Ke-tidak-ada-an



“Ini semacam de javu ya, bulan November lalu.”

“Iya.”

“Kita sudah selesai makan, selanjutnya apa yang akan kita bicarakan, bukankah kamu yang mengharap pertemuan ini?”

“Ya, sepertinya sudah terlalu lama kita tidak berbincang seperti ini.”

“Mengapa murung dan sedih bicaramu? Ayo lah, aku yakin yang kita bicarakan beberapa menit ke depan bukan sesuatu yang menggembirakan. Biasa saja kita bercerita, ya seperti biasanya. Toh aku juga tak apa-apa. Aku baik-baik saja. Sungguh. Tersenyumlah.”

“Kamu tahu apa yang akan aku katakan?”

“Ha ha ha, mungkin. Aku memenuhi pintamu datang hari ini. Aku janji, tak akan binggung dan lama sekali memutuskan jawaban seperti beberapa bulan lalu. Seperti manusia usia 17 yang terperangkap dalam tubuh 21. Bicaralah.”

“Aku sedang ingin menyendiri.”

“Ya, aku sepakat. Bukankah kita sudah lama mengalami kesendirian masing-masing? Aku tahu kemarin itu semacam simulasi menarik kembali atau melepaskan. Jika itu ya terbaik ya aku nurut. Kamu dulu memintaku dengan baik-baik, kemudian semua kusampaikan pada orang yang kau suruhkan. Dan sekarang aku juga menerimanya secara baik-baik dan akan kembali menyampaikan baik-baik. Aku sudah bilang, aku hanya menurutimu, maumu seperti apa? Aku baikkan? Ha ha ha, jarang-jarang ada orang sepertiku ini. Pokoknya tidak ada duanya.”

“Benarkah?”

“Siapapun nanti yang ada di sampingmu, mungkin parasnya lebih indah, lebih dari pada diriku, jauuuh mungkin. Tapi yang mempunyai sifat sepertiku tak ada, yang mau didiamkan lama tak ada, yang selalu menurut tak ada, yang dibentak-bentak selalu memaafkan tak ada dan yang sesederhana aku, yang selalu menerima seperti aku tak kan ada kau temui. Aku yakin kamu sudah mempersiapan ke-tidak-ada-aan ku lagi. juga tidak ada lagi yang enggan mendengarkan nasehatmu. Ha ha ha, aku memang sedikit bebal mengenai nasehat. Maaf ya selama ini mungkin banyak salah. Dan terima kasih untuk segalanya yang tak bisa kukatakan satu-satu saking banyaknya.”

Kemudian berbagai nasehat terujar dari mulut dan didengarnya dengan tersenyum, kali ini benar-benar mau mendengarkan nasehat. Mungkin untuk terakhir kalinya. Mungkin saja. Namun ini bukan akhir sebuah hidup. Kemudian dalam senyum itu, ia menyimpan air mata yang menunggu akan keluarkan. Tapi bukan dihadapannya. Bukan,

28 April 2013