LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON SOLID
MODUL II
EMULSI
Kelompok B2 :
Desty Ririn R. K100110031
Oka Gagaz P. K100110035
Eldesi Medisa I. K100110038
Yeni Cristiana K100110040
LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON SOLID
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
MODUL II
EMULSI
TUJUAN PRAKTIKUM
- Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
- Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
- Mengetahui sifat alir sediaan plastik
- Menentukan tipe emulsi
DASAR TEORI
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (DepKes RI, 1979).
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Komponen dasar
Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri dari:
o Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
o Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
o Emulgator
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
b. Komponen tambahan
Corigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative, anti oksidan. (Anonim, 2009).
Jenis emulsi ada 2, yaitu:
a. Zat yang tak larut (umpamanya minyak) terdispers dalam air. Terdiri dari tetesan-tetesan minyak yang halus yang melayang dalam air. Emulsi ini dapat diencerkan dengan air dan disebut emulsi O/W (minyak dalam air).
b. Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam zat yang tidak larut, disebut emulsi tipe W/O (air dalam minyak).
Dalam praktik kita bagi dalam:
a. Emulsi alam (emulsi vera), dibuat dari bahan-bahan bakal, dimana terdapat minyak yang harus diemulsikan bersama emulgatornya atau emulgatornya sudah terdapat dalam biji. Contoh: emulsi Amygdalae dulces, Semen Lini, Semen Cucurbitae, dan Fructus Canabis.
b. Emulsi buatan (emulsi spuria), dimana harus ditambahkan emulgator dan air. Contoh: Oleum Ricini (Duin, 1954).
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Flokulasi dan Creaming
Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.
b. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking)
Proses cracking bersifat tidak dapat kembali.
c. Inversi
Peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya (Anief, 2000).
Faktor yang memecah emulsi:
a. Pemecahan emulsi secara kimia, dengan penambahan zat yang mengambil air, seperti CaCl2eksikatus dan CaO.
b. Pemecahan emulsi secara fisika:
o Kenaikan suhu menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan menaikkan benturan butir-butir tetesan.
o Pendinginan menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi.
o Penambahan granul kasar
o Pengenceran emulsi yang berlebihan
o Penyaringan
o Pemutaran dengan alat sentrifugal
c. Efek elektrolit terhadap stabilitas emulsi
Faktor- faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah:
a. Ukuran partikel
b. Viskositas
c. Rasio fase volume
d. Muatan listrik pada lapisan ganda listrik
Pembuatan emulsi:
a. Metode gom basah (metode Inggris)
Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat.
b. Metode gom kering
Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, sselanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1.
c. Metode HLB
Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator untuk tipe sistem yang dipilih (Anief, 2007).
ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
· Blender
· Mixer
· Mortir stamper
· Alat gelas
· Kertas saring
· Viskosimeter elektrik
· Viskosimeter stormer
B. Bahan :
· Oleum arachidis
· Tween 80
· Span 80
· CMC-Na
· Aquadest
· Metilen blue
CARA KERJA
1. Pengaruh harga HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula :
R/ oleum arachidis 100 g
Tween 80 25 g
Span 80 25 g
Aquadest ad 500 g
Perbandingan Tween dan Span:
Zat | Formula I | Formula II | Formula III |
Tween 80 | 75 bagian | 50 bagian | 25 bagian |
Span 80 | 25 bagian | 50 bagian | 75 bagian |
Pembuatan :
Oleum arachidis + tween + span, dipanaskan 700C
↓
Sementara, disiapkan air yang dipanasi pada suhu 700C
↓
Bagian air dituang ke dalam bagian minyak porsi per porsi sambil diaduk
↓
Cairan dimasukkan ke dalam blender, diputar 1 menit → dimasukkan ke dalam bekerglas sambil diaduk sampe dingin
↓
Emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala, diamati pemisahan yang terjadi
↓
Ditentukan pola viskositas emulsi dengan viskosimeter elektrik
↓
Dihitung harga HLB campuran tween-span, dibandingkan nilai HLB dengan stabilitas emulsi.
2. Pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi
Formula :
R/ oleum arachidis 166,67
CMC-Na 1%
Aquadest ad 1000
Pembuatan :
Dibuat larutan CMC-Na 1% disuspensikan dalam air panas
↓
Distirer dengan kecepatan 120 rpm
↓
Di+ air dingin, dan didinginkan ad 250C
↓
Distirer selama 60 menit, ad terbentuk larutan jernih
↓
Oleum arachidis dimixer, + CMC-Na, diaduk selama 1 menit
↓
Cairan dibagi menjadi 3
↓
500 ml 200 ml 300 ml
2 menit 30 detik penghomogenan sebanyak 3X
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala
Diamati stabilitasnya pada 0, 5, 10, 15, 20, 30, 60 menit, dan pada hari ke 2 dan ke 3
diukur diametr rata-rata 20 partikel dengan mikroskop
stabilitas emulsi dibandingkan dengan berbagai alat pembuatan yang dipergunakan
3. Penetapan sifat alir yang dipergunakan
Dibuat larutan CMC-Na 2% (CMC-Na disuspensi dalam air panas,distirer 120 rpm, + air dingin, didinginkan ad suhu 250C, distirer 60 menit ad tebentuk larutan jernih)
Dari cairan induk, dibuat larutan CMC-Na 2%, 1,5%, 1%, 0,5%
Viskosimeter stomer disiapkan untuk beroperasi pada 250C
Cairan dituangkan ke dalam bejana viskosimeter, beban disiapkan dengan berat tertentu
Jarum diatur di belakang angka 0, beban dikunci, ditunggu ± 2 menit
Beban dilepaskan, dicatat waktu saat jarum lewat angka 0 dan dihentikan saat jarum lewati angka 100, dihitung harga rpm
Percobaan dilakukan kembali dengan beban 5 g lebih berat, diulangi hingga didapat 5 atau 6 titik
Dibuat grafik beban (gram) vs rpm
Percobaan diulangi lagi dengan cairan yang lain
Disimpulkan
4. Penetapan jenis emulsi :
a. Metode warna
beberapa tetes larutan metilen blue dicampurkan ke dalam sample emulsi
jika seluruh emulsi berwarna seragam, maka emilsi bertipe O/W
b. Percobaan cincin
emulsi diteteskan pada kertas saring
emulsi tipe O/W dalam waktu singkat membentuk cincin air di sekeliling tetesan.
HASIL PERCOBAAN
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula | Harga HLB |
I | 12,325 g |
II | 9,65 g |
III | 6,975 g |
Hari ke | Menit ke | Formula I | Formula II | Formula III | |||
Viskositas | Tinggi pemisahan | Viskositas | Tinggi pemisahan | Viskositas | Tinggi pemisahan | ||
1 | 15 | 10 | 0,60 | 10 | 0,70 | 13 | 0,30 |
30 | 13 | 0,70 | 17 | 0,60 | 15 | 0,4 | |
60 | 14 | 0,80 | 18 | 0,60 | 17 | 0,4 | |
2 | - | 7 | 0,8 | 8 | 0,7 | 9 | 0,7 |
3 | - | 9 | 0,8 | 11 | 0,8 | 11 | 0,7 |
2. Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
Hari ke | Waktu (menit) | Tinggi pemisahan (cm) | ||
Mixer | Blender | Homogenizer | ||
1 | 0 | 0,3 | 0 | 0 |
15 | 0,3 | 0,1 | 0,1 | |
30 | 0,3 | 0,2 | 0,2 | |
60 | - | - | - | |
2 | - | 1,7 | 3,7 | 2,8 |
3 | - | 6,5 | 6,8 | 7,2 |
Hasil kalibrasi skala okuler :
Satu (1) skala okuler = 10 skala objektif
Jadi 1 skala okuler = 0,01 × 10 mm = 100 µm
Range diameter Globul (µm) | Jumlah globul | |||||
Mixer | Blender | Homogenizer | ||||
Hari 1 | Hari 3 | Hari 1 | Hari 3 | Hari 1 | Hari 3 | |
0 – 10 | 120 | 100 | 120 | 120 | 140 | 140 |
10 – 20 | 100 | 100 | 120 | 90 | 150 | 140 |
20 – 30 | 40 | 25 | 60 | 75 | 110 | 90 |
30 – 40 | 70 | 50 | 80 | 70 | 50 | 35 |
40 – 50 | 30 | 40 | 20 | 15 | 20 | 20 |
50 – 60 | 8 | 5 | 40 | 24 | 20 | 17 |
60 – 70 | 10 | 8 | 8 | 7 | 10 | 6 |
70 – 80 | 6 | 5 | 10 | 5 | 15 | 14 |
80 – 90 | 8 | 5 | 4 | 1 | 6 | 2 |
90 – 100 | 4 | 3 | 2 | 2 | 5 | 2 |
>100 | | | | | | |
3. Mengetahui sifat alir sediaan plastis
CMC Na 1 % | CMC Na 0,5 % | ||||
Beban (g) | Waktu untuk 100 putaran (detik) | rpm | Beban (gram) | Waktu untk 100 putaran (detik) | rpm |
50 | 13,46 menit = 807,6 detik | 1,86 | 50 | 16,32 menit = 979,2 detik | 1,53 |
100 | 1,44 menit = 86,4 detik | 17,36 | 100 | 2,12 menit = 127,2 detik | 11,79 |
150 | 52 detik | 29,41 | 150 | 51 detik | 29,41 |
200 | 28 detik | 53,57 | 200 | 28 detik | 53,57 |
250 | 18 detik | 83,33 | 250 | 20 detik | 75 |
300 | 12 detik | 125 | 300 | 13 detik | 150,325 |
4. Menentukan tipe emulsi
| Metode pewarnaan | Metode cincin |
Emulsi 1 | Warna seragam = biru = tipe o/w | o/w = membentuk cincin |
Emulsi 2 | Warna tidak seragam | o/w = membentuk cincin |
Keterangan :
Emulsi 1 : Emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80 – Span 80
Emulsi 2 : Emulsi dengan emulgator CMC Na
PERHITUNGAN
Formula :
R/ Oleum Arachidis 100 gram
Tween 80 25 gram
Span 80
Aquadest 500 gram
- Nilai HLB
Tween 80 ; Span 80 = 75 : 25
Tween 80 = × 15 = 11,25 g
Span 80 = × 4,3 = 1,075 g
HLB campuran = 11,25 + 1,075 = 12,325 g
Tween 80 ; Span 80 = 50 : 50
Tween 80 = × 15 = 7,5 g
Span 80 = × 4,3 = 2,15 g
HLB campuran = 7,5 + 2,15 = 9,65 g
Tween 80 ; Span 80 = 25 : 75
Tween 80 = × 15 = 3,75 g
Span 80 = × 4,3 = 3,225 g
HLB campuran = 3,75 + 3,225 = 6,975 g
Bobot emulgator
Bobot emulgator total 25 mg
Tween 75 : Span 25
Tween = × 25 = 18,75 g
Span = × 25 = 6,25 g
Tween 50 : Span 50
Tween = × 25 = 12,5 g
Span = × 25 = 12,5 g
Tween 25 : Span 75
Tween = × 25 = 6,25 g
Span = × 25 = 18,75 g
- Pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula I
Hari ke 1, menit ke 15 = = 0,05
Hari ke 1, menit ke 30 = = 0,058
Hari ke 1, menit ke 60 = = 0,06
Hari ke 2 = = 0,06
Hari ke 3 = = 0,06
Formula II
Hari ke 1, menit ke 15 = = 0,058
Hari ke 1, menit ke 30 = = 0,05
Hari ke 1, menit ke 60 = = 0,05
Hari ke 2 = = 0,058
Hari ke 3 = = 0,06
Formula III
Hari ke 1, menit ke 15 = = 0,025
Hari ke 1, menit ke 30 = = 0,03
Hari ke 1, menit ke 60 = = 0,03
Hari ke 2 = = 0,058
Hari ke 3 = = 0,058
- Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
F =
Hari ke | Waktu (menit) | Tinggi pemisahan (cm) | ||
Mixer | Blender | Homogenizer | ||
1 | 0 | F = = 0,025 | F = = 0 | F = = 0 |
15 | F = = 0,025 | F = = 0,0083 | F = = 0,0083 | |
30 | F = = 0,025 | F = = 0,016 | F = = 0,016 | |
60 | - | - | - | |
2 | - | F = = 0,142 | F = = 0,308 | F = = 0,233 |
3 | - | F = = 0,541 | F = = 0,566 | F = = 0,6 |
Kalibrasi mikroskop = objektif × skala mikroskopik
Hasil kalibrasi skala okuler :
Satu (1) skala okuler = 10 skala objektif
Jadi 1 skala okuler = 0,01 × 10 mm = 100 µm
- Rata-rata partikel
1. Mixer = = 36,85 µm
2. Blender = = 44,2 µm
3. Homogenizer = = 49,4 µm
- Penetapan sifat alir sediaan plastis
rpm = × 25 = …. rpm
CMC Na 1 % | |||
Beban (gram) | Waktu untuk 100 putaran (detik) | Rpm | |
50 | 13,46 menit = 807,6 detik | rpm = × 25 = 1,86 rpm | |
100 | 1,44 menit = 86,4 detik | rpm = × 25 = 17,36 rpm | |
150 | 52 detik | rpm = × 25 = 28,84 rpm | |
200 | 28 detik | rpm = × 25 = 53,57 rpm | |
250 | 18 detik | rpm = × 25 = 83,33 rpm | |
300 | 12 detik | rpm = × 25 = 125 rpm | |
CMC Na 0,5 % | |||
Beban (gram) | Waktu untk 100 putaran (detik) | Rpm | |
50 | 16,32 menit = 979,2 detik | rpm = × 25 = 1,53 rpm | |
100 | 2,12 menit = 127,2 detik | rpm = × 25 = 11,79 rpm | |
150 | 51 detik | rpm = × 25 = 29,41 rpm | |
200 | 28 detik | rpm = × 25 = 53,57 rpm | |
250 | 20 detik | rpm = × 25 = 75 rpm | |
300 | 13 detik | rpm = × 25 = 150,325 rpm | |
PEMBAHASAN
Emulsi merupakan campuran dari dua cairan yaitu fase minyak dan fase air yang tidak dapat bercampur dalam keadaan normal, namun dengan adanya bantuan dari suatu emulgator keduanya dapat bercampur jadi homogen. Emulgator diartikan sebagai suatu bahan yang memiliki bagian hidrofil dan lipofil sehingga menyebabkan fase air dan fase minyak bercampur. Percobaan ini menggunakan dua jenis emulgator, emulgator golongan surfaktan non ionik yaitu Tween 80 dan Span 80, serta emulgator golongan hidrokoloid yaitu CMC-Na. Sebagai fase minyak digunakan oleum arachidis atau yang biasa disebut minyak kacang, minyak ini diperoleh dari pemerasan biji yang telah dikupas dan pada umumnya lebih banyak digunakan dalam pembuatan margarin. Suatu sediaan emulsi perlu dilakukan kontrol kualitas untuk memastikan bahwa sediaan yang dibuat telah memenuhi syarat. Dalam percobaan ini kontrol kualitasnya meliputi pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi, pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi, sifat alir sediaan plastik, dan menentukan tipe emulsi.
Stabilitas emulsi dipengaruhi salah satunya oleh harga HLB (Hidrophilic and Lipophilic Balance), yaitu suatu karakteristik surfaktan yang menunjukkan keseimbangan antara hidrofil dan lipofil, apabila surfaktan dimasukkan kedalam emulsi W/O, maka gugus hidrofil akan ke fase air sedangkan gugus lipofil akan ke fase minyak (sehingga HLB besar artinya surfaktan bersifat hidrofil,dan HLB kecil artinya surfaktan bersifat lipofil). Pada uji ini dibuat 3 formulasi sediaan emulsi menggunakan emulgator perbandingan berbeda-beda dari Tween 80 dan Span 80, tujuan dari dibuatnya 3 formulasi ini adalah agar diketahui nilai HLB yang ideal dengan menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari emulsi yang paling baik sehingga dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling baik. Dari hasil yang didapat, ketiga formula termasuk emulsi tipe o/w dilihat dari nilai HLB-nya. Tween 80 atau Polysorbatum 80 digunakan sebagai emulgator fase air sedangkan Span 80 atau Sorbitan monooleat digunakan sebagai emulgator dalam fase minyak. Sediaan dibuat dengan mencampurkan oleum arachidis dengan tween dan span dan ditambahkan air yang telah dipanaskan 700C secara bertahap. Pemanasan ini bertujuan untuk mempermudah proses pencampuran air dan minyak. Blender juga digunakan untuk mencampurkan kedua fase agar semakin meningkatkan homogenitasnya. Sediaan yang telah dibuat lalu diamati pemisahan dan viskositasnya, pengamatan terhadap pemisahan yang terjadi pada sediaan emulsi dilakukan pada tabung reaksi yang berskala sedangkan penentuan viskositasnya menggunakan viskosimeter elektrik. Dari data percobaan diketahui bahwa pada formula 1 viskositasnya tidak stabil sedangkan tinggi pemisahannya stabil pada 0,8 cm mulai menit ke 60 hingga hari ketiga. Pada formula 2 nilai viskositas maupun tinggi pemisahan juga tidak stabil. Hal yang sama juga dialami formula 3, viskositas tidak stabil namun tinggi pemisahan stabil pada 0,4 cm di menit 30 hingga 60 dan stabil pada 0,7 cm dihari kedua hingga ketiga. Suatu sediaan emulsi yang baik seharusnya memiliki nilai viskositas tetap, namun tidak ditunjukkan oleh hasil percobaan 3 jenis formulasi, hal ini juga tidak sesuai dengan nilai HLB yang didapat, ini bisa dikarenakan proses pembuatan yang kurang sesuai maupun penyimpanan yang kurang tepat. Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunkan. Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi viskositas emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partikel suatu emulsi, maka semakin tinggi viskositasnya dan makin tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.
Uji selanjutnya digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi. Formulasi masih menggunakan oleum arachidis sebagai fase minyak dan akuades sebagai fase air, namun emulgator yang digunakan berbeda dari formula yang pertama. Digunakan emulgator golongan hidrokoloid yaitu CMC-Na yang dapat menambah kestabilan emulsi yang dibuat. CMC-Na akan terdispersi dalam air lalu butir-butir CMC-Na yang hidrofilik akan menyerap air. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas menyebabkan emulsi menjadi stabil. CMC-Na 1% dibuat dengan mensuspensikan CMC-Na dalam air panas karena CMC-Na mudah larut dalam air panas, setelah larut diaduk dengan ditambah air dingin untuk menambah volume dan menurunkan suhu, pengadukan dilakukan hingga terbentuk larutan yang jernih. Larutan ini dicampurkan sedikit demi sedikit dengan oleum arachidis didalam mixer agar lebih homogen. Campuran dibagi menjadi 3 bagian untuk mendapat perlakuan menggunakan jenis alat yang berbeda, yaitu mixer, blender,dan homogenizer yang diganti dengan mortir. Ketiga alat tersebut memiliki fungsi dan mekanisme kerja yang berbeda. Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Blender dapat menghomogenkan campuran dan memperkecil ukuran partikel, bekerja melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi yang memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium dispersinya. Kelemahan dari mixer dan blender adalah mudah terbentuk buih/ busa bila banyak udara yang ikut terdispersi yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Homogenizer yang diganti dengan mortir memiliki fungsi untuk memperkecil ukuran partikel, dilakukan dengan cara menekan cairan dan menumbukkannya ke dinding mortir dengan bantuan stamper. Emulsi yang terbentuk dari jenis alat yang berbeda diamati tinggi pemisahannya pada waktu tertentu. Untuk emulsi menggunakan mixer didapatkan hasil tinggi pemisahan 0,3 cm dari menit ke 0 hingga 30, pada hari kedua dan ketiga masing-masing 1,7 cm dan 6,5 cm. Untuk emulsi menggunakan blender didapatkan hasil tinggi pemisahan dari menit ke 0, 15, 30,hari 1 dan 2 berturut-turut 0;0,1;0,2;3,7;6,8 cm. Untuk emulsi menggunakan mortir didapatkan hasil tinggi pemisahan dari menit ke 0, 15, 30,hari 1 dan 2 berturut-turut 0;0,1;0,2;2,8;7,2 cm.tidak dilakukan pengamatan pada menit ke 60 karena waktu pada hari pertama telah habis. Dari hasil yang didapat hingga hari ketiga, emulsi yang dibuat menggunakan blender lebih stabil karena selisih tinggi pemisahannya paling kecil dibanding yang lain. Emulsi dikatakan stabil bila tidak terjadi pemisahan yang besar antara fase satu dengan fase yang lain. Selain dengan tinggi pemisahan, kestabilan juga dilihat dari besarnya diameter globul emulsi dari tiap alat yang digunakan. Dari hasil yang didapat, dilihat dari diameter globul dan jumlah globul yang ada, emulsi yang dibuat dengan blender memiliki stabilitas yang baik, kerena semakin kecil diameter globul dan sedikitnya jumlah akan membuat emulsi stabil sehingga tidak terjadi proses creaming.
Dalam mengetahui sifat alir sediaan plastis digunakan CMC-Na dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 1% dan 0,5%. Keduanya diuji menggunakan viskosimeter stormer untuk membandingkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan 100 putaran dengan beban tertentu. Dari hasil yang didapat keduanya memiliki waktu yang hampir sama untuk memutar beban, hal ini terjadi pada beban 150 dan 200 gram, keduanya memerlukan waktu 51 dan 28 detik. Pada beban 50 gram, CMC-Na 1% memerlukan waktu 807,6 detik/1,86 rpm sedangkan CMC-Na 0,5 % memerlukan waktu 979,2 detik/1,53 rpm. Pada beban 300 gram, CMC-Na 1% memerlukan waktu 12 detik/125 rpm sedangkan CMC-Na 0,5 % memerlukan waktu 13 detik/150,325 rpm. Dilihat dari data yang ada sifat alir CMC-Na 1% lebih baik dari pada CMC-Na 0,5%, karena waktu yang diperlukan lebih cepat. Bila beban dengan kecepatan putar diplotkan dalam grafik maka akan dihasilkan grafik aliran plastis, kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau akan memotong jika bagian lurus dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal dengan sebagai harga yield. Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang tersuspensi dalam suspensi pekat, adanya yield value disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel yang berdekatan (disebabkan oleh adanya gaya van der Waals), yang harus dipecah sebelum aliran dapat terjadi.
Dalam menentukan tipe emulsi, dilakukan dengan metode pewarnaan dan metode cincin. Pada metode pewarnaan, digunakan metilen blue sebagai indikator, zat ini larut dalam air, bila emulsi terwarnai seragam maka termasuk emulsi tipe o/w karena mediumnya berupa air. Untuk emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 didapatkan hasil warna seragam biru ini menunjukkan bahwa emulsi ini termasuk emulsi tipe o/w. Sedangkan untuk emulsi dengan emulgator CMC-Na, warna tidak seragam biru menunjukkan termasuk emulsi tipe w/o. Pada metode cincin, emulsi yang diteteskan di kertas saring dan membentuk cincin air disekeliling tetesan maka termasuk emulsi tipe o/w karena medium dispersnya berupa air sehingga jumlah air lebih banyak dibanding jumlah air sehingga bisa membentuk cincin. Baik untuk emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 maupun untuk emulsi dengan emulgator CMC-Na, didapatkan hasil yang membentuk cincin, ini menunjukkan bahwa emulsi tipe o/w. Ada hasil yang berbeda pada emulsi dengan emulgator CMC-Na dari metode pewarnaan dengan metode cincin, hal ini bisa disebabkan emulsi yang belum homogen dan stabil saat dilakukan pengamatan.
KESIMPULAN
· Ketiga formula termasuk emulsi tipe o/w dilihat dari nilai HLB-nya.
· Viskositas tidak tetap, menunjukkan ketidakstabilan emulsi yang dikarenakan proses pembuatan yang kurang sesuai maupun penyimpanan yang kurang tepat.
· Blender menyebabkan emulsi memiliki stabilitas yang baik dilihat dari tinggi pemisahan dan jumlah globul yang kecil.
· Berdasarkan sifat alir, emulsi yang dibuat termasuk tipe plastis dilihat dari pemlotan beban vs kecepatan putar
· Dengan metode pewarnaan, emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 termasuk emulsi tipe o/w, dan emulsi dengan emulgator CMC-Na termasuk emulsi tipe w/o.
· Dengan metode cincin, emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80-Span 80 maupun untuk emulsi dengan emulgator CMC-Na, didapatkan hasil yang membentuk cincin, ini menunjukkan bahwa emulsi tipe o/w.
· Perbedaan yang terjadi dari metode pewarnaan dengan metode cincin disebabkan emulsi yang belum homogen dan stabil saat dilakukan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Duin, Van. 1947. Reseptir. Jakarta: Soeroengan.