Mengetahui tentang Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri)
(sumber/ source: Radius, Dwi Bayu.2012. Ulin, Kayu Perkasa yang Terancam Punah. Jakarta: Kompas Edisi 15 Maret 2012.)
Empat batang kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) yang msing berdiameter 50 cm dan panjang 5 m dibiarkan tergelatak di hutan Palawi. Kayu itu adalah sisa bahan pembangunan rumah betang atau rumah adat Dayak Tumbang Gagu pada tahun 1870. Meskipun sudah 142 tahun ditebang dan diletakkan di atas tanah, kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) tampak tetap utuh. B ahkan membuktikan sebutan sebagai kayu besi. “Bayangkan, kayu ulin tersebut hendak dipakai untuk membuat rumah betang Tumbang Gagu tahun 1870, tetapi hingga kini masih utuh,” kata Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia Provinsi Kalteng Berdodi Samuel. Batang kayu tersebut masih sangat keras. Tak ada tanda kelapukan. Sebagian luar kayu diliputi lapisan lumut, tetapi bagian dalam gelondongan masih padat. Terbukti saat Ulin (Eusideroxylon zwageri) diketuk, jari terasa agak sakit. Bunyi pepat terdengar, seperti kayu tak berongga. Kayu juga sangat berat bagai loga, usia Ulin (Eusideroxylon zwageri) di hutn itu yang mencapai lebih dari 100 tahun juga dibenarkan para penghuni betang Tumbang Gagu. “Cerita turun temurun dari para penghuni rumah ini, ulin itu hendak digunakan untuk membangun rumah betang ini, tetapi bahan bangunannya sudah cukup memenuhi, lalu dibiarkan,” jelas Mira Rindu (53), penghuni betang Tumbang Gagu. Potongan ulin di hutan tersebut merupakan bukti betapa perkasanya pohon yang banyak tumbuh di Kalimantan dan sebagian Sumatra itu. Selain untuk membangun rumah adat masyarakat Dayauk, Ulin (Eusideroxylon zwageri) juga digunakan, antara lain untuk sumpit, bagian kapal, dan jembatan. Dekat gelondongan, berdiri sekitar lima pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri) dengan tinggi sekitar 30 meter dan diameter 1 meter. Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya, Chartina Pidhath, menjelaskan, tetap kokohnya Ulin (Eusideroxylon zwageri) meski telah dibiarkanratusan tahun adalah wajar. “Saya tak tahu berapa abad ulin bisa digunakan, tapi betang di Kalimantan bisa jadi petunjuk betapa kuatnya ulin,” paparnya. Betang di Desa Tumbang Malahui, Kecamatan Rungan, Kabupaten GunungMas, Kalteng. Misalnya, mulai dibangun pada tahun 1869. Sementara, betang Tumbang Apat di Desa Tumbang Apat, Kecamatan Sungai Babuat, Kabupaten Murung Raya, Kalteng, sudah berdiri pada tahun 1828. “Leluhur masyarakat Dayak eblum erasa mantap membangun rumah betang kalau tidak pakai ulin. Setelah ditebang, ulin kering dan mengeras,” katanya. Namun, kini kayu ini terancam punah. Ulin (Eusideroxylon zwageri) dilarang dijual belikan. Kelangkaan dipicu pertumbuhan ulin sangat lambat. “Biji Ulin besar dan berpelindung kuat semacam zat tanduk. Pelindung itu tebal seperti batok kelapa. Ketika jatuh ke tanah, tak langsung tumbuh,” kata Chartina. Buah yang dibiarkan jatuh itu baru mengeluarkan tunas setelah enam bulan hingga satu tahun. Zat tanduk Ulin (Eusideroxylon zwageri) lebih banyak dibandingkan dengan kayu lain. teras atau bagian luar Ulin (Eusideroxylon zwageri) juga lebih kuat. Jika ingin tumbuh lebih cepat, buah harus dipecahkan. “Buah diperlakukan khusus dengan mengikir cangkang. Meski demikian, budidaya belum juga berhasil. Padahal, sejumlah peneliti sudah dilakukannya,” ujarnya. Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng Sipet Hermanto mengakui, budidaya Ulin (Eusideroxylon zwageri) di Kalteng belum menunjukkan hasil yang baik. “Beberapa perusahaan kehutanan sudah pernah mencoba membudidayakan pohon itu, tetapi hasilnya belum signifikan,” jelasnya. Persoalannya, pertumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwageri) sangat lambat. Pemerintah setempat berencana embuka kawasan konservasi Ulin (Eusideroxylon zwageri) di Kabupaten Katingan. “Luas lahan yang disipakna sekitar 200 hektar. Program itu akan dimulai pada tahun 2012,” katanya. Dalam buku Dendrologi yang ditulis Tjahjono Samingan, cektakan tahun 1982 dan diedarkan Penerbit PT Gramedia dijelaskan, sifat Ulin (Eusideroxylon zwageri) termasuk kelas Kuat I dan kelas awet I. bandingakn, misaknya dengan kayu jati yang termasuk kelas kuat II dan kelas awet II. Sementara, kayu belangeran termasuk kelas kuat I-II dan kelas awet I-Ii serta cendana kelas kuat II dan kelas awt I-II, berat jenis Ulin (Eusideroxylon zwageri): 0,88-1,20, sementara jati: 0,62-0,82, belangeran: 0,75-0,98; dan cendana: 0,73-0,94. Berdasarkan buku Jenis-jenis Kayu Indonesia yang disusun Lembaga Biologi Nasional-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) cetakan tahun 1977, disebut Ulin (Eusideroxylon zwageri) tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek batang, perubahan kelembapan dan suhu, serta air laut. “Ulin tergolong kayu yang berat sehingg tenggelam dalam air,” kata Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya Cakra Birawa. Buah Ulin (Eusideroxylon zwageri) berbentuk lonkong dengan panjang sekitar 15 cm dan berdiameter sekitar 7 cm. “selain dikikir, perkecambahan bisa dipercepat dengan menggoreng. Buah di goreng bukan dengan minyak, melainkan pasir,” paparnya. Lambatnya perkembangan Ulin (Eusideroxylon zwageri) itu ditunjukkan dengan rata-ata pertumbuhan diameter pohonnya. Cakra membandingkan dengan pertumbuhan rata-rata diameter pohon meranti, lebih kurang satu sentimeter per tahun. Sementara, pertumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwageri) hanya 0,058 cm dalam setahun. Sayangnya, keunggulan Ulin (Eusideroxylon zwageri) membuatnya menjadi incaran pencuri. Menurut Chartina, harga ulin seukuran daun pintu saja bisa mencapai Rp1,5 juta. Tak heran tiang, pagar serta lantai jembatan di beberapa tempat yang menggunakan kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) selalu dipreteli. Akibatnya jembatan pun rusak. Kepala Desa Sukakarya, Kecamatan Jenamas, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng, Suriansah mengakui, bagian jembatan yang terbuat dari Ulin (Eusideroxylon zwageri) di desanya kerap dicuri. Peremajaan menjadi perhatian utama untuk mengembalikan pamor ulin sehingga kayu ini tidak lenyap selamanya.