BAB I
PENDAHULUAN
1) Masalah
Setiap anak memerlukan pembinaan dan perlidungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak mengecualikan pelaku tindak pidana anak, kerap disebut sebagai “anak nakal”. Anak yang melakukan tindak pidana, dalam hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 (angka 1) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ialah orang yang telah mencapai 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.
Dalam konteks hukum acara pidana, Sudarto (1980) menegaskan bahwa aktivitas pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat lainnya haruslah mengutamakan kepentingan anak atau melihat kriterium apa yang paling baik untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan tanpa mengurangi perhatian kepada kepentingan masyarakat.
Sementara itu dari perspektif ilmu pemidanaan, Paulus Hadisuprapto (2003) meyakini bahwa penjatuhan pidana terhadap anak nakal (delinkuen) cenderung merugikan perkembangan jiwa anak di masa mendatang. Kecenderungan merugikan ini akibat dari efek penjatuhan pidana terutama pidana penjara, yang berupa stigma (cap jahat). Dikemukakan juga oleh Barda Nawawi Arief (1994, pidana penjara dapat memberikan stigma yang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak melakukan kejahatan lagi. Akibat penerapan stigma bagi anak akan membuat mereka sulit untuk kembali menjadi anak ”baik”.
2) Tujuan
Jadi dalam makalah ini penulis akan menjelaskan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam Penajatuhan Pidana dan Pemidanaan terhadapat anak nakal dan penasehat hokum terhadap Penjatuahanb Pidana Kepada Anak Nakal
BAB II
PENJATUHAN PIDANA KEPADA ANAK NAKAL
1. Pengadilan Anak dan Perlindungan Anak
Telah disebut di muka bahwa undang – undang yang mengatur Pengadilan Anak adalah Undang –undang Nomor 3 Tahun 1997 yang mulai berlaku 3 Januari 1998 atau satu tahun terhitung sejak tanggal diundangkan undang-undang tersebut.
Pengadilan Anak dibentuk memang sebagai upaya pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan social anak secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Oleh karenanya, ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak dilakukan secara khusus. Meskipun demikian, hokum acara yang berlaku (KUHAP) diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang – undang Nomor 3 Tahun 1997 (vide Pasal 40).
Memperhatikan klausul tersebut, pembahasan yang berkaitan dengan acara pengadilan anak yang secara umum sudah diatur KUHAP sedapat mungkin tidak dibahas lagi (lihat uraian muka).
Sehubungan dengan hal itu, paparan berikut menjadi penting untuk disimak.
a. Kedudukan Dan Kewenangan Pengadilan Anak
Pengadilan anak adalah pelaksaan kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Meskipun sebagai pengadilan khusus. Pengadilan anak yang berarti berdiri sendiri. Keberadaan pengadilan anak tetap dalam lingkungan peradilan umum. Hal ini sesuai dengan yang tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yang menegaskan hanya ada 4 lingkungan peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha Negara. Meperhatikan Pasal 2 di atas, idealnya jumlah Peradilan Anak sebanyak jumlah Peradilan Negeri.
Mengenai tugas dan kewenangan peradilan anak (sidang anak) Pasal 3 Undang – undang Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan bahwa anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Pasal 21 menegaskan bahwa siding anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan melesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak nakal.
Pada prinsipnya, tugas dan kewenangan pengadilan anak sama dengan pengadilan perkara pidana lainnya. Meski prinsipnya sama, namun yang tetap harus diperhatikan adalah perlindungan anak merupakan tujuan utama. Anak adalh bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak sebagai bagiandari keluarga, merupakan buah hati, penerus, dan harapan keluarga. Di situlah letak pentingnya pengadilan anak sebagai salah satu sarana bagi perlindungan anak yang terganggu keseimbangan mental dan sosialnya sehingga menjadi anak nakal.
b. Kekhususan Pengadilan Anak
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan anak dilakukan secara khusus, khususnya berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997. Garis besar kekhususan pengadilan Anak, antara lain sebagai berikut:
1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapibelum mencapai umur 18 (delapan belas) tahundan belum pernah kawin (vide Pasal 4 ayat (1))
2) Aparat penegak hokum yang berperan dalam proses peradilan anak yaitu Penyidik adalah Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah Penutut Umum Anak, Hakim Anak (vide Pasal 1 butir 5, 6, dan 7)
3) Hakim, Penuntut Umum. Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam siding anak tidak memakai toga atau pakaian dinas (vide Pasal 6)
4) Untuk melindungi kepentingan anak pada prinsipnya pemeriksaan perkara anak dilakukan dalam siding tertutup. Kecuali dalam hal tertentu dapat dilakukan dalam siding terbuka, misalnya perkara pelanggaran lalu lintas dan pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara (vide Pasal 8 ayat (1) dan (2) beserta penjelasannya).
5) Pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan hanya yang ditntukan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 (vide Pasal 22).
6) Ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana/anak nakal, antara lain sebagai berikut:
a) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (vide Pasal 26 ayat (1))
b) Apabila melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 10 (sepuluh) tahun (vide Pasal 26 ayat (2)).
c) Apabila belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka anak nakal tersebut dijatuhi tindakan berupa “menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja (vide Pasal 26 ayat (3) jo. Pasal 24 ayat (1) huruf b)
d) Apabila belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup maka anak nakal tersebut dujatuhi salah satu tindakan (vide Pasal 26 ayat (4) jo. Pasal 24).
e) Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa (vide Pasal 27 ayat)
f) Pidana denda yang dapat dijatuhkan paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa (vide Pasal 28 ayat (1))
g) Apabila denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja paling lam 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari (vide Pasal 28 ayat (2) dan (3))
h) Pidana bersyarat dapa dijatuhkan oleh Hakim apabila pidana penjara yang dijatuhakan paling lama 2 (dua) tahun (vide pasal 29 ayat (1))
2. Terdakwa dan Tersangka
a. Ketentuan Umur
Dapat dipastikan bahwa terdakwa dalam sidang anak adalah anak nakal. Pengertian anak nakal ini ada dua kelompok yakni anak yang melakukan tindak pidana dan yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 telah merumuskan anak nakal ini (Pasal 1 butir 2) yaitu sebagai berikut:
1) Anak yang melakukan tindak pidana; atau
2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hokum lain yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Salah satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal adalah umur. Dalam hal ini, masalah umur merupakan masalh yang urgen bagi terdakwa untuk dapat diajukan dalam siding anak. Umur dapat berupa umur minimum maupun maksimum.
Masalah umur tentunya juga harus dikaitkan dengan saat melakukan tindak pidana. Sehubungan masalah umur. Pasal 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan sebagai berikut:
1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke sidang anak.
Jelas rumusan di atas, bahwa batas umur anak nakal minimal adalah 8 (delapan) tahun dan maksimal 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum untuk dapat diajukan ke sidang anak adalh umur 18 tahun, asalkan saat melakukan tindak pidana belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Bagaimana apabila tersangka tesebut belum berumur 8 (delapan) tahun? Dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bermasalh dan demi kepentingan/perlindungan anak maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, Pasal 5 menentukan sebagai berikut:
1) Jika anak belum mencapai umur 8 tahun melakukan atau diduga melakukan tindakan pidana maka trhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik.
2) Apabila Penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua,wali, atau orang tua asuhnya maka Penyidik menyerahkan kembali kepada orang tua,wali, atau orang tua asuhnya.
3) Jika Penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dibina oleh orang tua,wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak trsebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan masyarakat.
Pengalaman praktek membuktikan terjadi tindak pidana sering ada unsur penyertaan (deelneming). Dalam hal terjadi anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau bersama-sama dengan anggota ABRI, ditetapkan oleh Pasal 7 sebagai berikut:
1) Anak tetap diajukan ke sidang anak.
2) Orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa.
3) Anggota ABRI diajukan ke Mahkamah Militer.
b. Hak-Hak Tersangka-Terdakwa
Terdapat beberapa hak tersangka atau terdakwa yang bersumber dari peraturan Undang-undang Pengadilan Anak. Hak-hak yang dapat diinventarisasi antara lain sebagai berikut:
1) Hak anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun untuk diserahkan kembali kepada orang tua,wali, atau orang tua asuhnya untuk dibina. Jika tidak dapat dibina oleh orang tua,wali, atau orang tua asuhnya maka diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing masyarakat (vide Pasal 5 ayat (2) dan (3)).
2) Hak untuk tetap diajukan dalam sidang anak, meskipun melakukan tinmdak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau anggota ABRI (vide Pasal 7)
3) Hak diperiksa dalam siding tertutup, kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu dapat dilakukan dalam sidang terbuka (vide Pasal ayat (1) dan (2)).
4) Hak untuk disingkat namanya, nama orang tua,wali, atau orang tua asuhnya, jika dilakukan pengucapan putusan pengadilan (vide Pasal 8 ayat (5)).
5) Hak untuk diperiksa oleh Penyidik dalam suasana kekeluargaan, misalnya penyisik tidak memakai pakaian dinas dan pendekatan yang simpatik (vide Pasal 42 ayat (1)).
6) Hak untuk dirahasiakan selama proses penyidikan (vide Pasal 42 ayat (3)).
7) Rutan, cabang Rutan, atau di tempat tertentu (vide Pasal 44 ayat (6)). Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa (vide Pasal 45 ayat (3)).
8) Hak untuk tetap dipenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan social anak selama ditahan (vide Pasal 45 ayat (4)).
9) Hak mendapatkan bantuan hokum dari seseorang atau lebih Penasihat Hukum sejak ditangkap atau ditahan dan selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemerikasaan (vide Pasal 51 ayat (1)).
10) Hak berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang, apabila ditangkap atau ditahan (vide Pasal 51 ayat (3)).
3. Penyidikan Anak
Ketentuan seputar hokum acara bagi p[engadilan anak bersifat lexpesialis. Demikian juga kiranya, penyidikannya dilakukan oleh Penidik anak. Penyidik adalah Penyidik Anak. Begitu bunyi Pasal 1 butir 5 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
Tugas utama Penyidik Anak yaitu melakukan penyidikan terhadap anak nakal. Pengaturan perihal penyidikan pada pokoknya termasuk dalam pada Pasal 41, 42, 43, 44, dan 45 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang mengatur masalah penangkapan dan penahanan.
a. Kualifikasi Penyidikan Anak
Pasal 41 ayat(1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa penyidik terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Penyidik yang dimaksud di atas dapat dipastikan adalah Penyidik Anak dari lingkungan Penyidik Polri. Pengangkatan atau penetapan sebagai Penyidik Anak oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) atau oleh pejabat lain yang ditunjuk. Mengenai kualifikasi, untuk dapat ditetapokan sebagai Penyidik Anak maka syarat-syarat yang harus dipenuhi (Pasal 41 ayat (2)) adalah:
1) Telah berpengalaman sebagai Penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
2) Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
Rumusan itu tidak mensyaratkan kepangkatan Penydik Anak. Untuk itu, masalah kepangkatan tetap tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983. Dari rumusan itu pula disyaratkan Penyidik yang sudah berpengalaman serta mempunyai perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak. Jelas kualifikasi Penyidik Anak tidak ringan, bagi polisi yang sudah berpengalaman sanagt tepat menjadi Penyidik Anak. Biasanya sifat kodrati keibuan yg luwes, perhatian, dan dapat menyelami jiwa anak tetapi tegas, itulah yg diperlukan.
Berikut dalam Pasal 41 ayat (3) diberikan alternative apabila tidak/belum ada Penyidik Anak sebagaimana perlu, tugas penyidikan tsb dapat dibebankan kepada:
1) Penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa; atau
2) Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku
Maksud Penyidik pada angka 1 (satu) adalah Penyidik Polri pada umumnya, sedangkan angka 2 (dua) adalah Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Dalam konteks ini, penjelasan pasal 41 ayat (3) menegaskan sebagai berikut:
1) Hal tertentu adalah dalam hal belum terdapat Penyidik Anak yang persyaratannya pengangkatannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
2) Maksudnya adalah agar penyidikan tetapo dapat dilaksanankan walaupun di daerah tersebut ada penunjukan Penyidik Anak.
Menelaah rumusan tersebut, secara berurutan yang dapat melakukan penyelidikan anak nakal adalah:
1) Penyidik Anak; atau
2) Penyidik polri pada umumnya (Penyidik bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa); atau
3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
b. Kewajiban Penyidik Anak
Ada kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dijalankan oleh Penyidik Anak khususnya berdasarkan Pasal 42 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, yakni sebagai berikut.
1) Kewajiban memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan, pengertian kekeluargaan dalam suasana kekeluargaan antara lain pada waktu memeriksa tersangka. Penyidik tidak memakai pakaian dinas dan pendekatan yang simpatik (Penjelasan Pasal 42).
2) Kewajiban meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatanm dan bila perlu dapat meminta pertimbanagn atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.
3) Wajib merahasiakan proses penyidikan terhadap perkara anak nakal.
Di luar kewajiban tersebut, Penyidik dalam melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada tersangka dan orang tua,wali, atau orang tua asuh, menganai hak memperoleh bantuan hokum (vide Pasal 51 (2)).
Meski tidak diatur atas pelanggaran kewajiban, Penyidik tetap harus meningkatkan kemampuan professional. Pejabat yang professional adalah pejabat yang mampu member pelayanan terbaik, tahu kewajiban dan mengetahui pula batas-batas kewenangan serta bekerja dengan tepat dan efektif. Selain itu kerja sama dan koordinasi yang positif sangat membantu bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewajiban.
Kewajiban lain yang harus diperhatikan adalah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Penyidik menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada Penuntut Umum. Apabila jangka waktu 30 (tiga puluh hari) tersebut dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hokum (Pasal 44 ayat (4) dan (5))
c. Kewenangan Penyidik Anak
Seiring dengan adanya kewajiban melekat pula kewenangan dari Penyidik Anak. Dalam rangka melakukan penyidikan terhadap anak nakal, Penyidik Anak mempunyai kewenangan, antara lain sebagai berikut:
1) Melakukan penangkapan anak nakal, guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari (vide Pasal 43)
2) Melakukan penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, untuk paling lama 20 (dua puluh) hari (vide Pasal 44 ayat (1) dan (2))
Kewenangan selengkapnya dari Penyidik, tentu saja seperti yang termaktub dalam Pasal 7 (1) KUHAP.
4. Penuntut Umum Anak
a. Kualifikasi Penuntut Umum Anak
Bunyi Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu Penuntut Umum adalah Penuntut Umum Anak. Inilah salah satu kekhususan siding pengadilan anak. Menganai siapa yang disebut Penuntut Umum Anak, dapat disimak dalam rumusan Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Dasar pertimbangan hukum hakim dalam mengadili dan memutus perkara anak pelanggaran hak anak dan tindak pidana anak antara lain :
1. Pelaksanaan pidana terhadap anak nakal harus mengandung unsur reedukasi, reharmonisasi dan resosialisasi dengan membedakan antara pidana untuk pelaku kejahatan dengan pelaku pelanggaran.
2. Penegakan hukum pidana pada anak tidak dapat dipisahkan dari penyelesaian permasalahan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat lingkungan kehidupan sosial anak.
3. Terhadap anak nakal pelaku tindak pidana pertama kali ideal, dan adilnya diberikan kesempatan untuk mengubah atau memperbaiki perilakunya tanpa harus dijatuhi pidana penjara. Namun jika kondusif bagi kepentingan masa depan anak cukup diberikan tindakan-tindakan berupa pengembalian kepada orang tua kepada negara maupun kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan dengan disertai syarat tambahan yang ditetapan oleh hakim.
4. Agar diperhatikan laporan penelitian kemasyarakatan yang memuat kondisi lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya sehingga ptusan hakim dapat menumbuh kembangkan kecerdasan intelektual emosi dan sosialnya dikemudian hari.
DAFTAR BACAAN
- Sudarto, 1980, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung
- Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02.UM.09.08 Tahun 1980 tentang Perunjuk Pelaksanaan bantuan Hukum
- Instruksi bersama Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI Nomor: Instr-006/JA/19/1981, Nomor: Pol.:Ins/17/X/81 tentang Peningkatan Usaha Pengamanan dan Kelancaran Penyidangan Perkara-Perkara Pidana
- Instruksi bersama Mahkamah Agung RI, Menteri Kehakiman RI, dan Jaksa Agung RI Nomor: KMA/35/III/1981, Nomor: M.01.PW.07.10 Tahun 1981, Nomor: Instr/001/JA/3/1981 tentang peningkatan Tertib Penyidangan dan Penyelesaian Perkara-Perkara Pidana
- Keputusan menteri Kehakiman RI Nomor: M.08.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
- Surat Keputusan No.: Skep/619/XII/1983 tentang Penentuan Penunjukan Penyidik dan Pengangkatan penyidik membantu dalam Lingkungan Kepolisian RI
- Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan Tahanan, dan Tata Tertib Rumah Tahanan egara
- Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.06.UM.01.06 tahun 1983 tentang tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang siding
- Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.07.UM.01.06 tahun 1983 tentang Pakaian, Atribut Pejabat Peradilal, dan Penasihat Hukum
- Undang-Undang republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak