Sajak Cinta Ikan-ikan



Kenapa dari semalam itu nangis mulu? Siang tadi juga, gegara nonton film 5 cm. Emang ada hubungannya gitu? Gak juga sih. Sejak, em, sejak ada panggilan masuk, mungkin. 

Hidup itu selalu punya pilihan. Misal ada panggilan masuk kita pikir-pikir dulu mau angkat atau gak, udah gitu diangkat masih mikir-mikir juga, ini mau  marah atau gak, mau bersikap manis atau jutek. Memang, intinya hidup orang dewasah itu susah ngejalaninnya! Setuju? *okesip.

Sudah kebal dengan menahan tangis. Juga karena sebal yang terlalu lama. Hitungan dari hari Senin yang ditunggu, kemudian datang tanpa berdosa hari Jumat yang membisikan hembusan kata ‘kangen’. Demi apa sih? Terlalu lama tak bertemu kau sebut kangen, juga luka ini, lama tak bertemu keburu kering. Aha, kering. Coba kau siram air garam, jadi deh lagu dangdut itu. aissh, lupakan!

“Ini siapa? Istri atau pacar?” (menyaksikan dengan muka bengong).

“Pacar.” (muka berubah syok).

Apa? Kau sebut pacar? Sejak kapan itu? mengapa aku tiba-tiba lupa. Sekalian tak kau sebut aku keponakanmu saja? sebenarnya lebih sakit mana. Ketika benar berpacaran, kemudian bertemu dengan orang yang dikenal dan dikenalkan sebagai TEMAN. Atau yang sudah tak mempunyai hubungan namun dikenalkan dengan sebutan PACAR? Mungkin, sakit keduanya. Gemuruh, gemuuh!

Akan berbeda jika sebelumnya kamu belum membuat lubang-lubang terjal di sini, dalam hatiku. Aku yang kamu sebut pacar akan tersipu malu karena bahagia di samping kita yang tak berjelas hubungan. Tapi ternyata jalan yang kita lalui ini bertolak belakang dari angan tadi. Boleh kok diukur berapa dalam lobang yang kau buat.

Hari ini, tentang ini, hanya demi kamu.

Oh ya, terima kasih bukunya. Aku sudah menjanjikan menempatkan pada jajaran pengarang terfavorit. Terima kasih tanda tangannya, juga pesan singkat yang amat biasa. Dalam setiap pembacaan sajakmu itu selalu saja ada luka. Mengapa aku masih menangis ketika mengeja kata demi kata. Ukuran istimewamu itu seperti apa sih? Menempatkan nama seseorang di sana kah? Atau yang hanya tersirat di dalamnya. Aku kah yang lebih istimewa? Aku sih berharap seperti itu walau tak ada secuil namaku di sana.

Pada Sajak Cinta Ikan-ikan, ternyata aku sudah terlalu tergiur dengan umpan yang kau sematkan dalam kail. Sayang, sungguh sayang. Nikmatnya umpan itu tak sebanding dengan mata kail yang menghujam ikan ini.

Pada Catatan Mustajab, ada yang kuheran. Dalam setiap hembusan nafas tidurku yang sepertiga malam hambir usai itu ternyata kau menyimpannya. Dan kau tulis di sana ada doa. Doa yang terselesaikan. Tenyata hanya untuk malam itu saja. Sampai sekarang aku masih melanjutkan doa-doa yang lain. Masih tentang kamu, ya tentang kamu.

Aku kah mutiara yang keluar dari kerang-kerang? Benarkah yang kau kenal dulu itu adalah Aku? Ah, aku terlalu banyak berharap. Sepertinya...

19-20 Juli 2013