PROPOSAL PENELITIAN
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Metode Tanya Jawab........................................................... 6
2.2 Tujuan Metode Tanya Jawab................................................................. 9
2.3 Keterampilan Merespon Pertanyaan Guru........................................... 11
2.4 Pengaruh Penggunaan Metode Tanya Jawab terhadap Kemampuan Merespon Pertanyaan Guru.............................................................................................................. 14
2.5 Hipotesis Penelitian.............................................................................. 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan...................................................................... 18
3.2 Rancangan Penelitian........................................................................... 19
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian............................................................ 19
3.4 Variabel dan Definisi Operasional....................................................... 20
3.5 Metode Pengumpulan Data.................................................................. 21
3.6 Teknik Analisis Data............................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pembelajaran pada hakekatnya mengandung inti dari aktivitas belajar mengajar yang dilaksanakan oleh peserta didik dan guru yang kemudian akan bermuara pada pencapaian dari proses pembelajaran itu sendiri. Jadi jika kita ingin mendapatkan hasil pembelajaran yang efektif dan efisien, maka proses pembelajaran tersebut harus dilaksanakan secara sadar, sengaja, dan terorganisasi secara baik (Hamalik, 2001). Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh interaksi edukatif dengan peran dan fungsi masing-masing antara guru selaku pengarah, dan siswa selaku subyek belajar yang seharusnya dibina dan diarahkan supaya mereka mau dan dapat belajar dengan baik.
Siswa adalah subyek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan belajar mengajar tersebut siswa mengalami yang namanya tindak belajar, dan merespon dengan tindak belajar (Tohri, dkk, 2007: 11). Mereka bisa belajar menyimak dan merespon langsung apa yang disampaikan oleh guru melalui tindak belajar tersebut. Akan tetapi, pada umumnya siswa jarang yang mau menyadari akan arti pentingnya belajar, mereka kebanyakan menghabiskan waktunya hanya untuk bermain-main daripada serius menanggapi apa yang disampaikan oleh gurunya. Namun dengan adanya informasi dan metode yang digunakan oleh guru ketika dalam proses belajar mengajar dalam kelas, tentang sasaran belajar, maka sedikit tidak siswa sedikit demi sedikit akan mulai menyadari apa arti bahan belajar baginya.
Selain itu juga dalam proses belajar mengajar, siswa juga dituntut kemampuannya untuk belajar mengemukakan pendapat, ide, dan gagasannya secara lisan. Misalnya bertanya dalam kelas, atau berdiskusi memecahkan masalah yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang sedang dipelajarinya.
Guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting untuk menimbulkan motivasi belajar siswa terutama dalam belajar di sekolah. Sebagaimana sikap, dan kepribadian, tinggi rendahnya ilmu pengetahuan itu kepada anak didik turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa (Purwanto, 1990).
Penerapan berbagai metode dalam proses belajar mengajar banyak menuntut kemampuan atau ketermapilan berbicara. Metode tanya jawab yang merupakan suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui sarana pertukaran pikiran untuk memecahkan masalah merupakan salah satu contoh dalam proses belajar mengajar. Tanya jawab dapat dilaksanakan antara guru dengan seluruh siswa, antara guru dengan sekelompok siswa, atau antara siswa dengan siswa dalam satu kelas.
Penggunaan metode tanya jawab ini dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat lagi, dan juga dapat mengarahkan siswa untuk mampu berpikir dan memecahkan masalah. Dengan demikian, siswa pun seolah-olah sudah terbiasa dan terlatih untuk memecahkan masalah sendiri, karena mereka sudah terbiasa berperan aktif dalam proses belajar mengajar tersebut. Selain itu juga guru pun akan memperoleh umpan balik dari siswa tentang sejauhmana tingkat keberhasilannya dalam mengajar, dan seberapa jauh siswa mampu menyerap materi yang disampaikan oleh guru tersebut.
Berdasarkan gejala-gejala di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian metode tanya jawab adalah suatu cara atau jalan untuk melatih keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan sesamanya, dimana komunikasi itu berfungsi untuk mengungkapkan ide, perasaan, dan buah pikirannya secara baik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini sebagaimana yang tercermin dalam pengupasan latar belakang masalah dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan siswa merespon pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009 setelah diberikan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab?
2. Apakah ada pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009 setelah diberikan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kemampuan siswa merespon pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009 setelah diberikan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab?
2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009 setelah diberikan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab?
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis adalah dapat memberikan gambaran tentang pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru. Selain itu juga penelitian ini dapat menambah pengtahuan bagi orang lain atau peneliti selanjutnya.
Adapun manfaat praktis penelitian ini antara lain :
1. Bagi Guru
Dengan digunakannya metode pembelajaran di kelas, sedikit demi sedikit guru akan dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh siswanya. Di samping itu guru juga akan terbiasa mengadakan penelitian meskipun lewat proses belajar mengajar yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran serta karir guru itu sendiri.
2. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui sejauhmana mereka mampu merespon materi-materi pelajaran yang disampaikan, maupun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh gurunya di dalam kelas.
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini nantinya akan banyak memberikan pelajaran, pengetahuan, keterampilan, motivasi serta perbaikan dalam proses belajar mengajar, serta mampu mengaplikasikannya dari metode-metode mengajar yang sudah digunakan di sekolah. Penerapan dari metode pengajaran tersebut sesuai dengan kemampuan siswa sehingga tujuan dari proses belajar mengajar dapat dicapai dengan optimal.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Metode Tanya Jawab
Dalam proses belajar mengajar guru dan cara mengajarnya merupakan factor penting untuk menimbulkan motivasi belajar siswa terutama dalam belajar di sekolah, bagaimana sikap, dan kepribadian guru, tinggi rendahnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru dan bagaimana sikap mengajarkan pengetahuan itu kepada siswanya, turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa (Purwanto, 1990) (dalam Tohri, 2007). Jadi ketika kita mengajar semua yang ada pada seorang guru itu turut menentukan lancarnya prosesnya belajar mengajar, bukan semata-mata dari pandai tidaknya guru menyampaikan materi pelajaran saja.
Dalam setiap pelaksanaan proses belajar mengajar akan selalu melibatkan individu yang satu dengan yang lain, atau kelompok individu yang lain, sehingga di dalam Tanya jawab pada hakekatnya telah terjadi interaksi dan komunikasi yang bersifat intensif, untuk merumuskan tujuan bersama. Jika diperhatikan makna yang terkandung di dalam metode Tanya jawab merupakan jembatan untuk melatih keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan sesamanya, dimana komunikasi itu adalah alat untuk menyampaikan atau mengungkapkan ide, perasaan, dan buah pikirannya sebagai baik dan manusiawi. Dengan memahami komunikasi, maka tidak ada cara yang lebih efektif dan efisien selain melatih kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara baik dan benar melalui berbagai metode yang ada, seperti dengan menggunakan metode Tanya jawab untuk memberikan peluang kepada siswa untuk melatih diri untuk berkomunikasi secara lisan.
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama guru kepada siswa tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
Metode tanya memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa sekalipun ketika itu ssiswa sedang rebut, dan yang mengantuk akan kembali tegar dan hilagn rasa kantuknya.
2. Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatannya.
3. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapatnya.
(S.B. Djamarah, dkk, 1996: 107).
Jadi penggunaan metode tanya jawab ini dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat lagi, dan juga dapat mengarahkan siswa untuk mampu berpikir dan memecahkan suatu masalah, dengan demikian siswapun seolah-olah sudah terbiasa dan terlatih untuk memecahkan masalah sendiri, karena mereka sudah terbiasa aktif dalam proses belajar mengajar tersebut.
Faktor penggunaan metode tanya jawab ini ditetapkan mana yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan dengan cara yang efisien. Seorang guru yang sangat sedikit atau miskin pengetahuannya tentang metode pencapaian tujuan yang kurang menguasai berbagai mteode dalam mengajar atau mungkin tidak mengetahui adanya metode-metode itu, akan berusaha dengan cara yang tidak wajar. Dalam hal yang demikian akan berakibat rendahnya mutu pelajaran.
Sebaliknya cara mengajar yang menggunakan berbagai metode dan teknik pengajaran yang didasarkan pengertian dari pihak guru akan dapat memperbesar minat siswa dalam belajar, sebagai akibatnya akan mempertinggi hasil belajar mereka. Dengan mengajak, merangsang, dan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk ikut mengemukakan pendapat, belajar mengambil kesimpulan, bekerja dalam kelompok, berdiskusi, dan lain-lain akan membawa siswa kepada suasana belajar yang sesungguhnya, dan bukan pada suasana diajar belaka.
Dalam metode-metode baru harus membawa suasana interaksi belajar mengajar pada dunia siswa, membtu dan mendorong siswa untuk belajar. Menurut (Anderson, 1969: 681) (dalam Rasyad, dkk, 1981) mengatakan bahwa “siswa yang kurang terampil membaca akan senantiasa kehilangan butir-butir penalarannya dalam kegiatan bertanya jawab. Jadi sangat diperlukan suatu pemahaman yang secara sistematis tentang efektifitas metode tanya jawab untuk mengungkapkan kemampuan siswa dalam merespon secara lisan, materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya.
Jika diperhatikan makna yang terkandung dalam metode tanya jawab sebagaimana yang dijelaskan di atas, maka metode tanya jawab merupakan suatu wadah untuk melatih mengungkapkan perasaan dan menumbuhkembangkan tradisi intelektual bagi siswa. Di dalam kegiatan bertanya jawab siswa berlatih atau dilatih untuk berpikir dan berbicara sesuai dengan ide perasaan atau gagasan dari masing-masing individu (Masnur, M, dkk, 1987: 108).
2.2 Tujuan Metode Tanya Jawab
Berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di dalam penerapan penggunaan metode tanya jawab ini, pemerolehan pengetahuan, keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Keberhasilan pengajaran suatu metode tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari proses belajar mengajar. Ini berarti optimalnya hasil belajar siswa dan proses belajar guru.
Keterampilan bertanya sangat penting bagi seorang siswa, karena dengan banyak bertanya, maka akan semakin luas waawsan kita untuk memperoleh informasi. Sebab orang yang hanya diam berpangku tangan saja, maka kemungkinan besar orang tersebut akan sedikit wawasannya dan sedikit pula informasi yang diperolehnya. Gejala ini juga dapat mengisyaratkan bahwa seseorang (siswa) memiliki tingkat keberanian dan kemampuan yang berada dalam hal bertanya dan menjawab. Untuk itu tidak semua orang yang mempunyai pertanyaan yang sama terhadap apa yang ia lihat dan didengar. Semakin banyak orang bertanya maka semakin besar peluagn orang tersebut berpikir dan memperoleh informasi.
Pertanyaan yang diajukan oleh guru hendaknya diberikan secara merta kepada siswa yang aktif bertanya maupun yang nonaktif bertanya. Dalam kegiatan kelompok atau tanya jawab, tidak jarang terjadi monopoli pembicaraan atau kegiatan oleh seseorang atau beberapa orang siswa. Agar pembahasan atau kegiatan kelompok merupakan hasil semua siswa, maka setiap siswa harus terlibat dan mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk menyebarkan kesempatan berpartisipasi diantaranya yaitu:
1. Memancing urutan siswa yang pendiam dengan mengajukan pertanyaan yang langsung ditujukan kepada siswa tersebut secara bijaksana
2. Mencegah terajdinya pembicaraan serentak.
3. Mencegah secara bijaksana siswa yang suka memonopoli pembicaraan atau kegiatan, dan
4. Mendorong siswa untuk saling mengomentari pendapat siswa yang lain.
Ini berarti bahwa tidak semua siswa yang memiliki daya tangkap yang sama terhadap pertanyaan. Ada yang lebih cepat memahami dan menangkap maksud dari pertanyana, dan tidak jarang pula yang banyak mengalami kesulitan dalam menangkap pertanyaan. Dengan demikian guru hendaknya mampu memberikan tuntunan, misalnya, dengan cara mengulang kembali pertanyaan yang sudah dilontarkan, dengan maksud agar siswa tersebut lebih mengerti arah dan tujuan dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Menurut pendapat (Ny. Roestiyah NK, 1989: 44) mengatakan bahwa “suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang (performance siswa).” Jadi dengan mencermati usaha-usaha dari tujuan metode tanya jawab di atas, maka makna yag nterkandung di dalamnya cukup sistematis dan analisis. Dengan menghadirkan sarana-sarana seperti ini siswa akan mampu berpikir dan berbicara mengemukakan pendapatnya dengan benar pula.
2.3 Keterampilan Merespon Pertanyaan Guru
Agaknya setiap orang pernah mengalami yang namanya mendengar tanpa mengerti dengan jelas apa yang dimaksud oleh si pembicara, atau si pendengar mempunyai penafsiran yang berbeda dengan si pembicara. Terjalinnya komunikasi antara si pembicara dengan si pendengar ini kemunkinan besar kesalahannya terletak pada si pembicara.
Pendidikan pada hakekatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu berupa transpormasi nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Yang menerima proses adalah siswa yang sedang tumbuh dan berkembang ke arah pendewasaan kepribadian dan penguasaan pengetahuan. Untuk menjaga agar proses ini berlangsung dengan baik, dituntut adanya hubungan yang baik antara guru dengan siswa (Maidar G. Arsjad, 1998: 12). Jadi dorongan ingin tahu yang memotivasi siswa untuk belajar, hendaknya dimanfaatkan ole hpengajar. Tugas pengajar dalam hal ini bukanlah sekedar memompakan ilmu pengetahuan, tetapi menyiapkan situasi yang dapat menggiring siswa untuk berkarya, menanggapi, mengamati, serta menemukan fakta atau konsep sendiri.
Menurut teori Gestalt, yang terpenting dalam belajar adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Jadi dalam hal ini, siswa hendaknya selalu dirangsang untuk selalu bertanya, berpikir kritis, dan menemukan argument-argumen yang tepat dalam mempertahankan pendapatnya. Kreativitas siswa dapat dirangsang dengan pertanyaan-pertanyaan. Untuk mengembangkan pikiran kritis ini siswa memerlukan situasi dimana mereka menjadi lebih bertanggung jawab dalam mengemukakan pendapatnya dan responnya (Badarudin, 2006: 51).
Menurut Skinner, belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, akan tetapi di saat tidak belajar maka responnya menurun.
Dalam belajar ditemukan adanya hal sebagai berikut :
1. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar.
2. Respon si pebelajar, dan
3. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.
Jadi dalam hal belajar, perhatian mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan menanggapi atau merespon materi yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Dari kajian teori belajar, pengolahan informasi terungkap bahwa, “tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 335). Jadi keterampilan untuk merespons atau menanggapi materi yang disampaikan ole hguru sangat bergantung kepada konsentrasi atau perhatian dari siswa itu sendiri.
Menurut Herbart, orang pandai adalah orang yang mempunyai banyak tanggapan yang tersimpan dalam otaknya. Jadi belajar adalah memasukkan tanggapan atau respon sebanyak-banyaknya, berulang-ulang dan sejelas-jelasnya.
Respons itu mengacu kepada proses perubahan perilaku yang dihasilkan oleh terciptanya relasi antara rangsangan dan tanggapan. Misalnya seseorang yang mendengar suara music ia akan langsung mengetuk-ngetukkan kakinya mengikuti irama music tersebut. Respon adalah perilaku yang lahir sebagai hasil masuknya rangsangan ke dalam pikiran seseroang. Rangsangan itu bisa dating dari objek, misalnya peta, lingkungan, peristiwa, suasana, orang lain atau dari aktivitas subjek lain. Misalnya orang lain bertanya kepada kita dan kita akan memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Untuk dapat melakukan proses belajar, respon yang baik sekurang-kurangnya diperlukan hal-hal sebagai berikut:
1. Penampiran objek, peristiwa atau suasana yang memungkinkan munculnya reaksi individu terhadap hal-hal itu. Untuk itu, objek, peristiwa atau suasana harus memiliki daya rangsang yang baik. Misalnya gambar yang berwarna, jauh lebih menarik daripada gambar hitam putih.
2. Individu yang memiliki kesiapan untuk memberikan reaksi terhadap pemberi rangsangan. Reaksi yang diberikan seseorang tergantung antara lain pada kesiapan, pengalaman, dan kemampuan.
Proses pembelajaran yang baik ialah yang memungkinkan terjadinya relasi antara respon yang baik. Pertanyaan yang singkat dan jelas akan dapat mengundang respon yang lebih baik dari pertanyaan yang panjang dan berbelt-belit yang mungkin bisa menyesatkan. Oleh karena itu guru harus mampu memilih rangsangan yang baik dan mampu memberiakan rangsangan yang baik pula.
Bila seseorang berinteraksi (seperti kita semua melakukanya), rangsangan yang diakibatkannya akan mendorong dan akan menghasilkan perilaku. Beberapa filosofis menamakan pandangan ini interaksi, artinya “menyeimbangkan sesuatu dengan yang lain dalam saling hubungan sebab-akibat” (Rahmat, 2004: 3).
Umpan balik yang diberikan oleh siswa selama pelajaran berlangsung ternyata bermacam-macam, tergantung dari rangsangan yang diberikan oleh guru. Rangsangan yang diberikan oleh guru bermacam-macam dengan respon yang atau tanggapan yang bermacam-macam pula dari siswa. Rangsangan diberikan oleh guru dalam bentuk tanya, maka respon atau tanggapan siswa akan mengacu ke bentuk jawaban. Dengan demikian lahirlah interaksi melalui tanya jawab antara guru dengan siswa. Sebaliknya, rangsangan siswa dalam bentuk tanya, maka tanggapan atau respon guru dalam bentuk jawab.
Pada tahap selanjutnya mengajar merupakan sebuah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa (Sudjana, 1991: 29). Sebagai orang yang menginginkan keberhasilan dalam mengajar, guru selalu mempertahankan agar respons atau umpan balik selalu berlangsung dalam diri siswa. Umpan balik itu tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk mental yang selalu berproses untuk menyerap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.
2.4 Pengaruh Penggunaan Metode Tanya Jawab terhadap Kemampuan Merespon Pertanyaan Guru
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan penggunaan metode tanya jawab adalah untuk menumbuh-kembangkan tradisi intelektual, mengambil keputusan dan kesimpulan, menyamaka persepsi, apresiasi, dan visi, serta menghidupkan kepedulian dan kepekaan sisw. Tanya jawab adalah suatu metode yang sangat dianjurkan penggunaannya dalam dunia pendidikan. Pembelajaran dengan metode tanya jawab dapat menciptakan situasi pembelajaran yang dapat memungkinkan para siswa untuk terlibat secara dalam proses belajar mengajar tersebut. Konsep utama dalam bertanya jawab adalah pertukaran, artinya dalam tanya jawab sangat diutamakan adanya proses saling memberi dan menerima pikiran, pandangan, pendapat, serta pengetahuan dan pengalaman antara peserta tanya jawab. Oleh karena itu, selama kegiatan tanya jawab berlangsung, siswa harus bisa menjadi pembicara dan pendengar yang baik, dalam arti para siswa mampu menyampaikan pikiran, pendapat, dan pandangannya dengan jujur dan jelas.
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang sangat penting dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegaitan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini berarti seorang guru harus memahami benar kedudukan metode sebagai alat untuk ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.
Motivasi ekstrinsik menurut (Sudirman, A.M, 1988: 90) adalah motiv-motiv yang aktif dan berfungsi, karena adanya perangsang dan respon dari luar. Oleh karena itu guru yang bertindak sebagai pembimbing, seyogyanya mampu untuk menumbuhkembangkan motivasi siswa agar ketika terjadi kegiatan bertanya jawab, siswa mampu untuk mengapresiasikan pendapatnya dengan berani.
Akan tetapi tidak semua siswa yang mempunyai daya tangkap yang sama terhadap pertanyaan. Ada yang mudah memahami dan menangkap pertanyaan, tapi tidak jarang pula yang kesulitan dalam memahami dan mencerna suatu pertanyaan.
Adapun terhadap siswa yang merasa sulit dalam menangkap makan pertanyaan, hendaknya seorang guru memberikan bantuan tuntunan, misalnya dengan cara mengulang kembali pertanyaan yang diberikan, merumuskan kembali pertanyaan dengan kata-kata yang lebih mudah untuk dimengerti atau dengan menyederhanakan kalimat-kalimat pertanyaan agar mudah direspon maknanya.
Keunggulan dari penggunaan metode tanya jawab ini dapat kita rasakan ketika seorang guru mengajukan pertanyaan kepada siswanya dan pertanyaan tersebut dapat menarik perhatian siswa, meskipun pada saat itu siswa dalam keadaan rebut, begitu juga siswa yang sedang mengantuk akan tiba-tiba terbangun dari rasa kantuknya. Selain itu juga pertanyaan akan mampu merangsang daya respon siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir dan daya ingatnya, mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapatnya.
Pemakaian atau penggunaan metode tanya jawab atau Brain storming (metode sumbang saran) sudah diakui keampuhannya atau keunggulannya dalam meningkatkan kreativitas siswa dalam merespon guru dan sekelilingnya.
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian (Fraenkel dan Wallen, 1990: 40) atau hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Riyanto, 1996: 16). Menurut rumusannya dalam penelitian, hipotesis terdiri dari hipotesis nol (hipotesis statistic) dan hipotesis kerja (Ha), atau hipotesis penelitian/alternatif.
Hipotesis kerja adalah rumusan hipotesis yang disusun peneliti dalam penelitiannya, sedangkan hipotesis nol adalah hipotesis bandingan dari hipotesis kerja yang diuji peneliti dengan menggunakan perhitungan statistic (Subana dan Sudrajat, 2001). Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, hipotesis penelitian ini dirumuskan bahwa “Terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru siswa kelas VIII MTs. NW 2 Kembang Kerang tahun pembelajaran 2008/2009.”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan
Penggunaan metode dalam penelitian adalah deskriptif, yang dapat dipahami dalam suatu pendapat bahwa “penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang” (Surahmad, 1982: 139). Sejalan dengan pendapat tersebut, penelitian deskriptif itu untuk memperoleh informasi tentang bagaimana gejala-gejala yang terjadi pada saat penelitian dilakukan (Furchan, 1982: 415). Jadi dalam penelitian ini sudah jelas menggunakan jenis penelitian eksperimen, karena hal ini ditujukan atau diarahkan untuk menggambarkan gejala-gejala atau pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru dari siswa. Perlu digunakan pendekatan komparasi atau perbedaan, dimana pendekatan ini dapat dijelaskan sebagai “komparasi (perbandingan) untuk menemukan persamaan dan perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur kerja, dan ide” (Arikunto, 1998: 209). Dengan melalui gambaran tersebut dapat diartikan sebagai upaya untuk menemukan ada atau tidaknya perbedaan dan persamaan dalam keterampilan merespon pertanyaan guru berdasarkan penggunaan metode tanya jawab dari masing-masing siswa, berdasarkan aktif dan tidaknya mereka berbicara pada saat melakukan atau mengajukan pertanyaan, serta memberikan saran terhadap masalah-masalah yang menjadi bahan diskusi di kelas.
3.2 Rancangan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut: Memilih subjek penelitian dari siswa kelas VIII pada Madrasah Tsanawiyah NW 2 Kembang Kerang Kecamatan Aikmel Lombok Timur sebanyak 36 orang. Karena penelitian ini bertujuan untuk mengtahui “Pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru”, maka penggunaan metode tanya jawab dijadikan sebagai variabel bebas, sedangkan kemampuan merespon pertanyaan guru sebagai variabel terikat.
Adapun pola rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Bebas | Variabel Terikat |
Penggunaan metode tanya jawab (x) | Kemampuan merespon pertanyaan guru (y) |
(Sudjana, 2001: 60)
Analisis pengaruh dapat dilakukan dengan menghitung korelasi dari skor hasil penggunaan metode tanya jawab (variabel bebas) dengan skor hasil tes kemampuan merespon pertanyaan guru (variabel terikat) dengan menggunakan statistic korelasi product moment.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Tentan populasi, ada beberapa ahli yang memberikan pengertian antara lain “Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1985: 90). Pendapat lain mengatakan bahwa “Seluruh individu yang menjadi subyek penelitian yang nantinaya kan dikenai generalisasi disebut populasi (population)” (I.B. Netra, 1974: 10).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII pada MTs. NW 02 Kembang Kerang yang berjumlah 36 orang. Sedangkan untuk menentukan besarnya sampel berpedoman pada pendapat seorang ahli yang mengatakan bahwa “Bila populasi cukup homogen, terhadap populasi di bawah 100 dapat dipergunakan sampel sebesar 50%, di bawah 1000 dapat dipergunakan sampel 20%-25%, dan di atas 1000 dipergunakan sampel 10%-15%” (Winarno Suarkhmad, 1987: 64). Jadi dalam penelitian ini yang digunakan adalah penelitian populasi sekaligus sampel penelitian karena populasinya kurang dari 100 orang.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu penggunaan metode tanya jawab dan kemampuan merespon pertanyaan guru pada siswa.
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru (S.B. Sjamarah, dkk, 1996: 197). Sedang di sisi lain metode tanya jawab diartikan sebagai metode yang tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di lingkungan sekolah.
Jika diperhatikan makna yang terkandung dalam metode tanya jawab sebagaimana yang dijelaskan di atas, maka metode tanya jawab merupakan suatu wadah yang digunakan untuk melatih keterampilan siswa dalam mengembangkan keberanian dan keterampilan menjawab, mengemukakan pendapat serta merangsang siswa untuk mengembangkan daya pikirnya termasuk daya ingatnya.
Sedangkan kemampuan merespon adalah kemampuan untuk menanggapi rangsangan yang datangnya dari sumber lain. perhatian mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan menanggapi atau merespon materi yang disampaikan di dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi kemampuan untuk merepson atau menanggapi itu sangat bergantung dari konsentrasi atau perhatian kita terhadap orang lain pada saat melakukan interaksi.
3.5 Instrumen dan Teknik Pengukuran
Suharsimi Arikunto (1986: 110) mengemukakan bahwa “metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data, sedangkan instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data itu.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, kuesioner, dan test. Observasi digunakan untuk mengukur penggunaan metode tanya jawab dan kemampuan merespon pertanyaan guru. Kuesioner digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam merespon pertanyaan guru, dan test digunakan untuk mengukur penggunaan metode tanya jawab dan kemampuan merespon pertanyaan guru. Berikut ini akan dibaha satu persatu.
3.5.1 Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian (Riyanto, 1996: 96). Observasi dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung.
Observasi langsung adalah mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Sedangkan observasi tak langsung adalah mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki dengan perantara sebuah alat.
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung dimana peneliti langsung mengadakan pengamatan terhadap siswa di dalam kelas.
3.5.2 Angket (Questioner)
Angket (quesioner) adalah “alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis melalui daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya (Riyanto, 1996: 87).
Pendapat lain juga mengatakan bahwa “Angket (questioner) adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada sejumlah individu, dan individu yang diberikan daftar pertanyaan tersebut diminta untuk memberikan jawaban secara tertulis pula” (S. Nasution, 1993: 45).
Cara pelaksanaan kuesioner di atas adalah siswa diminta untuk memberikan tanda (x) pada salah satu pilihan jawaban dari masing-masing butir soal yang sesuai dengan harapan atau cita-cita, atau yang sesuai dengan ciri pribadi masing-masing.
Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut: jawaban sangat setuju diberi skor 5, setuju skor 4, ragu-ragu skor 3, tidak setuju skor 2, dan sangat tidak setuju skor 1. Dengan demikian skor maksimal ideal yang dapat dicapai adalah 100, dan skor minimal idealnya adalah 20.
3.5.3 Test
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang disampaikan pada seseorang atau sejumlah orang untuk mengungkapkan keberadaan atau tingkat perkembangan salah satu atau beberapa aspek fsikologi di dalam dirinya. Menurut ahli lain bahwa “tes adalah sejumlah daftar pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi hasil belajar”.
Disamping itu, tes adalah sebuah alat ukur sebagaimana halnya dengan alat ukur panjang, berat, suhu dan lainnya. Akan tetapi tes itu untuk mengukur aspek perilaku manusia sehingga tes itu harus memiliki persyaratan agar dikatakan sebagai alat ukur yang baik. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tes essay.
Essay adalah suatu bentuk pertanyaan yang terdiri dari suatu suruhan yang menghendaki jawaban-jaawban yang berupa uraian. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan yang meminta kepada murid-murid untuk menjelaskan, membandingkan, menginterpretasikan dan mencari perbedaan. Semua jenis pertanyaan tersebut mengharapkan agar murid menunjukkan pengertian terhadap materi yag ndiajarkan.
Keunggulan dan kelemahan tes essay menurut Kartawidjaya (1967: 49) adalah sebagai berikut :
1. Jalan pikiran tester dapat dibaca dan diikuti dari kalimat yang dibicarakan.
2. Lebih mudah disusun oleh tester dari daripada soal bentuk lain.
3. Walaupun nilai yang diberikan tester itu bersifat subyektif, tester secara realitif akan mendapat nilai minimum yang lebih besar daripada nilai minimum bentuk objektif.
4. Melatih tester berpikir kritis dan kreatif yang dituangkan dalam kalimat.
Kelemahan-kelemahan tes essay :
1. Hanya bisa dikoreksi oleh pembuat soal.
2. Nilai yang diberikan tester bersifat subyektif, apalagi jika terpengaruh oleh kejelian tester dalam menjawab pertanyaan.
3.6 Jenis Data
Jenis data dalam pelaksanaan penelitian dapat dibagi menjadi dua pokok yakni: data kualitatif dan data kuantitatif. Jenis data kualitatif adalah jenis data yang berhubungan dengan nilai misalnya baik, buruk, indah, jelek dan sebagainya. Sedangkan jenis data kuantitatif adalah jenis data yang berhubungan dengan bilangan atau angka. Seperti yang dijelaskan seorang ahli bahwa “Jenis data kuantitatif adalah nilai dari perubahan yang dinyatakan dalam angka-angka” (Krisnamurti, 1995: 8). Jenis data kuantitatif ini dalam skala pengukurannya terbagi menjadi empat kategori, yaitu: nominal, ordinal, interval dan rasio.
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data mentah yang masih perlu diolah dan dianalisa. Sesuai dengan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yang dikaitkan dengan tujuan penelitiannya, maka analisis statistic yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru adalah analisis statistik korelasi product moment (rxy).
Deskripsi Data
Data yang diperoleh dideskripsikan dengan menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif ini meliputi: penentuan skor maksimal ideal (SMi), harga rata-rata ideal (Mi), dan simpangan baku ideal atau standar deviasi (SDi). Harga M dan SD diperoleh dengan cara : Mean (M) = ½ x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal), standar deviasi (SD) = 1/6 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) (Dantes, 1983: 78).
Hal ini dilakukan untuk memperoleh pendeskripsian data.
Kedua variabel dalam penelitian ini dideskripsikan ke dalam tiga kategori, yaitu :
Mi + 1 SDi … Mi + 3 SDi = Tinggi
Mi – 1 SDi …
Mi – 3 SDi …
FI �=y e %_ 0�\ ze: 12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times New Roman","serif"'>3. Refuser la permission (menolak permintaan izin)
Sesuai dengan rancangan penelitiannya, digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
rxy = product moment
x = variabel bimbingan
y = variabel prestasi belajar
S = sigma (jumlah)
(Riyanto, 1996: 107)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsjad, G. Maidar. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Djamarah, S.B, dkk, 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar, 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
M. Mansur, dkk. 1987. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Jemmars.
Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Netra, I.B. 1974. Statistik Inferensial. Surabaya: Usaha Nasional.
N.K. Roestiyah, 1994. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta: Rineka Cipta.
Panen, Paulina, MLS, dkk. 2003. Modul Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Riyanto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.
Slameto, 1988. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syafi’ie, H. Imam, dkk. 1997. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tohri, Ahmad, dkk. 2007. Simponi Belajar dan Pembelajaran. Selong.
Contoh : Je suis vraiment désolée mais ce n’est pas possible (sopan)
Quand je dis non, c’est non. (tidak sopan)
4. Refuser une offre (menolak penawaran)
Contoh : Non merci, pas pour l’instant. (sopan)
Dalam bahasa prancis ungkapan penolakan yang sering muncul sangat beragam, tergantung kepada situasi tutur. Contoh situasi : Lisa mengajak teman dekatnya Laura untuk menonton festival film perancis, tetapi karena Laura tidak menyukai film yang dipilih oleh Lisa, ia menolak ajakan tersebut, ungkapan penolakan yang mungkin muncul adalah:
a) Je regrette mais je ne peux pas venir
b) Non je n’ai pas envie.
Tuturan a dan b diatas pada intinya adalah tidak dapat memenuhi ajakan dari mitra tutur. Pemilihan jenis tuturan yang digunakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti :
Apakah lawan tutur lebih muda, lebih tua atau seusia, atau apakah hubungan keakraban mereka sudah baik atau dekat.
Apakah status sosial lawan tutur lebih rendah atau lebih tinggi (misalnya, dosen dan mahasiswa, dokter dan pasien)
Pada situasi apa percapakan terjadi (publik atau non publik)
Pada situasi percakapan Lisa dan Laura, penggunaan tuturan b yaitu non je n’ai pas envie (saya tidak mau) itu sah-sah saja, karena Lisa dan Laura adalah teman dekat yang hubungan keakrabanya baik Tapi bila tuturan b tersebut dituturkan dalam konteks yang berbeda misalnya oleh seorang mahasiswa kepada dosennya maka akan menimbulkan ketegangan karena dosen tersebut menganggap bahwa mahasiswa nya tidak memiliki sopan santun berbahasa, lain halnya jika mahasiswa tersebut mengunakan tuturan a yaitu Je regrette mais je ne peux pas venir (saya menyesal tidak bisa datang) maka akan terdengar lebih sopan karena bersifat tidak langsung dengan menggunakan ungkapan penyesalan.
A.6 Kekuasaan dan Solidaritas
Ujaran juga dapat mencerminkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur, terutama sekali hubungan kekuasaan dan solidaritas. Kekuasaan yang dimaksud merupakan status sosial antara penutur dan mitra tuturnya sedangkan solidaritas di sini berarti hubungan atau keakraban antara penutur dan mitra tutur. Istilah-istilah ini berkaitan dengan sosiolinguistik, diperkenalkan oleh Brown dan Gilman ahli psikologi sosial pada tahun 1960, yaitu dalam makalah-makalah klasik mengenai pemarkah kebahasaan. Jamil (1995:169) dalam bukunya berpendapat tentang kekuasaan dan solidaritas :
Kekuasaan sudah cukup jelas tetapi solidaritas sulit untuk didefinisikan. Istilah ini berkenaan dengan jarak sosial antara orang-orang yaitu seberapa banyak seberapa banyak mereka berbagi ciri sosial dan seberapa siap mereka untuk saling akrab.
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya, status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya Brown dan Gilman memberi pengertian terhadap kekuasaan adalah sebagai berikut “Power is relationship between at least two persons and it is nonreciprocal in the sense that both cannot have power in the same area of behavior “.
Sedangkan Fasold berpendapat tentang kekuasaan berdasarkan penelitian Brown and Gilman yaitu “older people are assumed to have power over younger people, parent over children, employers over employees, nobles over peasants, military officiers over enlisted man”. Dalam kaitannya dengan Teori kesopanan Leech yang menyatakan bahwa Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung semakin santun, sedangkan semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki status sosial lebih rendah akan memberikan jenis tuturan yang lebih tinggi (sopan) pada lawan tuturnya, demikian sebaliknya.
Solidaritas merupakan hubungan yang simetris yang berdasarkan keseimbangan dan kesamaan sosial. Brown dan Gilman menguraikan pengertian mengenai solidaritas (1972:309) solidarity is the name we give to the general relationship and solidarity is symmetrical. Sedangkan Fasold (1990:4) berpendapat solidarity implied a sharing between people, a deegre of closness and intimacy. Dalam kaitannya dengan teori Leech semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan.
Yang terpenting adalah hubungan antara kekuasaan dan solidaritas ini terbukti universal.Menurut Jamil (1996:177) hubungan solidaritas antara penutur dan mitra tuturnya dianggap sebagai suatu kasus dari fenomena umum.Terdapat banyak penelitian kebahasaan di dunia yang mendasari pada aspek solidaritas dan kekuasaan antara penutur dan mitra tuturnya dalam berkomunikasi.
A.7 Sintesis Teori
Pragmatik merupakan cabang dari ilmu linguistik yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang cukup pesat baik dari segi teori maupun penelitiannya.Ilmu pragmatik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Morris.Inilah awal dari cikal bakal perkembangan ilmu pragmatik yang pada akhirnya melahirkan pakar-pakar handal dibidangnya, seperti Searle, Yule, Brown dan Levinson, Leech, dll.Ilmu pragmatik memiliki berbagai macam ruang lingkup yang turut memperkaya kajiannya, seperti tindak tutur dan juga kesopanan berbahasa.
Dalam berkomunikasi, dibutuhkan adanya kesopanan berbahasa agar tujuan dari komunikasi dapat tercapai dan juga tercipta hubungan yang baik antara penutur dan mitra tutur. Menurut Leech untuk dapat mengukur kesopanan berbahasa terdapat lima indikator yaitu, skala kerugian dan keuntungan, banyak atau sedikitnya pilihan, skala ketidaklangsungan, skala keotoritasan, dan jarak sosial. Leech juga menciptakan maksim-maksim sopan santun yang mengatur prinsip-prinsip kesopanan berbahasa, yaitu maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, dan simpati. Sampai saat ini prinsip kesopanan Leech dianggap paling lengkap, mudah dimenggerti, dibanding prinsip kesantunan para pakar pragmatik lain.
Tindak tutur merupakan salah satu kajian dari ilmu pragmatik, yang mempelajari tentang bagimana manusia mempersepsikan ujarannya.Gagasan tindak tutur awalnya ditemukan oleh J.L. Austin (1962) dalam karyanya yang terkenal “How to Do Things with Words”.Dalam sebuah peristiwa tutur terdapat unsur-unsur yang mendukung terjalinnya komunikasi, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan dan tujuan tuturan tersebut. Tindak tutur sendiri memiliki beberapa jenis tergantung pada pengembangan teori dari para pakar pragmatik, mulai dari Searle yang membagi tindak tutur menjadi lima yaitu representatif, direktif, ekspresif, komisif, deklarasi, hingga Austin yang terkenal dengan teori tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Ketika berbicara dengan orang lain kita wajib mematuhi rambu-rambu dalam berkomunikasi, salah satunya adalah penggunan kesantunan berbahasa, agar setiap orang merasa kerasan ketika melakukan peristiwa pertuturan. Misalnya pada saat kita melakukan penolakan terhadap apa yang diinginkan oleh mitra tutur, penerapan kesopanan berbahasa menjadi sangat penting karena tindak tutur penolakan ini merupakan salah satu dari beberapa jenis tindak tutur yang bila pemakaiannya tidak diperhatikan dapat mengancam muka lawan tutur kita. Melakukan penolakan tidaklah mudah, karena pada dasarnya setiap orang ingin keinginannya terpenuhi dengan baik.Dengan penerapan kesopanan berbahasa dalam tindak tutur ini diharapkan resiko keterancaman muka lawan tutur dapat diminimalisir.
Kesopanan berbahasa selalu terkait oleh dua hal yaitu kekuasaan dan solidaritas antara penutur dan mitra tuturnya. Hal-hal tersebut bisa menjadi penentu bagi pemilihan jenis tuturan yang sesuai. Kekuasaan yang dimaksud merupakan status sosial antara penutur dan mitra tuturnya sedangkan solidaritas berarti hubungan atau keakraban antara penutur dan mitra tutur. Bila kita berhadapan dengan mitra tutur yang status sosialnya lebih tinggi kita cenderung memberikan jenis tuturan yang lebih tinggi pula, demikian sebaliknya. Dan bila hubungan antara penutur dan mitra tuturnya tidak akrab tuturan yang diberikan cenderung lebih sopan dibanding dengan mitra tutur yang hubungannya sudah akrab.
Dalam mempelajari bahasa asing orang selalu beranggapan bahwa yang terpenting adalah dapat berbicara baik dengan tataran gramatikal yang tepat sehingga kalimat yang kita ujarkan dapat dipahami dengan baik. Tetapi sesungguhnya penguasaan aspek gramatikal saja tidak cukup dalam mempelajari suatu bahasa, kita juga harus memahami prinsip-prinsip kesopanan berbahasa agar tuturan kita menjadi sempurna sehingga dalam proses komunikasi tidak ada yang tersakiti.
Bab III
Metodologi Penelitian
A. Satuan Analitik.
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi apa yang ada. Penelitian ini berusaha memberikan gambaran dengan sistimatis dan cermat tentang fakta aktual dan sifat populasi tertentu (Margono (2007:8)). Kuantitatif deskriptif cocok diterapkan dalam penelitian ini karena penelitian ini bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau fenomena kesantunan berbahasa pada mahasiswa, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih detail mengenai sejauh mana pemahaman mahasiswa tentang kesopanan berbahasa. Inti dari setiap penelitian deskriptif adalah, menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasi data.
Penelitian ini difokuskan pada pemahaman mahasiswa mengenai kesantunan berbahasa khususnya pada saat melakukan penolakan terhadap lawan tuturnya. Sejauh mana mahasiswa memahami dan menggunakan kesantunan berbahasa dalam proses komunikasi dapat terlihat pada penelitian ini. Pada kenyataannya setiap orang yang berbicara baik secara tata bahasa, belum tentu memiliki pemahaman yang baik juga mengenai kesantunan berbahasa, oleh karena itu kemampuan tata bahasa saja tidak cukup dalam berkomunikasi.
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kesopanan berbahasa pada mahasiswa dalam melakukan penolakan, maka dibuat instrumen berupa tes objektif dengan bentuk pilihan ganda yang dikembangkan dari teori kesantunan berbahasa Geoffrey Leech. Menurut Margono (2007:170) tes objektif adalah suatu tes yang disusun di mana setiap pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang bisa dipilih. Tes bentuk ini sangat efektif karena dapat menghasilkan skor yang konstan, tidak tergantung kepada siapapun yang memberi skor, karena pemberi skor tidak dipengaruhi oleh sikap subjektivitas. Dalam tes pada penelitian ini terdapat 9 butir pertanyaan yang berupa situasi cerita, situasi-situasi tersebut disusun agar responden dapat melakukan penolakan kepada lawan tuturnya, dengan memilih 1 dari 3 pilihan jawaban yang tersedia, kategori pilihan jawaban tersebut diperoleh dari pendapat dan masukan penutur asli. Pilihan jawaban tersebut dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
Kalimat penolakan sopan
Kalimat penolakan samar-samar
Kalimat penolakan tidak sopan
Sedangkan kesembilan situasi yang terdapat dalam tes, adalah sebagai berikut :
1. Status sosial (+), Keakraban (-).
Pada situasi pertama penutur adalah seorang mahasiswa yang menolak tawaran dosennya yang menawarinya sebuah pekerjaan yang bagus. Penutur menolak karena dalam pekerjaan tersebut terdapat kontrak untuk tidak menikah selama 2 tahun pada masa awal bekerja, di sisi lain penutur telah memiliki tunangan dan akan segera menikah.
2. Status sosial (+), Keakraban (-).
Pada situasi kedua penutur adalah seorang mahasiswa yang menolak ajakan kakak kelasnya untuk menonton sebuah film romantis di bioskop. Penutur tidak terlalu mengenal kakak kelas tersebut dan ia juga tidak menyukai film romantis, oleh karena itu penutur menolak ajakan tersebut.
3. Status sosial (+), Keakraban (+).
Pada situasi ini penutur juga seorang mahasiswa yang menolak saran dari dosen penutur aslinya, walaupun dosen dan mahasiswa tapi hubungan mereka dekat seperti seorang sahabat karena sering berpergian bersama.Dosen penutur asli tersebut memberi saran kepada penutur untuk berhenti merokok demi menjaga kesehatan, tetapi karena alasan sulit dan belum mau, penutur menolak saran tersebut.
4. Status sosial (=), Keakraban (+).
Pada situasi keempat penutur menolak permintaan teman kecilnya yang juga merupakan teman terbaiknya, yang diam-diam menyukainya. Penutur lebih memilih hubungan pertemanan dibanding percintaan, dengan alasan itu ia menolak permintaan teman tersebut untuk menjadi kekasihnya.
5. Status sosial (=), Keakraban (-)
Pada situasi ini penutur berada di sebuah perpustakaan dan duduk disamping jendela yang telah ia tutup karena sedang sakit, tiba-tiba seseorang yang tidak pernah dikenalnya duduk disebelahnya, dan meminta penutur membuka jendela tersebut, karena tidak ingin sakitnya bertambah parah penutur menolak permintaan tersebut.
6. Status sosial (=), Keakraban (-)
Pada situasi keenam penutur memiliki tetangga baru yang pindah seminggu yang lalu.Oleh tetangga baru tersebut penutur diundang ke pesta dirumahnya. Di pesta itu penutur sudah sangat kenyang karena banyak menyantap hidangan yang disediakan, tetapi tetangga baru itu memaksa penutur untuk mencicipi kue yang ia buat sendiri.
7. Status sosial (-), Keakraban (+).
Pada situasi ini penutur adalah seorang mahasiswa yang mempunyai adik kelas yang cukup akrab dengannya. Adik kelas tersebut ingin meminjam buku tata bahasa dari penutur, tetapi karena minggu depan ada ujian yang harus diikuti oleh penutur maka ia sangat memerlukan buku itu, sehingga penutur menolak untuk meminjamkan bukunya.
8. Status sosial (-), Keakraban (-)
Pada situasi kedelapan penutur adalah sorang guru ppl di sebuah sma, salah seorang muridnya mengajak penutur untuk mampir ke rumahnya, tetapi karena telah memiliki janji terlebih dahulu dengan dosen di kampusnya penutur menolak ajakan tersebut.
9. Status sosial (-), Keakraban (+).
Pada situasi kesembilan penutur mempunyai seorang adik yang meminta tolong untuk membantunya mengerjakan soal pr matematika, tapi karena penutur tidak menguasai matematika maka ia menolak permintaan adiknya tersebut.
Setiap situasi di dalam tes disususun berdasarkan teori kesopanan berbahasa Leech yakni berdasarkan dua faktor utama yaitu status sosial dan juga keakraban penutur dan mitra tutur.Situasi-situasi tersebut juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat memudahkan responden untuk memposisikan diri di setiap situasi.Setiap responden menjawab dengan memilih satu pilihan jawaban yang menurut mereka paling tepat, dengan begitu dapat terlihat apakah mereka menolak dengan sopan, menolak dengan samar-samar, atau menolak dengan tidak sopan.Tiga jenis pilihan jawaban yang tersedia merupakan pendapat dan masukan dari penutur asli bahasa Prancis.
Sebagai sampel penelitian tes dilakukan terhadap 30 responden yang merupakan mahasiswa tingkat II jurusan bahasa perancis UNJ tahun ajaran 2007/2008. Tes tersebut dilakukan dari bulan mei hingga juni 2009. dalam tes tersebut responden diuji sejauh mana pemahamannya mengenai kesantunan berbahasa dalam tindak tutur menolak.
B. Prosedur Penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang diberikan kepada mahasiswa tingkat II dengan prosedur.
1. Pengumpulan data hasil jawaban tes dari 30 responden yang merupakan mahasiswa tingkat II jurusan bahasa perancis UNJ.
2. Identifikasi hasil jawaban responden berdasarkan skala kesopanannya (sopan, samar-samar, tidak sopan)
3. Analisis data
4. Menghitung jumlah jawaban responden
C. Analisis Data
Adapun kegiatan menganalisis data yang telah diperoleh dari 30 responden, digunakan tabel data pada setiap situasi untuk memudahkan penghitungan jawaban responden serta pengklasifikasian jawaban tersebut berdasarkan tingkat kesopananya.
Responden Kalimat penolakan
Alasan
Sopan Samar–samar Tidak sopan
D. Validitas
Validitas tes adalah validitas isi karena butir-butir pernyataan dikembangkan sesuai teori kesantunan berbahasa pada bab sebelumnya dan telah diteliti serta diperbaiki oleh penutur asli.
E. Reabilitas
r11 = ( k ) ( Vt - ∑pq )
k-1 Vt
= ( 9 ) ( 1,04-1,86 )
9-1 1,04
= ( 9 ) ( 0,82 )
8 1,04
= 1,125 . 0,788
= 0,8865
keterangan:
r11 = reabilitas instrumen
K = banyaknya butir pertanyaan
Vt = varians total
p = Banyaknya subjek yang skornya 1
N
q = Proporsi subjek yang mendapat skor 0
(q = 1-p)
Penghitungan varians total dengan jumlah responden sebanyak 30 orang didapat v = 1,04 (lihat lampiran). untuk menghitung uji reabilitas instrumen digunakan rumus K-R 20, dan didapat hasil sebesar 0, 8865 , dengan demikian dapat dikatakan bahwa tes ini reliabel .