Sepasang Roti Perdamaian


Selamat panjang umur ibu, semoga tahun depan dan depan dan depan dan depannya depan lagi ulang tahun. Aku minta kado ya? (gak kebalik?)

Hari ini banyak kehebohan, suasana pagi yang ramai dengan anak-anak kecil merayakan kartinian. Aku di minta ke SMK sebenarnya, tapi enggan. Belum berkepentingan menurutku...

Kemarin sore melihat mata-mata jernih itu. 6 lelaki dan 1 gadis. Maafkan aku datang terlambat ya. Akan aku usahakan setiap jumat, sabtu minggu datang tak terlambat lagi dan bisa bergabung bersama kalian. Semoga besok jumat dengan anak yang lebih banyak lagi.

Aku pernah menawarkan kepadamu agar kita kembali kuliah dan mengambil jurusan Komunikasi. Mengapa? Datangku menemui pintu rumahmu. Dua kali. Dan datangmu menemui pintu rumahku. Sekali. Aku tak tau datangmu untuk apa, mungkin menarik kembali atau menjelaskan tentang sebuah pelepasan. Apapun itu, setidaknya aku mengulur itu sampai dua minggu, mungkin bisa lebih.

Sepasang roti perdamaian. Aku mencantolkan digagang pintu rumahmu, mungkin saja tentangga yang melihat itu merasa keheranan (lelaki pula).  Yah, pikirku jika menitipkannya malah menjadikan beban orang itu. Bisa saja datangmu entah jam berapa dan lelaki itu hendak tidur harus menanti datangmu. Ah itu kedengaran tidak lucu. Atau bahkan kamu pulang paginya? Atau bahkan kamu tak pulang? Semoga saja roti itu mendarat manis dilumatan bibirmu.
Kamu tahu? Wajahmu itu sering menghampiri mimpi-mimpiku. Di lain kesempatan, mimpiku menggambarkan aku sedang membaca pesan darimu. Mengapa selalu ada kamu? Oh ya, jika makan apapun itu, aku menghindari memikirkan kamu, atau sedikit menyinggung kamu. Karena apa? Kedatanganmu itu menggantikan selera makanku. Dan itu menyebalkan ketika aku sedang menikmati. Bukan aku tak menikmati kedatanganmu, aku bisa lebih menikmati lagi jika kau benar-benar datang. Bukan hanya dalam mimpi, bukan hanya dalam angan. Seperti biasa dengan deru motor itu, ketok pintu rumahku, ucap salam, duduk, kemudian merengkuhku. Ya,aku bukan hanya mencintaimu, tapi lebih merindukanmu.

Untuk hari ini yang hendak datang namun memabatalkan, sebenarnya aku sudah menyipakan penyambutan. Kau tau? Bahagianya ibuku. Mungkin karena latar belakang yang hampir sama. Ibu ku baik, apa lagi hari ini sedang ulang tahun, pasti mau menganggapmu anak dan menyayangi tulus. Aku yakin itu, atau malah menjadikanmu sebagai menantu? Ah ya, kalau masalah itu aku tak tahu. Sepertinya ibuku lebih memilah kau dari pada kamu. Padahal hatiku telah terpaut hanya untuk kamu.

Ah, rutinitas yang seperti ini. Mengapa aku tak menikmatinya? Aku masih gamang menyikapi masa depan. Terima kasih yang telah memberikan jalan. Aku tak tahu harus menyikapinya seperti apa. Karena bahagiaku sepertinya dekat dengan kamu, ya walaupun aku juga tak boleh melupakan sebuah kewajiban. Hm, sampai kapan bertahan.