VALIDASI METODE ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI (DARAH) - LAPORAN RESMI

                                                          LAPORAN PRAKTIKUM
BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN

PERCOBAAN I
VALIDASI METODE ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI (DARAH)


Disusun Oleh :
Nama : Eldesi Medisa Ilmawati
NIM : K 100 110 038
Kelompok : B2
Korektor : Hadi Cahyo, S. Farm., Apt.


LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA TERAPAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013


PERCOBAAN I
VALIDASI METODE ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

I.                   TUJUAN PERCOBAAN
-          Mempelajari langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati
-          Memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati
-          Memvalidasi prosedur analisis obat dalam cairan hayati

II.                DASAR TEORI
Efek terapi suatu obat biasanya baru terlihat sesudah zat aktifnya melalui sistem pembuluh aorta lalu masuk ke hati dan kembali masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh jaringan badan.
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada keadaan pasien yang bersangkutan (secara in vivo) dengan menentukan kadar dalam plasma darah setelah mencapai keseimbangan antara serum cairan tubuh (kedaan tunak). Ada korelasi yang baik antara kadar obat dalam plasma dengan efek terapi.
Ketersediaan hayati digunakan untuk member gambaran mengenai keadaan dan kecepatan obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan dengan kurva kadar-waktu setelah obat diminum dan berada pada jaringan biologic atau larutan sperti darah dan urine.
Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan:
1.      Jumlah atau bagian obat yang diabsorbsi dari bentuk sediaan.
2.      Kecepatan obat diabsorbsi.
3.      Masa kerja obat berada di dalam cairan biologik atau jaringan, bila dihubungkan dengan respon pasien.
4.      Hubungan antara kadar obat dalam darah dengan efektivitas terapi/efek toksik.

Penentuan ketersediaan hayati kebanyakan hanya untuk bentuk sediaan obat seperti tablet dan kapsul yang digunakan peroral untuk memperoleh efek sistematik. Hal ini bukan berarti ketersediaan hayati tidak ada dalam bentuk sediaan obat yang lain selain bentuk padat/penggunaan bentuk obat melalui rute lain selain melalui mulut (Anief, 1995).
Pengetahuan tentang konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat, atau mengapa penderita mengalami suatu efek yang idak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin menjelaskan ketelitian dari aturan dosis.
Pada pengukuran konsentrasi obat dalam serum, suatu konsentrasi tunggal dari obat dalam serum dapat tidak menghasilkan informasi yang berguna kecuali jika faktor-faktor lain dipertimbangkan, sebagai contoh, aturan dosis obat yang meliputi besaran dan jarak pemberian dosis, rute pemberian obat, serta waktu pengambilan cuplikan (puncak, palung, atau keadaan tunak) hendaknya diketahui.
Mengkin ada ketervatasan dalam hal jumlah cuplikan darah yang dapat diambil, keseluruhan volume darah yang diperlukan untuk penetapan kadar, dan waktu untuk melakukan analisis obat, pengukuran konsentrasi serum hendaknya juga mempertimbangkan biaya penetapan kadar, resiko, dan ketidaksenangan penderita, dan kegunaan informasi yang diperoleh.
Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar obat dalam serum hendaknya telah sahih, berkenaan dengan hal-hal berikut seperti spesifitas, linieritas, kepekaan, ketepatan, ketelitian, dan stabilitas (Sahrgel, 1985).
Untuk menganalisis darah total, komponen sel darah harus dilisis demikian sehingga kandungannya bercampur merata dengan sonikator atau ditentukan dalam jangka waktu tertentu lalu disonikasi. Plasma berbeda dengan serum, serum adalah plasma yang fibrinogennya telah dihilangkan dengan proses penjendalan, sedangkan plasma diperoleh dengan menambahkan suatu pencegah penjendalan ke dalam darah. Bila darah tidak diberi antikoagulan terjadilah penjendalan dan bila contoh seperti dipusingkan maka beningannya adalah serum (James, 1991).
Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan metode menggunakan data darah, data urin, dan data farmakologis atau klinis, namun lazimnya dipergunakan data darah atau data urin untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiatnya telah diketahui cara dan validitasinya. Jika cara dan validitas belum diketahui, dapat digunakan data farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif.
Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan ketersediaan hayati suatu obat meliputi data plasma, data urin, efek farmakologi akut, respon klinik. Ketersediaan hayati dilakukan baik terhadap bahan aktif yang telah disetujui maupun obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh FDA untuk dipasarkan. Setelah ketersediaan hayati dan parameter-parameter farmakokinetika dari bahan aktif diketahui aturan dosis dapat diajukan untuk mendukung pemberian label obat (Syukri, 2002).


















III.             ALAT DAN BAHAN

Alat :
1.      Spektrofotometer
2.      Sentrifuge
3.      Timbangan
4.      Pipet volume ukuran 1,2, dan 5 mL
5.      Labu takar 100 mL
6.      Skalpel
Bahan :
1.      Na Salisilat
2.      Plasma darah
3.      EDTA-Na
4.      Preaksi Trinder

IV.             CARA KERJA
Metode Spektrofotometri dengan Pereaksi Trinder
a.       Reagensia yang digunakan
-          Anti Koagulan
Larutan Kalium Oksalat 2%: 20 mg Kalium Oksalat untuk 10 mL darah
Atau menggunakan EDTA-Na
-          Mengendapan Protein dan Pewarna (Pereaksi Trinder)
Komposisi:
HgCl2              8,0 g
Ferri Nitrat      8,0 g
HCl                 24,0 mL
Aquadest ad    200,0 mL


b.      Prosedur Analisis Asam Salisilat dalam darah
Pada 0,5 mL darah yang sudah diberi antikoagulan ditambahkan 5,0 mL pereaksi Trinder, dicampur menjadi satu.
Disentrifugasi campuran tersebut selama 5 menit (2500 rpm)
Diambil supernatan yang jernih
Dibaca serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
Dilakukan cara analisa yang sama terhadap sampel darah blangko.
Ditentukan kadar Asam Salisilat dengan memasukkan serapan pada persamaan kurva baku.
c.       Tahapan analisis
Ditentukan panjang gelombang maksimum dan operating time untuk senyawa Asam Salisilat.
Dibuat kurva baku dengan seri kadar Asam Salisilat (25, 50, 100, 200, 400 µg/mL)
Menentukan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ)
Ditentukan akurasi
Ditentukan presisi

Menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistematis (Westgard dkk, 1978; Brettscheider dan Gloccke, 1983)
Sediaan larutan salisilat dalam plasma 25, 100, dan 200 µg/mL, masing=masing 3 replikasi.
Ke dalam 0,5 mL darah yang sudah diberi antikoagulan, dengan 4,0 mL Pereaksi Trinder. Dibaca serapannya pada panjang gelombang 540 nm.
Dibandingkan dengan larutan baku salisilat, dan ditentukan kadar masing-masing. Dihitung kadar rata-rata dan simpangan bakunya.
Perolehan kembali
Dihitung perolehan kembali (recovery) dan kesalahan sistematik tiap besaran kadar
Perolehan kembali =  × 100 % = P %
Kesalahan sistematik= 100 – P %
Kesalahan acak
Dihitung kesalahan acak (random analytical error) untuk tiap besaran kadar
Kesalahan acak =  × 100 %

V.                ANALISIS CARA KERJA
Percobaan ini adalah memvalidasi metode analisis penetapan kadar obat Asal Salisilat dalam cairan hayati. Metode yang digunakan adalah dengan spektrofotometer visible, karena gugus kromofor dan pembentuk kompleks warna yang dapat menyerap sinar tampak. Pada pembuatan larutan stok Na Salisilat, konsentrasinya adalah 100 µg/%, maka pembuatannya dapat dilakukan dengan melarutkan 100 mg Na Salisilat dalam aquadest ad 100 mL.
Pada proses sentrifuge, tujuannya adalah agar partikel lain mengendap sehingga tidak menganggu pembacaan absorbansi. Penentuan OT digunakan untuk mengetahui kapan waktu pembacaan yang dapat menghasilkan absorbansi maksimum yang menunjukkan reaksi sempurna. Penetapan  maksimum untuk memperoleh   yang memberikan serapan maksimal dalam rentan 500 - 580 nm. Sedangkan pembuatan kurva baku serapan Vs kadar untuk perhitungan kadar dengan persamaan y = bx + a. Kurva baku yang baik jika nilai r-nya mendekati 1. Parameter-parameter validasinya adalah akurasi yang dapat diperoleh dari perolehan kembali dan presisi yang ditentukan dari nilai CV.




VI.             HASIL PERCOBAAN

1.      Nama bahan obat                                : Na Salisilat
2.      Kadar bahan ibat sebenarnya              : 10 mg/mL
3.      Kurva baku                                         : y = 0,576x + 0,2495
4.       max                                                  : 528 nm
5.      Operating time                                    : 5 menit.
6.      Sampel obat                                        : Na Salisilat
Kadar obat
Sebenarnya (mg/mL)
Replikasi
A
Kadar obat terukur
(mg/mL)
5 mg/mL
3 kali
1.      3,006
2.      3,006
3.      3,006
4,78 mg/mL
1,25 mg/mL
3 kali
1.      1,048
2.      1,048
3.      1,049
1,39 mg/mL
0,3125 mg/mL
3 kali
1.      0,291
2.      0,291
3.      0,291
0,072 mg/mL







VII.          PERHITUNGAN

Kadar Obat Terukur
y = 0,576x + 0,2495
3,006 = 0,576x + 0,2496
x    = 4,78

y = 0,576x + 0,2495
1,0483 = 0,576x + 0,2496
x    = 1,39

y = 0,576x + 0,2495
0,291 = 0,576x + 0,2496
x    = 0,072

Perolehan Kembali
 × 100 %
1.       × 100 % = 95,6%
2.       × 100 % = 111,2%
3.       × 100 % = 23,04 %

CV =  × 100 %
      =  × 100 %
      = 116,67 %

















VIII.       PEMBAHASAN
Pada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati serta memvalidasi prosedur analisis obat dalam cairan hayati. Metode validasi ini menggunakan metode Bratton-Marshall yang berdasarkan pembacaan serapan, melalui warna tampak pada spektrofotometri visible. Hal ini dikarenakan terjadinya reaksi antara asam salisilat dengan FeNO3 yang membentuk kompleks warna.
Metode yang digunakan adalah dengan spektrofotometer visible, karena gugus kromofor dan pembentuk kompleks warna yang dapat menyerap sinar tampak. Pada pembuatan larutan stok Na Salisilat, konsentrasinya adalah 100 µg/%, maka pembuatannya dapat dilakukan dengan melarutkan 100 mg Na Salisilat dalam aquadest ad 100 mL.
Pada proses sentrifuge, tujuannya adalah agar partikel lain mengendap sehingga tidak menganggu pembacaan absorbansi. Penentuan operating time digunakan untuk mengetahui kapan waktu pembacaan yang dapat menghasilkan absorbansi maksimum yang menunjukkan reaksi sempurna. Penetapan  maksimum untuk memperoleh   yang memberikan serapan maksimal dalam rentan 500 - 580 nm. Sedangkan pembuatan kurva baku serapan vs kadar untuk perhitungan kadar dengan persamaan y = bx + a. Kurva baku yang baik jika nilai r-nya mendekati 1. Parameter-parameter validasinya adalah akurasi yang dapat diperoleh dari perolehan kembali dan presisi yang ditentukan dari nilai CV.
Metode spektrofotometri visible divalidasi agar hasil analisis yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang ada. Parameter yang dilakukan pada metode ini adalah presisi dan akurasi. Dimana akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Sedangkan presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relative dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistic. Presisi sering diekspresikan dengan SD atau standar deviasi relatif dari serangkaian data. Nilai RSD umumnya akan memenuhi criteria jika nilainya 1 – 2 %, digunakan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar 5 – 15 %. Syarat keberterimaan akurasi dilihat dari perolehan kembali (recovery) adalah 80 – 120 %. Berdasarkan percobaan diperoleh nilai bahwa nilai perolehan kembalinya adalah 95,6 %, 111,2 %, 23,04 %. Hasil perolehan kembali ada di kisaran range sehingga hasil validasi metode penetapan kadar Na Salisilat valid. Dan didapat nilai CV 116,67 %.

IX.             KESIMPULAN
1.      Menggunakan metode spektrofotometer visible, karena gugus kromofor dan pembentuk kompleks warna yang dapat menyerap sinar tampak.
2.      Berdasarkan percobaan diperoleh nilai bahwa nilai perolehan kembalinya adalah 95,6 %, 111,2 %, 23,04 %. Hasil perolehan kembali ada di kisaran range sehingga hasil validasi metode penetapan kadar Na Salisilat valid. Dan didapat nilai CV 116,67 %.

X.                DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1995. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. UGM. Yogyakarta
Munson James, W. 1991. Analisis Farmasi. Airlangga University Press. Surabaya
Shargel. 1985. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya
Syujri, Y. 2002. Biofarmasetika. UII Press. Yogyakarta