Awal Perjamuan



Mendengar lagu yang hampir jadi ‘perjamuan kita sampai di sini/ sendok dan piring takkan berdenting lagi’ kalau nggak salah kayak gitu sih bunyinya. Tapi ini beda, perjamuan kita bermulai dengan sepiring bakmi, sendok dan piring juga mulai beradu. Beriring bising lalu lintas yang menjadi akrab, cerita yang dulu belum terlisan. 

Selanjutnya beralih pada sebuah ruangan (yang sangat ‘aduh’). Sarang laba-laba, poster, tumpukan cucian, kemeja di atas lemari, komputer yang nggak mati. Kasian banget tuh nasib komputer. Tanda ada kehidupan penderita kesendirian adalah pengharum ruangan. Oke lah masuk akal.

Terlalu banyak mengheningkan cipta dan tidur. Aku tak sempat berkata jika ‘aku tidur tak bisa dengan kipas angin’ tapi sudahlah. Atau riuh di sini? Nggak juga sebenarnya, atau belum. Kadang debar itu tak serta merta. Bisa menyusul. Selanjutnya apa lagi? aku bingung menceritakan. Mungkin seperti ini saja;

Biarkan tak usah ditulis dan lisankan. Biarkan tetap dalam ingatan. Terima kasih, kamu yang baik.

Pada temaram lampu angkringan depan kampus, bertemu dengan orang itu-itu. bermain kartu, cerita dan yang jelas menceritakan. Selepas malam-malam aku pergi, mungkin akan ada sebuah laporan untuk lelaki yang lama tak ku sapa dan aku tak pernah ingin karena perempuannya. 

Hey kamu yang setia membaca tulisan ini. Endapkan khawatir, bukankah kamu sudah mendengar cerita dari yang kemarin menghabiskan sisa malam di angkringan? Tentang aku dan teman baru. Teman lama sih, yang ketemu lagi gitu.

Pagi datang, dan aku lupa tentang semalam. Hey, mengapa cepat sekali berlalu?

*ke kamar mandi dulu setelah 12 jam!