Turki melakukan upaya untuk mendorong masyarakat dalam mengembalikan kembali Presiden Mesir Muhammad Mursi.
Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Menlu Amet Davutoglu telah menghubungi PBB, AS, Uni Eropa dan negara Arab seperti Qatar untuk membahas masalah tersebut.
“Pesan kami jelas, kami ingin dunia menyebut bahwa yang terjadi di Mesir adalah kudeta militer, yang tidak bisa diterima di Mesir maupun di negara lain,” kata Davutoglu.
Ia memandang bahwa peristiwa di Mesir merupakan hal yang sangat mengecewakan dan mengutuk kudeta tersebut.
Washington menggambarkan penghapusan Mursi sebagai “intervensi militer”, menurut laporan Middle East Monitor (MEMO) seperti dikutip Mi’raj News Agency (MINA), Kamis (11/7).
Turki membangun kerjasama yang kuat dengan pemerintah Mursi sebelum ia dicopot dari kursi pemerintahannya.
Sementara itu dalam berita terkait, Presiden Tunisia, Moncef Marzouki telah meminta Uni Afrika untuk mengadakan pertemuan darurat membahas solusi damai krisis Mesir.
Mesir masih mengalami krisis kepemimpinan setelah Mursi dikudeta militer seminggu yang lalu, di mana para pendukung Mursi yang berjumlah lebih banyak menuntut kembalinya presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokrasi itu.
Para pendukung Mursi melakukan aksi protes damai di wilayah-wilayah di Mesir, termasuk yang paling banyak di Rab’ah Adawiyah, Nasr City, dan depan universitas Kairo.
Presiden sementara yang dipilih militer dan oposisi untuk menggantikan Mursi, Adly Mansur, dikatakan akan memimpin Mesir sampai enam bulan ke depan menyusul pemilihan presiden selanjutnya.
Sedangkan Mursi yang mengatakan kepemimpinannya adalah amanah rakyat yang dibebankan kepadanya, menegaskan kembali dalam sebuah pesan pidatonya pada para demonstran bahwa ia akan kembali lagi memimpin, mengembalikan apa yang sudah rakyat Mesir percayakan kepada dirinya.
Sampai hari ini, para pendukung Mursi masih menuntut kembalinya presiden sah Mesir yang dilantik pada Juni 2012 itu, sedangkan sebagian penentang Mursi masih melakukan protes di Tahrir Square guna memperlihatkan konsistensi mereka dalam kudeta yang dilakukan pemimpin militer, Abdul Fattah As Sisi. (MINA/muslimina).