dalil dalil


1.      DALIL TETANG BAIAT
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
(59) إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا {الفتح:10}
(59) “Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu sesungguhnya mereka berbaiat kepada Allah, tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang mengingkari bai’atnya niscaya akibat pelanggarannya akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa yang menepati bai’atnya, maka Allah akan memberikan pahala yang besar.” (Q.S. Al Fath : 10).
Allah Subhanahu wa ta’ala  berfirman :
(60) إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمْ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ واْلإِنْجِيْلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنْ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمْ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ{التوبة :111}
(60) “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka ber perang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi ) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janji nya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Tau bah : 111)
C. Ancaman tidak Berbai’at dan Mengkhianati Bai’atnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(61) مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
(61) “Barangsiapa melepas tangan dari taat akan bertemu dengan Allah pada hari kiyamat dengan tidak punya alasan. Dan barangsiapa mati sedang tidak ada ikatan bai’at pada lehernya maka ia mati seperti matinya orang jahiliyah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh : II/136)
Yang dimaksud “seperti mati Jahiliyah” adalah  kematian dalam kesesatan, perpecahan dan tidak mempunyai imam yang ditaati. (Hamisy Shahih Muslim II/136)
D.  Berbai’at karena Dunia
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(62) ثَلاَثَةٌلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًالاَ يُبَايِعُهُ إلاَّ لِدُنْيَاهُ إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ وَإِلاَّ لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَلَمْ يُعْطَ بِهَا
(62) “Tiga macam orang yang Allah tidak akan berkata kata kepada mereka pada hari kiyamat dan tidak akan membersihkan (memaafkan), dan bahkan bagi mereka siksa yang pedih.   Mereka itu adalah: 1) Orang yang mempunyai kelebihan air di tengah jalan tetapi menolak permintaan orang yang dalam keadaan bepergian, 2) Orang yang berbai’at pada seorang imam, tetapi tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberi menepati bai’atnya dan jika tidak diberi (ditolak tuntutannya) ia tidak menepatinya, 3) Orang yang menjual barang pada orang lain setelah ‘Ashar dan bersumpah dengan nama Allah, sungguh akan diberikan dengan ketentuan begini dan begini, lalu ia membenarkannya dan hendak mengambilnya, tetapi ia tidak memberikannya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/99, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204, At-Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi IV/128 No: 1595. Lafadz Al-Bukhari)
E.  Kewajiban Menepati Bai’at
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
(63) يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لاَ يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلاَ يَسْرِقْنَ وَلاَ يَزْنِينَ وَلاَ يَقْتُلْنَ أَوْلاَدَهُنَّ وَلاَ يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلاَ يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ{الممتحنة:12}
(63) “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak anaknya, tidak akan berdusta yang mereka ada adakan antara tangan dan kaki mereka  dan tidak akan mendurhakaimu dengan urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-Mumtahanah:12)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(64) كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
(64) “Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya, sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi dan akan ada setelahku beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak, sahabat bertanya: ”Apa yang tuan perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya.  Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh:  II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204. Lafadz Muslim)
Ubadah bin Shomit Radliallahu ‘anhu berkata :
(65) بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّالاَ نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
(65) “Kami berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan semangat ataupun lemah (berat), dan untuk tidak menentang perintah kepada ahlinya serta untuk menegakkan (kebenaran) atau berkata dengan benar di manapun kami berada, tidak takut dalam membela agama Allah dari celaan orang-orang yang mencelanya.” (HR. Al Bukhari dari Ubadah bin Shamit, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/96, Muslim, Shahih Muslim: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/202, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/137-138. Lafadz Al-Bukhari)
F.  Dua Orang  Dibai’at  menjadi imaam dalam Satu Masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(66) إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
(66) “Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).”  (HR. Muslim dari Abi Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(67) وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ
(67) “Dan barangsiapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
2) Bagi Muslimat
(68) عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ بَيْعَةِ النِّسَاءِ قَالَتْ مَا مَسَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يَأْخُذَ عَلَيْهَا فَإِذَا أَخَذَ عَلَيْهَا فَأَعْطَتْهُ قَالَ اذْهَبِي فَقَدْ بَايَعْتُكِ
(68) “Dari ‘Urwah bahwasanya ‘Aisyah menceritakan kepadanya tentang bai’atnya kaum wanita, ia berkata: “Tidaklah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam menyentuh seorang wanita (yang bukan muhrimnya) dengan tangannya sedikitpun, apabila kaum wanita telah mengikrarkan bai’atnya, beliau menerimanya, lalu bersabda: “Pergilah sungguh saya telah menerima bai’atmu.” (HR. Muslim, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/142. Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari IX/99, Abu Dawud, Sunan Abu dawud II/133. Lafadz Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(69) إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلُ قَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
(69) “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita (yang bukan muhrimnya), maka sesungguhnya ucapanku (dalam menerima bai’at) bagi seratus wanita itu sebagaimana ucapanku bagi seorang wanita.” (HR. An-Nasai dari Umayyah binti Rufaiqah, Sunan An-Nasai dalam Kitabul bai’ah: VII/149, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi IV/149 No: 1597)
H.  Bai’at Anak yang Belum Baligh
Hirmasy bin Ziyad berkata :
(70) مَدَدْتُ يَدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا غُلاَمٌ لِيُبَايِعَنِي فَلَمْ يُبَايِعْنِي
(70) “Saya mengulurkan tangan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam supaya beliau membai’atku, pada waktu itu saya masih kecil, maka beliau tidak membai’atku.” (HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai dalam Kitabul Bai’ah: VII/150)
(71) عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ هِشَامٍ وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيْعِ أَهْلِهِ
(71) “Dari Abdullah bin Hisyam, dia telah berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Ibunya yaitu Zainab binti Humaid pergi bersamanya untuk mendatangi Rasulullah Shallal lahu’alaihi wa sallam, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, terimalah bai’atnya.” Maka beliau bersabda: “Dia masih kecil,” seraya mengusap kepalanya dan mendo’akannya, beliau menyembelih kambing satu untuk semua keluarganya.” (Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/98).

2.      DASAR-DASAR QURANI DAN HADIST TENTANG AKHLAK TASAWUF
dasar akhlak tasawuf juga berasal dari dua sumber itu, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dinyatakan dalam hadits nabi 
عَنْ اَنَسٍ ابْنِ مَالِكٍ قَالَ النَّبِىُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ.
Artinya:“Dari Anas bin Malik berkata: Bersabda Nabi SAW: telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara yang apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat yaitu kitab Allah dan sunnah RosulNya”.
. Al-Qur’an menjelaskan konsepsi tasawuf dalam bentuk dorongan manusia untuk menjelajahi dan menundukkan hatinya. Serta tidak tergesa-gesa untuk puas pada aktifitas dan ritual yang bersifat lahiriah . Seperti dinyatakan dalam ayat berikut.أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد : 16)“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kapada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan Al-Kitab kepadaNya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mareka, lalu hati mareka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mareka adalah orang-orang yang fasik(Q.S. Al-Hadida [57]:16). 
unsur kehidupan tasawuf mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam yaitu As-Sunnah, Al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya, antara lain Al-Qur’an menerangkan tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai dengan tuhan . Hal itu difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 54
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ( المائدة : 54)
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersifat lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersifat keras pada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela, itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya dan Allah maha luas (pemberianNya) lagi maha mengetahui “. (Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 54)
Allah juga memerintahkan manusia agar senantiasa bertaubat membersihkan diri dan selalu memohon ampun kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-Nya
.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (التحريم : 8)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surge yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang beriman bersama dengan dia, sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mengatakan, “ Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”. (Q. S. At Tahrim [66] :8).
Abu Al-Wafa’ Al-Ganimi At-Taftazani mengatakan bahwa semua tahapan (maqamat) dan keadaan (akhwal) para sufi, yang pada dasarnya merupakan tema pokok ajaran tasawuf, berlandaskan Al-Qur’an. Berikut ini landasan sebagian muqamat dan akhwal para sufi tersebut.a. Dalam Al Qur’an menerangkan tentang penggemblengan jiwa, yang digunakan sebagai landasan, yaitu dalam surat Al Ankabut [29] ayat 69
)وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (العنكبوت: 69)
Artinya, “ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(Q. S. Al Kanbut [29]: 69) Firman-Nya lagi,
 وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (النازعات:40-41)“Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”. b.Tentang maqam ketaqwaan, Allah berfirman,يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات:13)“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. Al Hujurat [49]:13)Allah SWT. juga berfirman, .......وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ ( البقرة : 194)Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Al Baqoroh [2] 194)c. Tentang maqam Zuhud“Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”d.Tentang maqam tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (الطلاق : 3)…Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…(Q. S. Ath Thalaq [ 65]:3)قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (الزمر: 39)Dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman itu bertawakal. (Q. S. Az Zumar [39]: 39)Tentang maqam syukur antara lain berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ ( إبراهيم : 7 )…Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu…(Q.S. Ibrohim [14]:7) e. Maqam sabar, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ (المؤمن :55)Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuja Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (Q.S. Mu’min [40]:55)..... وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (البقرة : 155 )Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(Q.S. Al-Baqarah[2]:155)f. Maqam rida berlandaskan pada firman Allah SWT. Berikut ini.رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ ( المائدة : 119)….Allah rela terhadap mereka, dan merekapun rela terhadapnya…(Q.S. Al-Maidah [5]:119).g. Tentang maqam ma’rifah, antara lain Allah SWT. berfirman,وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (البقرة : 282)Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 282)فَوَجَدَا عَبْداً مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْماً (الكهف : 65)Lalu, mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadany ilmu dari sisi Kami. (Q.S. Al-Kahfi [18]: 65). Demikian sebagian ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan kaum sufi dalam melaksanakan praktik-praktik kesufiannya. Akan terlalu panjang uraiannya jika semua pengertian psikis dan moral yang diungkapkan para sufi tentang tingkatan dan keadaan, dicarikan rujukannya dalam dalam Al-Qur’an. 2. Dasar-dasar Al-Hadits tentang Akhlak tasawuf Selain Dapat dilihat dari kerangka Al-Qur’an, tasawuf juga dapat dilihat dari kerangka Al-Hadits. Hadits menurut para ulama ahli hadits (muhadditsin) adalah segala ucapan, perbuatan, taqrir (peneguhan/mendiamkan sebagai tanda membolehkan atau persetujuan), dan sifat-sifat nabi nabi Muhammad SAW. Namun ulama usul fiqih mendefinisikan hadits lebih sempit lagi yaitu terbatas pada ucapan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. yang berkaitan tentang hukum .Ucapan berarti tentang semua ucapan Rosulullah SAW. tentang berbagai macam bidang seperti aqidah akhlak, pendidikan, muamalah, hukum dan sebagainya. Contoh tentang akhlak Rosulullah SAW. bersabda: “kekejian dan perbuatan keji sama sekali bukan dari ajaran agama islam. Sesungguhnya orang yang terbaik keislamannya adalah yang terbaik budi pekertinya” (HR. Tirmidzi). Nabi Muhammad SAW. berkata bahwa hati terdapat empat macam, yakni: (1) hati yang tajam; (2) hati bersih dari kotoran; (3) hati yang di dalamnya ada sesuatu seperti lampu yang menyinari hatinya; (4) hati yang terhijab. Dalam hadits Rosulullah banyak dijumpai keterangan yang membicarakan tentang kehidupan rohaniah manusia. Misal dalam hadits:مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُArtinya: “Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, berarti ia mengenal Tuhannya”.Dalam hadits juga dijelaskan tentang tasawuf yaitu:كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًا فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِي عَرَفُوْنِيArtinya:“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka aku menjadikan makhluk agar mereka mengenalKu”.Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa beliau adalah sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah mengasingkan diri di Gua Hirah, menjelang datangnya wahyu beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh orang arab tengah di dalamnya seperti dalam praktek perdagangan dengan prinsip menghalalkan segala cara. Ucapan-ucapan Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang mulia itu diikuti pula oleh perbuatannya dan kepribadiannya. Beliau dikenal sebagai akhlak shidiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah), fatanah (cerdas).Para sahabatpun banyak juga yang menganut praktek bertasawuf, yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar misalnya pernah berkata: “Aku mendapatkan kemuliaan dalam ketakutan, kefanaan dalam keagungan dan kerendahan hati.” Khalifah Umar Bin Khatab pernah berkhutbah di hadapan jamaah kaum muslimin dalam keadaan berpakaian yang sangat sederhana Khalifah Utsman Ibn Affan banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan membaca Al-Qur’an. Baginya Al-Qur’an ibarat surat dari kekasih yang selalu dibawa dan dibaca kemanapun ia pergi. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa benih-benih tasawuf telah diterangkan dalam Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat dalam kehidupan sehari-hari.
3.      ULAMA ADALAH PEWARIS PARA NABI
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu), Para ulama semakin langka, dan semakin banyaknya orang bodoh yang berambisi untuk menjadi ulama. Simak risalah ini selanjutnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Asy-Sya’bi berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 60)
Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan barakah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
مَفاَتِيْحُ لِلِخَيْرِ وَمَغاَلِيْقُ لِلشَّرِّ
Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.”
Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Ilmu merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut. Dan engkau sekarang berada pada kurun (abad, red) ke-15, jika engkau termasuk dari ahli ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini termasuk dari keutamaan-keutamaan yang paling besar.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 16)
Dari sini kita ketahui bahwa para ulama itu adalah orang-orang pilihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (Fathir: 32)
Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Quran) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi Al-’Ulama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi).” (Fathul Bari, 1/83)
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan: Maknanya adalah: “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an). Dan Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu… dan tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para shahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” (Fathul Qadir, hal. 1418)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih At-Targhib, 1/33/68)
. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْناَ الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لحَاَفِظُوْنَ
Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan Ad-Dzikri (Al-Qur’an) dan Kami pula yang menjagannya.” (Al-Hijr: 9)
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِئُوا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُوْرِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
Mereka berkeinginan memadamkan cahaya (Agama) Allah dan Allah tetap akan menyempurnakannya walaupun orang-orang kafir itu benci.” (Ash-Shaff: 8)
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ
Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk Allah menangkan atas seluruh agama.” (Ash-Shaff: 9)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada Khabbab bin Art radhiallahu ‘anhu:
وَاللهِ لَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا اْلأَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعاَءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخاَفُ إِلاَّ اللهَ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُوْنَ
Demi Allah, Allah akan benar-benar menyempurnakan urusan-Nya (agama) sehingga orang yang berkendaraan dari Shan’a1 menuju Hadhramaut (Yaman) tidak takut melainkan hanya kepada Allah atau kepada serigala yang akan menerkam kambingnya, akan tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR. Al-Bukhari)
Dalil-dalil tentang keutamaan ilmu dan ulama
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاَتٍ
Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu ke beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “(Kedudukan) ulama berada di atas orang-orang yang beriman sampai 100 derajat, jarak antara satu derajat dengan yang lain seratus tahun.” (Tadzkiratus Sami’, hal. 27)
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِصْطِ
Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Dia dan para malaikat dan orang yang berilmu (ikut mempersaksikan) dengan penuh keadilan.” (Ali ‘Imran: 18)
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ
Katakan (wahai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (Az-Zumar: 9)
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Maka bertanyalah kalian kepada ahli dzikir (ahlinya/ ilmu) jika kalian tidak mengetahui.” (An-Naml: 43)
5. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُوْنَ
Dan tidak ada yang mengetahuinya (perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah) melainkan orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Melainkan orang-orang yang berilmu secara benar di mana ilmunya sampai ke lubuk hatinya.” (Tafsir As-Sa’di, hal 581)
6. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
7. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهً عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
Ganjaran mereka di sisi Allah adalah jannah Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah, demikian itu adalah bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al-Bayyinah: 8)
Badruddin Al-Kinani rahimahullah berkata: “Kedua ayat ini (Fathir ayat 28 dan Al-Bayyinah ayat 8) mengandung makna bahwa ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang-orang yang takut kepada Allah adalah sebaik-baik manusia. Dari sini disimpulkan bahwa ulama adalah sebaik-baik manusia.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)
Ucapan yang serupa dan semakna dibawakan oleh Ibnul Qayyim t dalam kitabnya Miftah Dar As-Sa’adah, jilid 1 hal. 225.
8. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu agama.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Hadits ini menunjukkan, barangsiapa yang tidak dijadikan Allah faqih dalam agama-Nya, menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan kepadanya kebaikan.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/246)
9. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu)
4.      Hadits Rosul Tentang Teman
 “Sebaik baik sahabat di sisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap temannya dan sebaik baik jiran di sisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap jirannya. ” (Hadis riwayat al- Hakim)Dari Nu’man bin Basyir r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang di antara mereka adalah seumpama satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit maka mengakibatkan seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur.” (Hadis riwayat Muslim)" Seorang Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menzaliminya, merendahkannya, menyerahkan (kepada musuh) dan tidak menghinakannya. ” (Hadis riwayat Muslim)“Teman yang paling baik adalah apabila kamu melihat wajahnya, kamu teringat akan Allah, mendengar kata-katanya menambahkan ilmu agama, melihat gerak-gerinya teringat mati."“Seseorang itu adalah mengikut agama temannya, oleh itu hendaklah seseorang itu meneliti siapa yang menjadi temannya. ” (Hadis riwayat Abu Daud).Telah bersabda Rasulullah SAW sebagaimana yg diriwayatkn oleh Al-Tirmizi yang bermaksud, "seseorang itu akan terpengaruh dengan temannya. Maka hendaklah sesorang kamu itu memilih siapa yang harus dijadikan teman."Telah bersabda Rasulullah SAW yang diriwayatkn oleh Al- Bukhari & Muslim: "Maksudnya perumpamaan teman yg baik & teman yang tidak baik ialah umpama wangi-wangian dan tukang besi. Adapun pembawa wangi-wangian, sama ada dia memberinya sedikit ataupun anda membeli daripadanya sedikit ataupun kamu dapat mencium dprdnya bau yang wangi. Manakala tukang besi, sama ada dia membakar bajunya ataupun kamu akan mencium dairpadanya bau- bauan yang busuk. "Daripada Abu Hurairah r.a. yang maksudnya, bahawasanya ada seorang lelaki yang pergi menziarahi saudaranya yakni sahabatnya di sebuah kampung yang lain. Lalu Allah menyuruh seorang malaikat untuk memerhatinya di dalam perjalanan. Lalu malaikat itu bertanya kepada lelaki itu, “ Hendak ke mana engkau?” Lelaki tersebut menjawab, “ Aku hendak menemui seorang sahabatku di kampung itu ”. Malaikat bertanya lagi, “Adakah bagimu bumi kepadanya yang engkau mengharap balasan daripadanya ?” Tidak, aku mencintainya kerana Allah SWT. Maka berkatalah malaikat itu kepadanya, “Bahawa sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah kepada engkau. Bahawa sesungguhnya Allah SWT telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai dia kerana Allah ”.(Hadith riwayat Muslim). Sahabat yang menunjukkn kebaikan kepada kamu, adalah sahabat yg baik. Dan sahabat yang menunjukkn kesalahan kamu, adalah sahabat yg paling baikAli bin Abi Thalib r.a. berkata, “Sejahat-jahat teman ialah yang memaksa engkau bermuka-muka dan memaksa engkau meminta maaf atau selalu mencari alasan. ”Apakah ciri-ciri seorang sahabat yang baik? Nasihat yang boleh diikuti dalam membina persahabatan ialah sebagaimana pesanan al-Qamah (seorang sahabat Rasulullah SAW) kepada anaknya, “Wahai anakku, sekiranya engkau berasa perlu untuk bersahabat dengan seseorang, maka hendaklah engkau memilih orang yang sifatnya seperti berikut:1 - Pilihlah sahabat yang suka melindungi sahabatnya, dia adalah hiasan diri kita dan jika kita dalam kekurangan nafkah, dia suka mencukupi keperluan.2 – Pilihlah seorang sahabat yang apabila engkau menghulurkan tangan untuk memberikan jasa baik atau bantuanmu, dia suka menerima dengan rasa terharu, jikalau ia melihat kebaikan yang ada pada dirimu, dia suka menghitung- hitungka n (menyebutnya) .3 – Pilihlah seorang sahabat yang apabila engkau menghulurkan tangan untuk memberikan jasa baik atau bantuanmu, ia suka menerima dengan rasa terharu dan dianggap sangat berguna, dan jika ia mengetahui mengenai keburukkan dirimu ia suka menutupinya.4 – Pilihlah sahabat yang jikalau engkau meminta sesuatu daripadanya, pasti ia memberi, jikalau engkau diam, dia mula menyapamu dulu dan jika ada sesuatu kesukaran dan kesedihan yang menimpa dirimu, dia suka membantu dan meringankanmu serta menghiburkanmu.5 – Pilihlah sahabat yang jikalau engkau berkata, ia suka membenarkan ucapan dan bukan selalu mempercayainya saja. Jikalau engkau mengemukakan sesuatu persoalan yang berat dia suka mengusahakannya dan jika engkau berselisih dengannya, dia suka mengalah untuk kepentinganmu."