Angka 99



“Coba nduk kamu tanya, IPK tertinggi itu udah kerja belum. Ha ha ha...” derai tawa perempuan di sampingku, yang sudah sejak semester tiga dulu kuliah sambil kerja.

“Hahahah... kalau belum ya sama kayak aku.”

“Hahahaha....”

Ini jadi seperti menertawakan diri sendiri. 

Perempuan-perempuan terbaik yang di podium itu, rata-rata adalah temanku. Teman dalam satu kegiatan, teman ketika KKN di Cilacap, dan temanku sejak masih TK.

Selamat buat perempuan-perempuan cantik, selamat buat Balu Hidayati. Teman, sahabat, dan yang memperkenalkan aku dengan cinta pertama. Sampai bertemu di rumah, yang pasti orang tua kita bakalah banyak bercerita, dan yang pasti aku dibanding-bandingkan nantinya (ini kau lagi persiapan mental) hahhahah. Mungkin, bukan kedua orang tua kita yang membandingkan, tapi tetangga-tetangga yang cerewet itu lho. Kultur daerah yang membuat gerah dan tak betah di rumah. Kabur yuk, dan rasanya aku ingin menggandeng tangan cinta pertamaku. Oh!

Penasaran. Mereka yang terbaik, apakah totalitas dengan kuliah saja, atau juga berkutat dengan kegiatan organisasi? Sepertiny ada tipe kuduanya.

Aku? Dengan kemampuan biasa saja, penampilan biasa saja, nggak usah heboh. Toh angka 99 sudah lumayan. Seperti bacaan tasbih ya. Semoga barokah. Aku, yang organisasi tak begitu menjiwai namun kuliah juga cukup rajin. Aku yang biasa saja. Aku yang mencintai posisi ini. Halo, angka 99.