal mampu mengerjakan sesuatu yang ada di alam lain di mana mata kebanyakan manusia tidak mampu menjangkaunya.
Paranormal yang dalam bahasa Yunani disebut, “para” di luar atau melampaui dan disambungkan dengan kata “normal”. Dari arti katanya saja kita bisa mengartikan bahwa orang-orang yang disebut paranormal itu mereka yang bisa melakukan diluar hal normal yang juga melampaui dari hal-hal yang pada umumnya normal. Secara keseluruhan, paranormal adalah untuk digunakan fenomena yang terjadi yang melibatkan jiwa atau pikiran, namun selalu tidak dapat diterangkan dengan logika serta prinsip fisika.
Di antara hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah bahwa para tukang sihir dan dukun itu mempermainkan akidah umat Islam, di mana mereka menampakkan diri seakan-akan sebagai tabib, sehingga mereka memerintah-kan kepada orang yang sakit agar menyembelih kurban untuk selain Allah. Misalnya agar menyembelih kambing atau ayam dengan ciri-ciri tertentu. Atau menuliskan untuk mereka tulisan mantra-mantra syirik dan permohonan perlindungan syaithaniyah dalam bentuk bungkusan yang dikalungkan di leher mereka atau diletakkan di laci atau rumah mereka.
“Kalau yang dimaksud paranormal itu seperti minta-minta kepada dukun itu bisa musyrik, bisa cacat akidah kita. Jangan ada pernah ada anggapan ada kekuatan selain Allah,” tandas Nasaruddin.
Tapi lanjut dia, apabila kita tawasul kepada nabi, minta tolong kepada kiai yang kerjanya dzikir ibadah untuk mendoakan kepada Allah itu tidak apa. Jadi mencampur aduk antara kiai dengan dukun santet itu gak bisa. “Karena itu saya menunggu definisi paranormal yang tepat., karena jika tidak bisa memvonis menjadi sesuatu yang jahat menjadi baik, yang baik menjadi jahat,” paparnya.
Sumber : marhenyantoz