BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Bahasa indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang disebut ragam bahasa. Dimana ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang pemakaiannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa lisan , karena lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,ceramah,dll.
Pidato sering digunakan dalam acara-acara resmi. Misalkan saja pidato pesiden, pidato dari ketua OSIS, ataupun pidato dari pembina upacara. Sistematika dalam pidato pun hendaklah dipahami betul-betul. Agar pidato yang disampaikan sesuai dengan kaidah yang benar. Pidato sama halnya denan cermah. Hanya saja ceramah lebih membahas tentang keagamaan.kalau pidato lebih umum dan bisa digunakan dalam banyak acara.
1.2. Rumusan masalah
(1). Apa saja ragam bahasa?
(2). Apa saja yang termasuk ke dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan?
1.3. Tujuan Penulisan
(1). Memahami macam-macam ragam bahasa indonesia.
(2). Bisa membedakan mana yang termasuk ragam bahasa lisan dan mana yang termasuk ragam bahasa tulisan.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah, sebagai berikut:
(1). Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksdu dengan ragam bahasa.
(2). Mahasiswa mengetahui adanya berbagai ragam bahasa Indonesia yang sering digunakan.
(3). Penggunaan ragam bahasa.
(4). Contoh-contoh ragam bahasa.
Adapun manfaat makalah ini dapat peneliti rangkum kedalalam 2 bagian yaitu:
1.4.1. Manfaat Secara Praktis
(a) Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
(b) Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
1.4.2. Manfaat Secara Teoritis
Secara praktis, makalah ini diharapkan yang bermanfaat bagi guru bahasa Indonesia sebagai bahan evaluasi sekaligus sebagai masukan dalam meningkatkan kegiatan kemampuan berbahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah suatu ujaran atau sistem dari lambang bunyi arbiter ( tidak ada hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya ) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Oleh karena itu Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat.
Adapun bahasa dapat digunakan apabila saling memahami atau saling mengerti erat hubungannya dengan penggunaan sumber daya bahasa yang kita miliki. Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain berbahasa/berbicara apabila kita mendengarkan dengan baik apa yang diakatakan. Untuk itu keseragaman berbahasa sangatlah penting, supaya komunikasi berjalan lancar.
Maka daripada itu bangsa Indonesia pada tahun 1945 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan sampai sekarang pemakaian bahasa Indonesia makin meluas dan menyangkut berbagai bidang kehidupan.
Kita sebagai generasi muda, marilah kita pelihara bahasa Indonesia ini, memgingat akan arti pentingya bahasa untuk mengarungi kehidupan masa globalisasi, yang menuntuk akan kecerdasan berbahasa, berbicara, keterampilan menggunakan bahasa dan memegang teguh bahasa Indonesia, demi memajukan bangsa ini, supaya bangasa kita tidak dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Maka dari itu disini penulis akan mencoba menguraikan tentang “Berbahasa Yang Baik Dan Benar”
Pada dasarnya bahasa adalah alat yang digunakan oleh lebih dari satu orang untuk berkomunikasi. Bahasa juga bisa dijadikan sebuah lambang pada suatu negara untuk di akui oleh negara yang lainnya. Sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk menghubungkan perbedaan, persamaan serta berbagai perabadan dari zaman dahulu hingga sekarang. Bahasa timbul dari kesewenang-wenangan suatu kelompok masyarakat dimana mereka menyetujui akan bahasa yang timbul tersebut.
Di dunia ini terdapat beribu-ribu bahasa yang berbeda, namun arti atau makna yang mereka ungkap sesungguhnya sama. Untuk menemukan agar arti atau makna itu sama, kewajiban filsafat yaitu memberikan kerangka analisis agar persamaan artinya dapat dipertemukan. Tugas utama filsafat itu memang untuk memecahkan problem yang muncul dalam bahasa.
Kemampuan berbahasa harus mencerminkan karakter dan sifat yang utuh, lugas dan berbobot. Bahasa sebagai cara mengutarakan makna harus mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ragam pengertian. Sebab tak jarang, karena bahasa orang bisa saling konflik dan bunuh-membunuh serta menimbulkan perpecahan antarindividu, keluarga, maupun masyarakat.
Dengan demikian, bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi tetapi juga untuk mengantarkan proses hubungan antarmanusia, melainkan mampu mengubah seluruh tatanan kehidupan manusia. Artinya, bahasa merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau bangsa tidak bisa bertahan jika dalam bangsa tersebut tidak ada bahasa.
Ada dua macam bahasa, yaitu bahasa lisan adalah bahasa yang kita ucapkan dengan mulut atau lisan dan tulisan yaitu bahasa yang ditulis pada sebuah media, seperti kertas, batu, dan lainnya. Kebanyakan masyarakat lebih sering menggunakan bahasa lisan, karena sebagian dari mereka ada yang tidak bisa membaca dan menulis.
Setiap negara pasti mempunyai bahasa resmi masing-masing yang digunakan oleh masyrakatnya. Bahasa baku adalah bahasa yang menjadi bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam masyarakat. Di dalam bahasa baku ini pun ada juga bahasa lisan dan tulisannya.
2.2. Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.
2.2.1. Ragam Bahasa Berdasarkan Media/Sarana
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
(a) Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Sehingga maksud seseorang bisa dilihat dari gaya dia berbicara(Hasan, 2000)
Contoh yang termasuk ke dalam ragam bahasa lisan pun sangat banyak, diantaranya pidato, ceramah, sambutan, ngobrol, dll. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah. Syarat utama dari ngobrol yang penting bisa dimengerti oleh lawan bicara, tidak perlu menggunakan bahasa baku.
(b) Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide(Effendi, 1981)
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
(a) Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat
(b) Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
(c) Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan
(d) Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
2.2.2. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
(a) Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
(b) Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai
(c) Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam
(a) Pebicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
(b) Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
(c) Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
(d) Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
2.2.3. Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni; pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan, peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang digunakan dalam undang-undang.
2.2.4. Ragam Bahasa Formal
Bahasa formal adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti urusan surat menyurat, semasa mengajar atau bertutur dengan orang yang kita tidak kenal dekat.
Ciri-ciri bahasa formal:
(a) Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;
(b) Menggunakan imbuan secara lengkap;
(c) Menggunakan kata ganti resmi;
(d) Menggunakan kata baku;
(e) Menggunakan eyd; dan
(f) Menghindari unsur kedaerahan.
Ragam bahasa standar memiliki: pertama, sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Ketetapan bersifat luwes sehingga memungkinkan perubahan yang tersistem dan teratur di bidang kosa kata dan peristilahan dalam kehidupan modern. Kedua bersifat kecendikiaan. Perwujudan dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lainyang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
Adanya penyeragaman kaidah baku, penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi bahasa merupakan ciri bahasa baku ketiga. Kegunaan dari penyeragaman ini adalah bahasa Indonesia untuk menyamakan persepsi atas suatu bahasa kedalam bahasa Indonesia (Meoliono dalam hans lapoliwa, 2008). Fungsi mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat. Fungsi memberi kekhasan yang diemban bahasa baku, membedakan bahasa itu dengan bahasa yang bersangkutan. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan dengan peradapan lain. Fungsi pembawa wibawa dapat dicontohkan dari pengalaman yang ada tidak di sangsikan lagi dibeberapa tempat bahwa penutur yang mahir berbahasa indonesia yang baik dan benar wibawa di mata orang lain. Bahasa baku berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah yang jelas.
Penstandaran bahasa baku bahasa Indonesia selama dari diresmikan sebagai bahasa persatuan sampai sekarang mengalami beberapa kali perubahan sesuai dengan kemajuan zaman. Pembakuan bahasa Indonesia pertama kali dilakukan tahun 1901 dengan adanya pembakuan bahasa Indonesia Van Ophuijsen, kedua pada tahun 1947 dengan adanya istilah Ejaan Suwandi dan akhirnya dari tahun 1975 dikenal adanya istilah Ejaan Yang Disempukan.
2.2.5 Ragam Bahasa Nonformal
Ragam bahasa nonformal dilaksanakan pada situasi santai dan kepada orang yang sudah dikenal akrab. Kuantitas pemakaian bahasa tidak resmi banyak tergantung pada tingkat keakraban pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Prinsip yang dipakai dalam bahasa tidak resmi adalah asal orang yang diajak bicara bisa mengerti.
Ragam bahasa dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap kawan bicara atau sikap penulis terhadap pembaca. Kita dapat mengamati bahwa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya atau pimpinannya, atau bahasa perintah atasan kepada bawahan.
Dari segi fungsinya, bahasa gaul memiliki persamaan antara slang, jargon, dan prokem. Fungsi slang dan prokem digunakan untuk merahasiakan sesuatu kepada kelompok lain. Bahasa gaul remaja berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Bahasa gaul dari masa ke masa berbeda. Tidak mengherankan apabila bahasa gaul remaja digunakan dalam lingkungan dan kelompok sosial terbatas, yaitu kelompok remaja.
Bahasa gaul disebut juga sebagai bahasa prokem. Hal ini dilihat dari segi fungsi, penuturnya, dan kaidah pembentukan bahasanya. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis.
2.3. Secara garis besar ragam bahasa dibagi menjadi 2 macam; yaitu :
2.3.1 Ragam Umum
Bahasa bergaya biasa yang tidak memiliki sifat-sifat istimewa, hanya merupakan bahasa yang terpelihara. Digunakan dalam karangan umum, surat-menyurat umum,ceramah umum dan karangan ilmiah popular.
2.3.2. Ragam Khusus
Ragam bahasa yang dipakai untuk keperluan-keperluan khusus dan memilki sifat-sifat khas/cara penuturan yang tidak lazim dalam bahasa umum yang ditujukkan pada kalangan tertentu. Digunakan dalam karangan ilmiah, karya sastra, dan undang-undang.
Ragam khusus dibagi menjadi 2 :
(a) Ragam Ringkas
Ragam bahasa yang dibuat secara ringkas dan padat bertujuan mencari efektifitas misalnya, ragam yang dipakai dalam jurnal listik,perundang-undangan,lingkungan.
Ciri khas ragam ringkas:
(a) Bahasanya padat berpusat pada surat pembicaraan.
(b) Lebih banyak obyektif daripada subyektifnya.
(c) Mementingkan unsur pikiran daripada perasaan ( rasional / logis).
(d) Bersifat memberitahukan dari pada menggerakkan emosi. Agar pembaca memperoleh pengertian
(e) Mengandung satu interprestasi / penafsiran.
(b) Ragam ilmiah
Yakni ragam bahasa yang digunakan dalam keperluan atau pembicaraan ilmiah.
Ciri khas :
(1) Mutlak bahasa pikiran yang harus ditangkap dengan pikiran.
(2) Penuturan cermat dan tepat.
(3) Menggunakan kalimat efe
(4) Bahasanya baku
(5) Menggunakan kata, ungkapan dan cara penuturan yang khusus dalam bidang ilmiah.
(6) Umumnya merupakan bahasa yang berat, terutama yang digunakan untuk menyampaikan pengetahuan murni.
(c) Ragam Jurnalistik
Yakni ragam bahasa yang dipakai untuk memeparkan berita dari pesuratkabaran termasuk di dalam majalah.
Ciri khas :
(a) Penuturannya ringkas
(b) Sederhana bentuknya kadang-kadang keluar dari kaidah bahasa
(c) Padat isinya.
(d) Menggunakan kata-kata umum yang dikenal orang umum.
(e) Terdapat kalimat yang sambung sinambung, bahkan berjalin-jalin namun umumnya mudah dipahami karena mengejar kepadatan dan keringkasan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Bahasa adalah suatu ujaran atau sistem dari lambang bunyi arbiter ( tidak ada hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya ) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis bisa dibedakan dengan meihat cara penulisanny. Jika dalam kehidupan sehari-hari, ragam bahsa tulis perlu memperhatikan kaedah penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sdangkan dalam ragam bahsa lisan tidak perlu. Secara jelas ragam bahasa lisan adalah sesuatu yang disampaikan secara lisan, sedangkan ragam bahasa tulis merupakan sesuatu yang disampaikan melalui tulisan.
3.2. Saran
Pendalaman sebuah ragam makna sangat penting dalam proses pemahaman bahasa, terutama bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar masyarakat Indonesia tahu tentang makna kebahasaan secara lebih jelas dan gamblang. Sehingga, masyarakat tidak asing dan mampu membedakan dan memilah-milah ragam makna tersebut.
Untuk itu, penulis menyarankan agar masyarakat Indonesia mau mencintai dan mempelajari bahasa Indonesia secara mendalam sebagai rasa patriotisme terhadap bangsa. Mau membaca dan mau mempelajari kajian bahasa Indonesia terutama pada kajian semantik atau ilmu makna. Hal ini bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa mengidentifikasi ragam makna dalam bahasa Indonesia dan padanaannya. Terutama mampu memahami makna konstruksi, makna kontekstual dan makna konseptual.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Diknas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Panduan Kongres Bahasa Indonesia VIII. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI.
Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Keraf, Gorys, Dr. 1991. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas. Flores: Nusa Indah.
Sabariyanto, Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Priastu.
Nasucha, Yakub, dkk. 2006.Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah.Yogyakarta: Media Perkasa