Sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu dan seni, di dalam Ilmu Sejarah
(sumber/ source:: Nur, Ali. Modul Bahan Ajar Sejarah. Ponorogo: MGMP Sejarah.)
I) Sejarah Sebagai Peristiwa. Menurut Wilherm Bauer, sejarah adalah peristiwa maksudnya sejarah tersebut melukiskan peristiwa kehidupan. Menurut Xenopol, sejarah sebagai peristiwa maksudnya objek dari sejarah adalah suatu peristiwa yang berurutan. Menurut Nugroho Nutosusanto, sejarah sebagai peristiwa maksudnya sesuatu yang telah terjadi pada masa lampau, sejarah sebagai peristiwa sudah tidak ada lagi, karena peristiwa tersebut tidak bisa kita amat I dan saksikan kembali. Atas dasar pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah sebagai peristiwa memiliki ciri sebagai berikut.
1) bersifat objektif, artinya peristiwa tersebut benar terjadi pada masa lampau.
2) Sudah tidak ada lagi, artinya peristiwa sejarah tersebut tidak bisa kita amati kembali karena peristiwa tersebut hanya terjadi satu kali dan tidak bisa terulang untuk kedua kalinya.
Peristiwa yang terjadi masa lampau tidak eksemuanya dapat dikatakan sebagai sejarah. Peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai sejarah memiliki ciiri sebagai berikut.
1) Peristiwa tersebut abadi dan unik. Abadi maksudnya peristiwa tersebut tidak berubah dan tetap dikenang sepanjang masa. Dikatakan unik maksudnya peristiwa tersebut hanya terjadi satu kali (einmaligh) dan tidak pernah terulang untuk kedua kalinya. Barangkali jenis peristiwanyasama, tetapi pengaruh, waktu dan tempat akan berbeda.
2) Peristiwa tersebut besar pengaruhnya. Maksudnya peristiwa tersebut dapat dijadikan momentum karena peristiwa tersebut besar pengaruhnya pada masa itu dan pada masa berikutnya.
3) Peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting. Artinya peristiwa itu merupaka peristiwa yang terpilih dari berbagai peristiwa yang ada menyangkut kepentingan orang banyak atau suatu bangsa.
Suatu peristiwa sejarah di dalamnya memiliki tiga unsure pokok, yaitu: manusia, sebagai pelaku dalam peristiwa sejarah; ruang, menunjukkan tempat di mana peristiwa itu terjadi; waktu menunjukkan masa atau kapan peristiwa itu terjadi. Dalam hubungannya dengan penggerak sejarah Drs. Marsudi, M Hum mengatakan bahwa: dengan tidak mengesampingkan peran Sang Pencipta dalam menggerakkan dunia dan isinya, sejarah digerakkan oleh tiga hal yaitu:
1) Aktivitas manusia, artinya perbuatan manusialah yang menjadi penggerak sejarah. Maju atau mundurnya jagat raya ini tergantung pada aktivitas manusia.
2) Aktivitas alam. Peristiwa alam seperti banjir gunung meletus, tsunami, tanah longsor dan lain menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam masyarakat.
3) aktivitas hasil karya manusia (ilmu pengetahuan dan teknologi). Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam masyarakat.
II) Sejarah Sebagai Kisah. Menurut Nugroho Notosusanto, sejarah sebagai kisah pentelaahan daripada sejarah sebagai peristiwa. Jadi sejarah sebagai kisah merupakan hasil karya dari sejarawan yang menulis sejarah sebagai peristiwa. Dalam menulis sejarah sebagai kisah, sejarawan harus menyimpulkan berdasarkan sumber dari sejarah sebagai peristiwa, baik berbentuk benda, tulisan, keterangan lisan maupun dari rekaman. Sejarah sebagai kisah untuk mengungkapkan sebagai berikut. Pertama, merupakan sarana untuk mengungkapkan kembali sejarah sebagai peristiwa, kedua, bersifat subjektif artinya dalam mengungkapkan sejraha sebagai peristiwa tergantung pada ketelitian dan kemauan dari sejarawan yang menulisnya. Ada beberapa hal yang mungkin terjadi tatkala seseorang menyampaikan sejarah sebagai kisah, yaitu:
1) terlalu fanatic terhadap apa yang ia ceritakan sehingga ia kaan membela golongan atau tokoh yang ia ceritakan.
2) gagal dalam memahami isi kisah sejarah yang disampaikan mengakibatkan terjadinya kekeliruan dalam menyampaikan kisah berikutnya.
3) tidak mampu menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya sehingga menimbulkan salah paham.
4) kekuatan daya ingat terbatas, seingga akan terjadi pengurangan dalam menyampaikan peristiwa sejarah.
III) Sejarah sebagai ilmu. Menurut Burry, sejarah dalam suatu ilmu pengetahuan, tidak kurang dan tidak lebih. Selanjutnya York Powell menyatakan bahwa sejarah bukanlah sekedar suatu cerita yang indah, instruktir dan mengasyikan tetapi merupakan cabang ilmu pengetahuan. Selanjutnya J. M. Romein membagi pengertian sejarah ke dalam dua aspek sebagai berikut. Pertama, sejarah sebagai peristiwa yang telah terjadi dengan sesungguhnya; kedua, sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang mempunyai dua aspek yaitu bersifat praktis (teknis) dan bersifat teoritis (fisafat sejarah). Ilmu pengetahuan sejarah seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya mulai berkembang pada abad XIX, sebagai ilmu pengetahuan sejarah memiliki ciri sebagai berikut.
a) Memiliki Objek dan Tujuan
1) Objek sejarah. Menurut Hugiono dan Poerwantana yang menjadi objek sejarah (perhatian pokok dari sejarah) adalah mengenai pengalaman dan tindakan manusia dalam arti manusia sebagai makhluk berbudaya, makhluk intelektual dan sebagai makhluk social.
2) Tujuan Sejarah. Ruslan Abdul Gani mengatakan bahwa ilmu sejarah ibarat penglihatan terhadap tiga dimensi: pertama penglihatan ke masa lampau, kemudian ke masa sekarang dan akhirnya ke masa depan. Pada hakekatnya mempelajari ilmu sejarah adalah mempelajari masa lampau untuk membangun masa depan.
b) memiliki teori (renungan) seperti teori nasionalisme, teori geopolitik, teori struktur fungsional, teori challenge and response dan lainnya.
c) memiliki metode (cara). Metode sejarah adalah kegiatan menganalisis dan mensintesis. Kemudian menginterpretasi (menafsirkan) dari data yagn ada menjadi kisah sejarah.
d) bersifat sistematis. Sistematis dalam sejarah maksudnya suatu peristiwa itu diuraikan secara berurutan (kronologis) sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh.
e) bersifat rasional dan objektif. Rasional maksudnya disusun atas dasar rasio yang logis dan kebenaran dapat diterima oleh semua orang (objetif).
f) bersifat empiris. Maksundya kebenaran dapat diverifikasi (dibuktikan) oleh orang lain, tetapi dapat juga disangakl berdasarkan fakta lain sehingga nantinya lebih menyempurnakan dari penulisn sejarah.
IV) Sejarah sebagai Seni. A. F. Polland mengatakan bahwa sejarah mengandung dua pengerian, sebagai ilmu dan sebagai seni. Pada taraf penelitian sumber, sejarah dikatakan sebagai ilmu, pada taraf interpretasi dan penulisan, sejarah dikatakan bersifat seni. Sedangkan menurut M Habib Mustopo, sejarah dikatakan sebagai seni karena dalam penulisan sejarah memerlukan: Pertama, intuisi (ilhan) yaitu pemahaman langsung dan instink selama masa penelitian berlangsung namun tetap harus berpijak pada data yang ada; kedua, imajinasi, maksudnya dalam melakukan pekerjaannya seorang sejarawan harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi dan sesudah itu; ketiga, emosi, maksudnya seorang sejarawan harus punya empati (perasaan) yang tinggi. Sejarawan diharapkan dapat menghadirkan peristiwa sejarah, seolah-olah mengalami sendiri peristiwa itu; keempat, gaya bahasa, penulisan sejarah harus menggunakan gaya bahasa yang lugas, mudah dimengerti, menarik dan sistematis. Menurut Dithley, mempelajari sejarah tidak sama dengan mempelajari ilmu pengetahuan alam. Ilmu pengetahuan alam mempelajari segala sesuatu yang nyata terlihat, sehingga dengan mudah, dapat menganalisis, menerangkan dan menduganya. Namun sejarah adalah pengetahuan tentang rasa. Mempekajari sejarah diperlukan pemahaman dan pendalaman akan bahan yang dihadapinya. Sejarah tidak saja mempelajari segala sesuatu gerakan atau perubahan yang tampak di permukaan, tetapi juga mempelajari motivasi yang mendorong terjadinya perubahan itu bagi pelaku sejarah, bahkan mempelajari proses dinamis dari kehidupan manusia di dalam terdapat hubungan sebab akibat yang cukup rumit. Dengan kata lain mempelajari sejarah diperlukan imajinasi dan eprasaan yang tinggi agar mampu menjadikan fakta sejarah lebih hidup dan berarti. Namun demikian apabila lebih cenderung bersifat seni dengan mengesampingakn keilmuannya, maka sejarah banyak memiliki kelemhaan diantaranya adalah: berkurangnya ketepatan dan objektivitas, penulisan sejarah akan terbatas.