BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran dari sang penutur adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau dalam konteks tertentu. Atau dengan kata lain pragmatik adalah ilmu cabang lnguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan. Dan dalam pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang bagaimana seorang manusia bertutur dalam situasi tertentu. Salah satu dari prinsip tersebut adalah prinsip kesantunan atau kesopanan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip kesantunan kita sebagai penutur bisa menerapkan atau mengimplementasikanany dalam situasi atau konteks tertentu dalam membuat tuturan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1) Apa saja prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik itu?
2) Apa saja komponen-komponen dalam kesantunan di pragmatik?
3) Bagaimana kita menilai seseorang bertutur santun atau tidak?
4) Apa saja skala-skala kesantunan itu?
1.3 TUJUAN
1) Menjelaskan prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik.
2) Menjelaskan komponen-komponen yang ada dalam prinsip-prinsipkesantunan dalam pragmatik.
3) Menilai atau mengukur santun tidaknya penutur dalam menyampaikan tuturannya pada mitra tutur.
4) Mengetahui skala kesantunan penutur.
BABA II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI DAN PRINSIP KESANTUNAN
Banyak dari ahli linguistik yang mengemukakan konsep tentang kesantunan. Dan kesemua konsep kesantunan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut berbeda-beda. Mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang konsep tersebut. Konsep kesantunan tersebut ada yang dirumuskan dalam bentuk kaidah yang disebut dengan prinsip-prinsip kesantunan. Sedangkan konsep kesantunan yang dirumuskan dalam strategi-strategi dinamakan teori kesantunan. Prinsip kesantunan (politeness principple)itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Didalam bertutur seorang penutur tidak hanya menyampaikan informasi,tugas, kebutuhan, atau amanat, tetapi lebih dari itu, yaitu menjaga dan memelihara hubungan sosial antara penutur dan mitra penutur.
Sejumlah ahli telah merumuskan konsep kesantunan mereka dalam prinsip kesantunan seperti Lakoff (1972) dan Leech (1983). Sedangkan, Fraser (1978) dan Brown dan Levinson (1978) merumuskan konsep kesantunan mereka dalam teori kesantunan.
2.2 PRINSIP KESANTUNAN LAKOFF (1972)
Prinsip kesantunan Lakoffberisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu dianggap santun. Ketiganya antara lain yaitu:
a. Kaidah Formalitas
Kaidah ini berarti ‘jangan memaksa atau jangan angkuh’. Yang artinya bahwa sebuah tuturan yang memaksa dan angkuh dianggap kuarng santun, dan begitu juga sebaliknya, jika sebuah tuturan dirasa tidak angkuh dan tidak memaksa maka tuturan tersebut dianggap santun. Seperti contoh di bawah ini:
· Bersihkan lantai itu sekarang juga! (kurang santun)
b. Kaidah Ketidaktegasan
Kaidah ini berisi saran bahwa penutur supaya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap santun apabila memberikan pilihan kepada mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika sebuah tuturan tidak memberikan pilhan kepada mitra tuturnya maka tuturan itu dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
· Jika ada waktu dan tidak lelah, perbaiki sepeda saya! (santun)
c. Kaidah Persamaan atau Kesekawanan
Kaidah ini berisi bahwa hendaknya penutur bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu sama atau, dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap santun apabila tuturan sang penutur membuat senang mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika tuturan sang penutur membuat tidak senang mitra tuturnya maka tuturan tersebut dianggap tidak santun. Seperti contoh di bawah ini:
· Halus sekali hatimu seperti kulitku. (santun)
2.3 PRINSIP KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON (1978)
Prinsip kesantunan Brown dan Levinson ini berkisar pada nosi muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai, dst. Seperti contoh di bawah ini:
· Saya salut atas keteknan belajarmu. (santun)
Sedangkan muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan panutur membiarkannya bebas melakukan tindakannnya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
· Jangan merokok di situ! (kurang santun)
Selain hal di atas Brown dan Levinson juga merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam lima strategi. Kelima strategi tersebut adalah:
1) Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip kerjasama Grice.
2) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
3) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
4) Melakukan tindak tutur secara off records; dan
5) Tidak melakukan tindak tutur atau diamm saja.
Pemilihan strategi itu tergantung kepada besar kecilnya ancaman terhadap muka. Makin kecil ancaman terhadap muka, makin kecil nomor pilihan strateginya dan makin besar ancaman terhadap muka, makn besar pula nomor pilihan strategi bertuturnya.
2.5 PRINSIP KESANTUNAN LEECH (1983)
Prinsip kesantunan Leechdidasarkan pada kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah itu adalah bidal-bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi agar tuturan penutur memenuhi prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan Leechitu juga didasarkan pada nosi-nosi: biaya (cost)dan keuntungan (benefit), celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise), kesetujuan (agreement), serta kesimpatian dan keantipatian (sympathy/antipathy).Berikut ini adalah bidal-bidal dalam prinsip kesantunan Leech:
1) Bidal Ketimbangrasaan (tact maxim)
a. Minimalkan biaya kepada pihak lain!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Hal itu bisa dilihat dari jumlah kata atau ekspresi yang kita tuturkan jumlahnya lebih besar dari tuturan mitra tutur yang berarti meminimalkan biaya kepada mitra tutur dan memberika keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur.
· A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
· B : Jangan, tidak usah! (santun)
· A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
· B : Ni, itu baru namanya teman. (kurang santun)
2) Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
a. Minimalkan keuntungan kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Nasehat yang dikemukakan dalam bidal ini adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sementara itu diri sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan sekrcil-kecilnya.
· A : Pukulanmu sangat keras.
· B : Saya kira biasa saja, Pak. (santun)
· A : Pukulanmu sangat keras.
· B : Siapa dulu? (tidak santun)
3) Bidal Keperkenaan (approbation maxim)
a. Minimalkan penjelekan kepada pihak lain!
b. Maksimalkan pujian pada pihak lain!
Bidal keperkenaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain, dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Contohnya di bawah ini:
· A : Mari Pak, seadanya.
· B : Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah memilihnya.(santun)
· A : Mari Pak, seadanya.
· B : Ya, segini saja nanti kan habis semua. (tidak santun)
4) Bidal Kerendahhatian (modesty maxim)
a. Minimalkan pujian kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan penjelekan kepeda diri sendiri!
Nasehat dari bidal ini adalah bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian kepada diri sendiri, dan juga memaksimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya.
· Saya ini anak kemarin, Pak. (santun)
· Maaf, saya ini orang kampung. (santun)
· Saya ini sudah makan garam. (tidak santun)
· Hanya saya yang bisa seperti ini. (tidak santun)
5) Bidal Kesetujuan (agreement maxim)
a. Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain!
b. Maksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal kesetujuan adalah bidal yang memberikan nasehat untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain.
· A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
· B : Boleh. (santun)
· A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
· B : Saya tidak setuju. (tidak santun)
6) Bidal Kesimpatian (sympathy maxim)
a. Minimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain!
b. Maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal ini berarti bahwa penutur hendaknya meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain.
Saya ikut berduka cita atas meniggalnya ibunda.
· A : Pak, Ibu saya meninggal.
· B : Tumben. (tidak santun)
2.6 SKALA KESANTUNAN
Skala yaitu rentangan rentangan tingkatan untuk menentukan sesuatu. Skala kesantunan adalah rentangan tingkatan untuk mementukan kesantunan suatu tuturan. Menurut Leech ada tiga macam skala yang digunakan untuk mengukur atau menilai kesantunan suatu tuturan berkenaan dengan bidal kesetimbangrasaan prinsip kesantunan. Ketiga skala itu adalah skala biaya-keuntungan, skala keopsionalan, dan skala ketidaklangsungan.
a. Skala Biaya-Keuntungan
Skala biaya-keuntungan berupa rentangan tingkatan untuk menghitung biaya dan keuntungan di dalam melakukan suatu tindakan berkenaan dengan penutur dan mitra tuturnya. Matukna skala biaya-keuntungan itu adalah semakin memberikan bebab biaya (sosial) kepada mitra tutur semakin kurang santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin memberikan keuntungan kepada mitra tutur, semakin santunlah tuturan tersebut.
b. Skala Keopsionalan
Skala keopsionalan adalah rentangan pilihan untuk menghitung jumlah pilihan tindakan bagi mitra tutur. Makana skala keopsionalan itu adalah semakin memberikan banyak pilihan pada mitra tutur semakin santunlah tuturan tersebut. Sebaliknya, semakin tidak memberikan pilihan tindakan pada mitra tutur, semakin kurang santunlah tuturan itu.
c. Skala Ketaklangsungan
Skala ketaklangsungan menyangkut ketaklangsungan tuturan. Makna skala ketaklangsungan itu adalah semakin taklangsung, semakin santunlah tuturan tersebut. Sebalikya, semakin langsung, semakin kurang santunlah tuturan tersebut.
III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Di dalam pragmatik terdapat konsep kesantunan. Banyak ahli linguistik yang mengemukakan pendapatnya tentang konsep kesantunan. Mereka diantaranya adalah Lakoff, Leech, Brown dan Levinson. Mereka ada yang merumuskannya menjadi prinsip kesantunan melalui kaidah-kaidah, ada yang menjadi teori kesantunan melalui strategi-strategi.
1) PRINSIP KESANTUNAN LAKOFF (1972)
a. Kaidah formalitas
b. Kaidah ketidak tegasan
c. Kaidah kese
2) PRINSIP KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON
a. Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip kerjasama Grice.
b. Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
c. Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
d. Melakukan tindak tutur secara off records; dan
e. Tidak melakukan tindak tutur atau diam saja.
3) PRINSIP KESANTUNAN LEECH
a. Bidal Ketimbangrasaan (tact maxim)
b. Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
c. Bidal Keperkenaan (approbation maxim)
d. Bidal Kerendahhatian (modesty maxim)
e. Bidal Kesetujuan (agreement maxim)
f. Bidal Kesimpatian (sympathy maxim)
4) SKALA KESANTUNAN
Skala kesantunan adalah rentangan tingkatan untuk mementukan kesantunan suatu tuturan.
Ada 3 skala kesantunan:
a. Skala Biaya-Keuntungan
b. Skala Keopsionalan
c. Skala Ketaklangsungan
3.2 SARAN
1) Kita sebagai penutur harus dapat bertutur secara santun agar tercipta komunikasi yang sehat antara penutur dan mitra tutur.
2) Kita terapkan atau implementasikan konsep-konsep kesantunan dari para ahli dalam bertutur dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.