Bye 20



Aku menyebutnya kecewa nomor 51. Saking banyaknya yang terlewatkan. Kemarin hampir saja menjadi nomor 52, ternyata tidak. Tetapi aku bertemu dengan kecewa yang tak terhingga.

Korean days. Dua hari. Tak lucu jika:

“Eh, kenalin ini mantan aku. Nah, kenalkan juga ini mantan aku.”

Bingung? 

Jika dua manusia masa lalu bertemu dalam satu tempat masa kini. Untung saja ini tidak terjadi. Good bye hanbok yang tak bisa mencoba, makanan-makanan korea, musik dan kesenian lainnya. Sampai bertemu kapan-kapan, waktu yang tak menelan kekecewaan. Bukan karena korea, tapi karena tak ada alasan untuk bertemu. Kamu, atau kamu? Aih...

Angka 20 baru saja keluar dari ambang pintu. Sekarang kita memasuki angka 21. Ingatkah dulu? Malam-malam yang sunggung menyebalkan, disusul pagi-pagi penerjunan KKN. Tanpa perpisahan. Kadang hidup menyedihkan. Entah apapun alasannya.

Pintu 20 yang baru saja meninggalkan gigil dan derai tawa kali ini sedikit berbeda. Dengan kejutan yang lebih dahyat.

“Boleh peluk?”
“Boleh.”
“Boleh peluk?”
“Iya, boleh.”

Pada malam-malam yang dingin. Kurasakan hati yang lebih dingin dari dua es krim di tangan.

“Jika kami masih bersama, pasti aku mendahuluimu untuk menikah.”
“Jika kami masih bersama, angka 24 nanti aku dilamar.”
“Kadang cinta itu menyedihkan.”
“Kadang bahagia itu enggan berpihak pada kita.”
“Usaplah air matamu.”
“Usaplah air matamu.”