Pesantren oh pesantren
Oleh: Prito Windiarto
Berminggu lalu, saya sempat berdiskusi alot dengan seseorang di ujung telepon tentang pesantren.
“Ah, pesantren, apa istimewanya tinimbang yang lain?” Keshalehan santri/wati-nya, kah? Kepahaman agama yang mumpuni? Jikapun iya, maka menggiriskan, ketika fakta di lapangan menampilkan kebalikan, santri atau alumni pesantren jauh dari nilai islami. Ironis! Apa yang dipahami, tak menelusup hati, atau teraplikasi nyata dalam nyata sehari-hari.” Begitu opininya yang tajam, menyembilu hati. Diam-diam, setengah aku mengangguk setuju. Setengah yang lain menggeleng. Setengah mengiyakan, setengah menolak.
Begitulah memang fakta nyata. Seseorang (banyak orang) yang nyantri, tidak dijamin menjadi shaleh sempurna. Ah, tempaan bertahun kadang sekan tak membekas. Benarkah demikian? Biarkan, biarlah para santri yang menjawabnya.
Pada kesempatan ini, saya hanya ingin sedikti mengurai perihal pesantren, santri dan selingkupnya.
Menurut KBBI, san·tri n 1 orang yg mendalami agama Islam; 2 orang yg beribadat dng sungguh-sungguh; orang yg saleh; Sedangkan pesantren adalah
Sejatinya, secara bahasa, istilah santri bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa India (setahu saya, lebih jelas, silakan googling).
Nah, titik poin yang ingin saya sampaikan adalah, ditengah keterpurukan “kepercayaan” masyarakat terhadap pesantren yang dibuktikan dengan semakin tidak populernyapesantren sebagai lembaga pendidikan bagi anak-anaknya. Ditengah kampanye hitam bahwa pesantren adalah sayang teroris. Sejatinya, kalau kita menelisik sejarah, banyak tinta emas yang telah ditoreh. Lembaga pendidikan tertua asli Indonesia ini telah melahirkan putera-puteri terbaik bagi bangsa.
Perjuangan pergerakan kemerdekaan dimotori para Kyai dan santri, Imam Bonjol, pangeran Dipenogoro, Kyai Modjo, KH. Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asyari adalah sederet ulama (kyai) yang memobilisir perjuangan meraih kemerdekaan. Haduh, saya tentu belum lihai merunut sejarah, ada baiknya membaca buku API SEJARAH, dan API SEJARAH 2 kalau ada yang tertari lebih jauh.
Di masa ini, beberapa tokoh nasional, Din Syamsudin, Masyim Muzadi, Hidayat Nurwahid, Dahlan Iskan, mereka adalah jebolan pesantren. Ini membuktikan lulusan pesantren pun bisa berprestasi.
Hoam… saya mengantuk. sekian dulu ya... Maafkan jika tulisannya amburadul. Yang pasti sedikit banyak saya ingin mengomentari diskusi dengan seseorang malam itu.
“Ya. Pesantren memang tidak menjamin keshalehan setitikpun. Ia bukan pemberi hidayah. Ia hanya wasilah. Allah lah pemberi hidayah. Yang bisa elemen pesantren lakukan adalah sama-sama beriring menujuNya, menjemput hidayah. Jikapun nyatanya, banyak santri atau lulusan pesantren yang jauh dari profil islami, mari kita doakan semoga mereka (kita) bisa dituntun menujuNya, merengkuh hidayahNya. Kembali. Aamiin. “
Adios. Tulisan sederhana nan tak beraturan ini daku persembahkan dalam rangka menyambut DWI WINDU DARUL HUDA. Yeah! Tak terasa yah, sudah 16 tahun…..