Segala puji kepada Allah SWT, kita selalu memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya dan kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri kita dan keburukan amal-amal kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT maka tidak ada siapapun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah SWT maka tidak akan ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi tidak ada Tuhan yang boleh disembah dan ditaati kecuali Allah SWT saja dan Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya dan shalawat salam untuk Rasulullah dan untuk segenap keluarganya dan segenap para sahabatnya.
Sungguh Allah SWT telah memilih agama ini dengan rahmat-Nya untuk menjadi rahmat bagi segenap makhluk-Nya dan Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya SAW untuk menjadi Nabi terakhir dengan membawa agama Islam ini. Dan sesungguhnya Allah SWT telah memenangkan agama ini dengan pedang dan tombak, setelah Islam itu disampaikan dengan jelas oleh Rasullullah SAW dengan hujah dan keterangan yang tidak bisa dibantah oleh ilmu siapapun. Rasulullah SAW telah bersabda dalam hadits shahih riwayat Ahmad dan Thabrani:
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَي السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدُ اللهُ تَعَالَى وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَجَعَلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رَمْحِي وَجَعَلَ الذِّلَّ وَالصِّغَارَ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang sehingga Allah SWT saja yang disembah dan tidak disekutukan dengan lain-Nya dan rezekiku terletak di bawah tombakku, dan kehinaan itu dijadikan atas orang yang menyelisihi agamaku. Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia itu adalah termasuk golongan kaum itu”.[1]
Dan sesungguhnya Allah SWT telah menentukan dengan hikmah-Nya bahwa kemakmuran bumi tegak diatas landasan hukum/aturan pembelaan (daf’u).
Allah SWT berfirman:
(ولولا دفع الله الناس بعضهم ببعض لفسدت الأرض ولكن الله ذو فضل على العالمين) (البقرة: 251)
“Seandainya Allah SWT tidak menolak keganasan sebahagiaan manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah SWT mempunyai karunia yang dicurahkan atas semesta alam”. (Al-Baqarah: 251).
Yakni Allah SWT telah memuliakan manusia dengan menetapkan aturan ini dan menerangkan pula kepada mereka aturan tersebut. Atau dengan kata lain pergumulan antara haq dan bathil akan selalu ada yang kesemuanya itu adalah demi kebaikan manusia, agar kemenangan diraih oleh yang haq sehingga tersebarlah kebaikan. Bahkan syiar-syiar keagamaan dan kelangsungan ibadah dilindungi oleh adanya aturan tersebut.
Allah SWT berfirman :
(ولولا دفع الله الناس بعضهم ببعض لهدمت صوامع وبيع وصلوات ومساجد يذكر فيها اسم الله كثيرا ولينصرن الله من ينصره إن الله لقوي عزيز) (الحج: 40)
“Dan sekiranya Allah SWT tidak menolak keganasan suatu kaum terhadap kaum yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang-orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Dan Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kuat lagi Maha Kuasa.” (QS Al haj: 40)
Dan hukum/aturan ini (yakni aturan pembelaan/daf’u) atau dengan kata lain al-jihadbanyak dibahas dalam kitabullah. Karena sesuatu yang dikatakan Al Haq itu, haruslah ada padanya kekuatan yang dapat melindunginya. Kenyataan menunjukkan banyak kebenaran (Al Haq) yang jatuh derajatnya karena rendahnya kedudukan orang-orang yang berpegang padanya dan sebaliknya berapa banyak kebatilan yang tinggi derajatnya karena adanya pembela dan orang-orang yang bersedia berkorban untuknya.
Adapun dalam jihad itu, terdapat dua rukun yang sangat mendasar, yaitu:
1. Sabar yang tumbuh dari jiwa yang pemberani
2. Sifat dermawan yaitu dengan mengorbankan harta dan nyawa. Sedangkan mengorbankan nyawa adalah setinggi-tinggi sifat dermawan.
Dua rukun itu bisa kita lihat dalam hadits berikut ini:
الإيمان الصبر والسماحة
“Iman itu ialah kesabaran dan kedermawanan”.[2] (HR Ahmad)
Dalam hal ini Ibnu Taimiyah berkata[3], “Sesungguhnya kebaikan Bani Adam tidak akan sempurna di dalam hal agamanya dan dalam hal dunianya kecuali dengan adanya keberanian dan kedermawanan. Allah SWT telah menjelaskan bahwa barangsiapa berpaling dari jihad yang mengorbankan nyawanya, maka Allah SWT akan menggantinya dengan kaum yang lain.
Sebagaimana firman Allah SWT:
إلا تنفروا يعذبكم عذابا أليما ويستبدل قوما غيركم ولا تضروه شيئا والله على كل شيء قدير.
“Kalau kalian tidak mau pergi berjihad (membela agama dengan harta dan nyawamu) maka Allah SWT akan mengazab kalian dengan azab-Nya yang pedih dan Allah akan menggantikan kalian dengan kaum yang lainnya, dan kalian tidak akan dapat merugikan-Nya sedikitpun dan Allah SWT Maha Kuasa. atas segala sesuatu” (QS At-taubah : 39)
Oleh karena itu Rasulullah SAW menerangkan bahwa seburuk-buruk sifat yang dapat menimbulkan kerusakan jiwa dan binasanya masyarakat adalah bakhil dan penakut, dalam sabda beliau SAW sebagai berikut:
شر ما في رجل شح هالع وجبن خالع
“Seburuk-buruk sifat yang ada pada seorang laki-laki itu ialah bakhil (yang selalu takut miskin) dan penakut (yang selalu lari dari perjuangan).” [4](HR Abu Dawud).
Dan sungguh telah berlalu zaman para salafus shalih yang telah mengamalkan tuntunan ini, sehingga mereka mampu memimpin dunia dan mereka menjadi pembimbing segenap manusia, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT:
(وجعلنا منهم أئمة يهدون بأمرنا لم ا صبروا وكانوا بآياتنا يوقنون) (السجدة: 24)
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan sebagian dari mereka itu para pemimpin yang membimbing umat manusia dengan petunjuk Kami, ketika mereka itu sabar dan yakin dengan ayat-ayat Kami”. (QS. As Sajadah: 24)
Sebagaimana juga Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih:
صلاح أول هذه الأمة بالزهد واليقين ويهلك آخرها بالبخل والأمل
“Kebaikan generasi pertama umat ini adalah dengan adanya sifat zuhud dan keyakinan yang kuat, dan binasanya generasi akhir umat ini adalah karena adanya sifat bakhil dan banyak berkhayal.” [5](HR Ahmad, Thabrani dalam Al-ausath, dan Baihaqi)
Kemudian datanglah anak cucu kaum muslimin yang mereka itu meremehkan tuntunan jihad ini dan melupakan Tuhannya, maka Allah SWT-pun melupakan mereka sehingga mereka kehilangan perlindungan dari-Nya dan akhirnya mereka menjadi manusia-manusia yang rendah.
فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا (مريم: 59)
“Maka datanglah setelah mereka itu suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat mereka maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. (QS Maryam: 59)
Amal keburukan mereka itu dihiasi oleh syaitan sehingga seolah-olah ia adalah amal kebaikan dan mereka mengikuti kemauan hawa nafsunya.
Diriwayatkan dalam suatu hadits :
إن الله يبغض كل جعظري جواظ سخاب في الأسواق، جيفة بالليل حمار بالنهار، عالم بالدنيا، جاهل بالآخرة (صحيح الجامع الصغير) (1874)
“Sesungguhnya Allah SWT membenci orang yang berhati kejam dan sombong yang suka mengumpulkan harta dan mencegah orang berinfak yang banyak bicara di pasar-pasar, tidur bagaikan bangkai di malam hari dan kerja bagaikan himar di siang hari, sangat tahu perkara keduniaannya dan jahil perkara keakhiratannya”.[6]
Akibatnya, kewajiban yang sangat penting, yaitu jihad, justru banyak dilupakan dan nyaris sirna dari kaum muslimin, sehingga mereka itu bagaikan buih yang tidak ada kekuatannya sama sekali. Rasulullah SAW bersabda:
يوشك أن تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الأكلة إلى قصعتها، قيل: يا رسول الله أمن قلة نحن يومئذلله؟ قال: لا، ولكنكم غثاء كغثاء السيل، يجعل الوهن في قلوبكم، وينزع الرعب من قلوب أعدائكم، لحبكم الدنيا وكراهيتكم الموت وفي رواية: قالوا: وما الوهن يا رسول الله؟ قال: حبكم للدنيا وكراهيتكم للقتال
“Nyaris sudah akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan mengelilingi kamu sebagaimana mereka mengelilingi makanan. Ditanya: “Wahai Rasulullah apakah karena sedikitnya kita ketika itu? Dijawab: “Tidak, bahkan kalian saat itu banyak, tetapi kalian bagaikan buih di lautan, dan Allah menghilangkan rasa takut musush-musuh kalian terhadap kalian, dan menimpakan kedalam hati kalian penyakit wahn, para sahabat bertanya: “Apakah yang dinamakan wahn itu Ya Rasulullah?” beliau menjawab: “Kamu cinta dunia dan kamu takut mati (sehingga tidak mau berperang).” [7]
[1] Hadis Hasan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar oleh Ahmad, Musnad, 2:50, 92, Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf, 4:212, 6: 471, at-Thabrani, Musnad Syamiyyin, 1:135, al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 2:75, dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitab al-Mushannafmenyebutkan riwayat dari Thawus secara mursal, 4:216, 6:470
Lihat; Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, al-Albani, nomor hadis 2828
[2] Lafal hadis seperti ini diriwayatkan secara mursal oleh al-Hasan oleh al-baihaqi di dalam Syu’ab al-Iman (7:426). Tetapi memiliki syahid yang sangat banyak meskipun semuanya tidak mencapai derajat shahih, namun secara keseluruhan bisa dinilai sebagai hadis hasan lighairihi. Diriwayatkan dari Amr bin Anbasah oleh Ahmad,Musnad, 4:385, Baihaqi, Syu’abul Iman, 6:242, Baihaqi, az-Zuhd al-Kabir, 2;274, Abu Abdillah, Ta’dhim al-Qadr ash-Shalat, 2:604. Diriwayatkan secara Mursal dari al-Hasan (al-Bashri) oleh Ibnu Abi Ashim, Kitab az-Zuhd, 1:10, al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 7:122, 426, Ma’mar bin Rasyid, al-Jami’, 11:191, Abdur Razaq, Mushannaf, 3:72. Diriwayatkan dari Umair al-Laitsi oleh al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 7:122, Dalam lafal yang berbeda, diriwayatkan juga dari Ubadah bin Shamit oleh, al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 7:426
Lihat; Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, al-Albani, 554
[3] Majmu’ Fatawa, 28:157.
[4] Hadis Hasan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, oleh Abu Dawud, Sunan, 3:12, Ibnu Hibban, Shahih, 8:42, Ibnu Hibban, Mawarid Dham’an, 1:207, al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, 9:170, Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf, 5:332, Ahmad, Musnad, 2:302,320, Ishaq bin Rahawiyah, Musnad, 1;346, Ubd bin Hamid, Musnad, 1:417, Musnad asy-Syihab:2:270, Ibnu al-Mubarak, al-Jihad, 1:93, al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 7:424
[5] Hadis hasan. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash oleh at-Thabrani,Mu’jam al-Ausath, 7:332, al-Baihaqi, Syu’abul Iman, 7:345, 427, 428 dan Ibnu Abi Ashim, az-Zuhd, 1:10
Lihat; Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, al-Albani, hadis nomor 3739
[6] Hadis Shahih. Diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh Ibnu Hibban, Mawarid Dham’an1:485, Ibnu Hibban, as-Shahih, 1:273, al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, 10:194. Imam al-Albani menyebutkannya di dalam kitab Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, nomor 1873
[7] Hadis Shahih li Ghairihi, Diriwayatkan dari Tsauban oleh Abu Dawud, as-Sunan, 4:111, Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, 7:463, Imam Ahmad, Musnad, 5:278, at-Thabrani, Musnad Syamiyyin, 1:344, at-Thayalisi, Musnad, 1:133, Baihaqi, Syu’ab al-Iman, 7:297. Oleh Imam al-Albani hadis ini disebutkan di dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah, nomor 958. Di dalam riwayat yang lain menggunakan lafal karahiyyatul maut (takut mati)