Dear...



Dear,

Hei, ingat pemutaran film Spiderman di Transtv beberapa hari lalu? Perasaan kok sering banget ya diputer. Bulan April lalu juga. Ketika malam-malam dalam sebuah kotak ruangan. Kamu ingat? Kemudian kita membicarakn hidup yang semakin berbeda. Menyadari bahwa puzzle ini tak bisa dipaksakan menjadi satu. Mungkin jika kita menawarkan puzzle ini kepada orang lain akan ada yang pas dan cocok. Bukankah sudah ada yang bilang jika tulang rusuk itu tak akan tertukar? Jika dipaksakan dada ini pasti sakit. Penempatan puzzle yang gak pas juga pasti tak akan utuh dan jelas tercerai berai. 

Kemudian kita membuat perjanjian, tentang wanita pendampingmu dan lelaki pendampingku. 
Dear, Kamu yang berkacamata (Sttt, kamu yang semakin Kepo: silakan menebak siapa orang ini)
Aku melihat duniamu yang sudah sangat berbeda. Wajah yang kian matang dan dewasa, namun ketika kemarin ku-ulik ternyata hatimu masih sama. Ada apa? Bukankah pendampingmu itu sudah amat menawan? Juga komunitas yang mengelilingi harimu. Aku melihat kalian sangat bahagia. Terima kasih untuk kisah sekilas lalu. Aku masih menjanjikan makan malam, dan kamu menjanjikan es krim. Aku tunggu. Aku harap nanti ketika bertemu kita bisa membicarakan masa depan dan jodoh masing-masing. Yuk, buka agenda dan cari hari yang tepat untuk menghabiskan malam bersama. Mungkin dengan sepiring nasi lauk lele atau nasi padang lauk telur seperti dulu itu?

Dear, Kamu yang berkacamata dan sangat menawan (Kamu yang menjadi tokoh ideal dalam cerpen-cerpenku)
Apa kabarmu? Ternyata perempuan dari seberang lautanlah yang menjadi dermaga menyandaran kapal hati yang kau bawa. Di tempatku juga ada laut lho, tapi terlalu dangkal. Mungkin nanti kapalmu malah karam pora poranda jika dilabuhkan. Berarti memang, kita tak berjodoh. Mari menerima takdir. Masih ingat foto-foto prewed dulu itu? sambil memaksa anak orang tutup mulut. Tapi aku menyukai setiap jepretan. Aku menyebutnya ‘Story of...” sebenarnya namamu itu sudah pas jika dimasukkan dalam nama-nama kriteria buatanku dan sepupuku. Dan kembali lagi, kalau jodoh tak kemana. Kamu mau kemana?

Dear, Kamu Za
Jika jodoh itu adalah kamu, kita mau bagaimana?

Dear, Kamu Al
Mari kita bermain andai kata:
Andai kata pelabuhan terakhir itu adalah aku? Walaupun sudah banyak rute dan perjalanan yang kamu lakukan. Dan juga sempat beberapa kali melabuhkan kapal. Ternyata sampai saat ini kapalmu masih saja berjalan. Mungkin masih mencari dermaga yang paling pas. Aku tak banyak berharap, aku juga bukan yang dulu lagi. Apalagi kamu. Lalu, bagaimana kita harus menjawab berbagai pertanyaan tentangku dari orang tuamu dan tentangmu dari orang tuaku. Kita sudah dewasa, dan aku harap kita sama-sama bijak dalam menjawab. Eh, aku harus menjawab apa?

Dear, Kamu yang membawa kebingungan hidup
Bimbang adalah segala jawaban yang akhirnya tak terjawab. Sekarang aku akan lebih mempercayai apa perkataan bapakku. Jika beliau berkata TIDAK, maka aku tak akan melakukannya. Memaksa beliau meng-IYA-kan ternyata berakhir seperti ini. Apakah di usia ini masih ada kebimbangan? Dan aku semakin percaya jika orang itu bukan kamu.

Dear, Kamu yang (masih) KEPO
Aku bingung menghadapimu.