Bukan Aku



Tarraaaa! Wartawan lagi! liputan lagi! ketemu narasumber lagi! Apa lagi?

Style awal yang nggak banget untuk liputan. Oke, guru lebih pantas. Ganti baju!

Bertemu manusia senasib. Ouw, senang. Kantor LPM dan dia duduk berkutat dengan HP. Seperti bertemu sungai di antara kering kerontangnya tanah. Oh tidak, bukankah di mana-mana sedang banjir? Ha ha ha.

“Mbak, anterin aku pulang ya.”

Astaga! Aku seperti melihat diriku beberapa waktu lalu. Seperti dia yang kebingungan. Untung sekarang sudah bersama Redona. Pulang, hati senang, satu narasumber sudah di tangan, tapi belum kenyang.

Sms dengan format sama, kepada dosen berbeda, salah satunya membalas sms dengan nomor lain. Ini Pak atau Bu? Ini dosen Pasca atau dosen Farmasi. Omaigat! Iseng-iseng berhadiah masuk kantor pasca, Anda kurang beruntung! Bapaknya sedang di kampus 1, iuh, padahal aku baru saja dari sana. 

Muter-muter nyari ruang dosen Farmasi. Mau duduk-duduk eh itu kursi buat yang selesai sholat. Tengsin! Menunggu waktu jam satu. Sudah berkencan sebelumnya.

Good job! Besok lanjut!

“Aku malas micro theaching.”
“Sama.”
“Bosk anterin ya.”
“Meski cinta sedang tidak berpihak padamu, aku akan selalu memihakmu.”
“Jawabanmu ora nyambung!”

Selanjutnya menghubungi teman lama. Teman masa kecil yang selalu kutindas. Usia membuat kita berbeda sekarang.

“Kerja boleh, jangan lupa nyari jodoh.”
“Ha ha ha.”
“Dia jomblo, bareng suamiku terus. Udah kamu sama dia aja.”
“Biar kami menjadi sahabat saja. Udah isi?”
“Doakan segera ya. Setiap malam sudah tempur.”
“Omaigat!”

Kemudian aku membayangkan, orang yang di sampingmu sebelum mengatupkan kantuk bukan aku, orang yang di sampingmu ketika terjaga bukan aku, orang yang membuat malammu dahsyat bukan aku, orang yang mengotori sprei barumu bukan aku, orang yang menghangatkan gigilmu bukan aku, orang yang selalu berada dalam rengkuh bahu kokohmu bukan aku, orang yang kau masuki bukan aku. Bukan aku. Bukan aku.