Seperti FTV



Bagaimana perasaanmu ketika apoteker berulang kali menyebut namaku, ‘Utami Pratiwi’. Atau sebelum itu, ketika kamu tahu mbakku bersanding dengan Lelaki(ku) yang sibuk di meja pendaftaran pasien. Bagaimana perasaanmu? Eh salah, bukan kamu, tapi kalian. Ya, kalian, kalian itu lho.

Ah, andai saja hari ini hanya sebuah film, dan aku harus kembali menyatakan ini layar nyata, bukan layar kaca. Ada kalian di tempat yang sama. Ini bukan film FTV murahan, mungkin saja cerita murahan itu ada karena memang ada momen nyata yang juga murahan? Adanya aku, menjadi bernilai maha. Ha? Aku juga tak tahu maksudnya. Aih, lupakan!

Aku dan Lelaki(ku) sedang kalian juga berdua. Takdir apa ini? Mengapa kita berempat dipertemukan. Eh, aku tak melihat kalian, hanya dari cerita saja. Tapi itu sudah membuatku tertawa, setidaknya menjadi penawar rasa tawar dan khawatir beberapa waktu yang lalu. Ketika kamu yang bercerita, itu yang menjadi lucu. Kemudian kita tertawa bersama. sebenarnya aku malu. Kenapa kamu harus tahu ketika aku sakit, ketika aku lemah. Aku maunya kamu melihatku yang cerita, dengan tatapan tetap mencinta. 

Hari ini seperti hari senin biasanya. Bangun tidur, mandi dan ngampus niat bimbingan. Menunggu dari jam 10 sampai jam 12 tapi sang dosen tak juga datang. Aku suskses download lagu JKT48 full album juga OST Gu Family Book sampai selesai. Suara adzan juga selesai. Aku pulang.

Sebelum itu ada smsmu yang memintaku datang ke ‘rumah baru’. Aku sudah merasa pusing, san memilih pulang. Di jalan saja aku juga hampir limbung. Berpegangan pada dinding-dinding. Hey, aku kenapa?
Dan gak jadi puasa, apa yang kumakan kembali, juga tubuh yang menjadi merah-merah. Nihil! Tak ada orang di kos. Aku sendiri yang hampir pingsan, melihat ruangan seperti berputar. Oh Tuhan, aku sungguh takut jika saat itu aku mati!

Akhirnya telefon sepupuku, panggil bu kos dan tak lama setelah itu Pitri datang. Setelah sibuk ini itu mau ke RS, kamu juga datang. Aku tak percaya ketidaksengajaan. Terima kasih untuk Tuhan yang menggerakan tanganmu untuk menuju kosku.

“Di luar ada ... dan ...”

“Iya, sepupuku tadi juga bilang. Ha ha ha, aku malu. Pas sakit gini kamu ngelihatin aku.”

Kemudian kita tertawa, entah tertawa karena tingkah muntahku yang lucu namun sungguh kasihan atau karena ada dua manusia itu yang disengajakan Tuhan bertemu kita.

“Kamu pacaran sama itu ya, aku cemburu lho.”

“Oh, jadi cemburu ya? tadi kamu juga ketemu si ... di lantai  dua? Dia bilang sama aku.”

Hahaha, betapa banyak wanitamu. Aku yang ke berapa Lelaki(ku). Obrolan tak terlupa di kamar baruku.

Selebihnya, terima kasih banyak untuk Mbak Atin, Fitri, Mpith, dan kamu. Yang sudah direpotkan dengan sakitku. Uhh, aku tak mau lagi sakit.

Ah, tempat orang-orang sakit itu memberi kita sekelumit kenangan yang sampai entah kapan bisa diceritakan, juga siselingi derai tawa, Rumah Sakit Hidayatullah.