Menonton televisi sering tenggelam menjadi kebiasaan ritualistik tanpa diikuti dengan sikap yang kreatif. Televisi kerap disebutmedia yang mempengaruhi minat baca orang, terutama anak-anak.
Kebanyakan pemirsa televisi. terlebih anak-anak, berinteraksi dengan TV dalam sikap yang pasif. Media audio-visual itu menjadi pesaing buku untuk mendapatkan perhatian dari anak-anak.
Kebanyakan pemirsa televisi. terlebih anak-anak, berinteraksi dengan TV dalam sikap yang pasif. Media audio-visual itu menjadi pesaing buku untuk mendapatkan perhatian dari anak-anak.
Pemirsa sering terpaku dalam hanyutan tayangan televisi, sehingga Kesadaran pemirsa seolah-olah kena sugesti daya pikat televisi. TV memang berpengaruh pada pandangan dan sikap, sampai perilaku pemirsanya. Sehingga semakin banyak acara untuk anak-anak di TV di kawatirkan bakal menurunkan minat baca mereka. Buku yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan dan ceritapun bisa luput dari perhatian anak. Anak-anak nonton TV cenderung membabi buta sehingga tak sempat lagi untuk membaca buku.
Bagaimana sikap orang tua, perlukah mematikan TV agar anak-anak mau membaca buku, percuma TV dimatikan, karena membaca itu bukan budaya kita. Membaca lebih sulit dari melihat atau mendengarkan. Untuk membaca diperlukan kemampuan memahami rangkaian kata. Membaca
membutiuhkan energi yang lebih besar dari pada menonton Televisi. Menurut pendapat Ismail budaya harus dari cerita anak-anak, setelah.itu di lanjutkan dengan pengenalan karya sastra, kemudian baru ke buku seperti agama, sejarah, biografi dan sebagainya.
Selain memupuk minat baca, cerita anak-anak juga menanamkan nilai luhur yang ada, disamping memberikan kearifan hidup bagi pembacanya. Apabila karyakarya berbentuk cerita anak-anak didalarni dan dihayati, maka akan terjadi penghalusan budi dan perluasan wawasan terhadap kehidupan. Sehingga nilai luhur harus ditanamkan melallui kegiatan membaca sejak anak-anak. Kebiasaan membaca intensif akan mengantarkan kepada kecintaan pada bacaan dan akan terus melekat hingga dewasa.
TV memang sangat berpengaruh pada persepsi perilaku pemirsanya. Media elektronik ini menjadi biang pemudar minat baca anak-anak yang baru bergerak untuk membaca, sulit dibantah, kahaciiran prograrn-program pembuai ini mampu melemahkan pemirsa dari berbagai ras sosial tanpa memandang genderisme.
Jadilah media modern ini candu baru yang digila-gilai anak-anak masyarakat Indonesia. Sementara proses selanjurnya yang tak terelakkan adalah pengidolaan yang kini memang populer seperti tokoh lakon akibat kekuatan televisi yang mampu menghadirkan peluh greget Upin ipin, Boboiboy, Transformers dengan gemilang mampu memaksa anak-anak menutup bacaan mereka. Selain jangkauan TV dengan programnya yang begitu luas dan beragam, namun judul buku:buku yang diterbitkan belum dapat mampu membendung perhatian anak.
Mengapa masalah merlbaca mesti harus diungkit-ungkit. Apakah ini untuk proses penyadaran diri anak-anak Indonesia ? Jawabnya adalah karena membaca dapat membentuk kepribadian individual anak untuk menghayati kehidupan. Dengan membaca anak-anak selalu dapat tersedia waktu proses merenung, sehingga memungkinkan untuk aktif berpikir. Sementara menonton TV yang serba cepat dan selintas membuat anak terperangkap dengan penuh daya pikat sehingga mengalami kesulitan membedakan sikap yang positif maupun yang negatif.
Menurut pendapat Neil Postman menumbuhkan kesadaran daya kritis anak terhadap TV, sikap orang tua (keluarga), berbagai lembaga kemasyarakatan perlu dilibatkan, diantaranya sekolah dengan para
gurunya, institusi keagamaan dengan para ustadnya, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, lembaga televisi itu sendiri. Para orang tua dan guru dapat melakukan penyuluhan menonton TV yang benar, untuk mengamati pengaruh TV pada anak didiknya, sementara para ustadnya dapat memanfaatkan mimbarnya untuk mengingatkan para pemirsa khususnya anak-anak.
Pemerintah sebagai pembimbing kehidupan masyarakat, dapat melakukan berbagai cara pendekatan dengan menyelenggarakan media pendidikan khususnya untuk anak-anak bertujuan mendidik agar menonton TV secara benar. Disamping penyuluhan secara langsung kepada anak-anak berisi pedoman menonton TV yang baik dan benar.
Para orang tua harus membiasakan menemani anaknya menonton acara TV secara selektif. Caranya menjadwal/ melihat jadwal acara TV di surat kabar agar bertujuan membiasakan menonton tidak mengganggu kegiatan belajar, bermain, membantu orang tua dan berinteraksi dengan lingkungan.
Meskipun televisi berwatak sebaga~penghibur sejak kemunculannya, namun keluarga (orang tua) bisa memperkenalkan televisi untuk batu loncatan pengalaman pendidikan, membaca dan sains kepada anak-anak dengan cara yang lebih modern. Orang tua bisa menunjang tontonan ini dengan serangkaian minat dan kegiatan diskusi, belajar bersama anak-anak melalui berbagai acara-acara televisi, disamping menjadi bagian kegiatan belajar di rumah sendiri.