Insektisida


Insektisidaadalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman. Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida.

Penggolongan insektisida
1.       Pembagian menurut cara kerjanya
1.       Insektisida kontak
2.       Insektisida racun perut
3.       Insektisida racun pernafasan
4.       Insektisida sistemik
2.       Pembagian menurut asal bahan yang digunakan :
1.       Insektisida kimia sintetik , insektisida yang banyak kita kenal seperti organofosfor, karbamat, piretroid sintetik.
2.       Insektisida botani (berasal dari ekstrak tumbuhan)
§  Ekstrak sejenis bunga krisan (Chrisanthemum sp-Compositae/Asteraceae) (piretrin). Dalam kemajuannya insektisida ini telah dibuat secara sintetik dan disebut sintetik piretroid (permetrin, sipermetrin , sihalotrin dll)
§  Ekstrak biji nimba (azadirahtin- Nimbo 0,6 AS)
§  Ekstrak akar tuba (rotenon- Biocin 2 AS)
3.       Insektisida dari mikroorganisme 
§  Beauveria bassiana (Bevaria P, Bassiria AS)
§  Bacllus thuringigiensis (Bactospeine WP, Thuricide HP, Turex WP).
3.       Pembagian yang umum, yang banyak digunakan adalah berdasar batasan golongan kimia dan cara kerja yang khas yaitu :
1.       Anorganik (tembaga arsenat, boraks, merkuri klorida)
2.       Organochlorine (DDT, aldrin, dieldrin, endosulfan)
3.       Organofosfor (organophosphorus)
§  Organophosphate (dicrotophos, monocrotophos, naled)
§  Organothiophosphate (phenthoate, dimethoate, omethoate, poksim, chlorpyrifos, diazinon, fenitrothion, profenofos, trichlorfon dll)
§  Phosphoramidate (fenamiphos, mephosfolan, phosfolan)
§  Phosphoramidothioate (acephat, isofenphos, methamidophos)
§  Phosphorodiamide (dimefox, mazidox)
4.       Karbamat (carbamate) (carbaryl, bendiocarb)
§  Benzofuranyl methylcarbamate (carbofuran, carbosulfan, benfuracarb)
§  Dimethylcarbamate (dimetan, dimetilan, pirimicarb)
§  Oxime carbamate (methomyl, oxamyl, thiodicarb)
§  Phenyl methylcarbamate (fenobucarb, isoprocarb, propoxur)
5.       Pyrethroid
§  Pyrethroid ester (allethrin, cyfluthrin, cyhalothrin,cypermethrin, deltamethrin, fenpropathrin, fenvalerate, fluvalinate, transfluthrin dll)
§  Pyrethroid ether (etofenprox, flufenprox)
6.       IGR (insect growth regulator)
§  Chitin synthesis inhibitor (menghambat sintesis chitin (buprofezin, cyromazin, diflubenzuron, luvenuron)
§  Moulting hormones agonist (menghambat pembentukan kepongpong) (halofenozide, tebufenozide, a-ecdysone).
§  Juvenile hormone mimic(mengganggu secara hormonal serangga tetap dalam fase larva (fenoxycarb, hydroprene, methoprene).
7.       Dinitrophenol (dinex, dinoprop, DNOC)
8.       Flourine (barium hexafluorosilicate, sodium hexafluorosilicate)
9.       Formamidine (amitraz, chlordimeform)
10.   Nereistoxin analog (cartap, bensultap, thiosultap)
11.   Nicotinoid (imidacloprid, acetamiprid, thiametoxam)
12.   Pyrazol (fipronil)
13.   Insektisida botani (lihat butir 2.b)
14.   Insektisida antibiotik (abamectin, ivermectin, spinosad)
15.   Insektisida fumigant (chloropicrin, ethylene dibromide, phosphine)
16.   Dan lain-lain


Cara kerja insektisida
Kita telah mengetahui bahwa insektisida adalah bahan racun yang mematikan serangga, tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga masih tanda tanya. Umumnya informasi tentang insektisda untuk pengguna (petani) adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan keamanannya. Proses bagaimana insektisida meracun dan mematikan serangga (mode of action) hanya disebut secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan. Informasi demikian sudah cukup.
Untuk mengetahui proses mode of action suatu insektisida diperlukan penelitian yang banyak memerlukan tenaga, waktu, keahlian dan fasilitas yang memadahi. Oleh karena itu tidak semua insektisida yang beredar diketahui informasi mode of action nya secara detail, belum lagi senyawa-senyawa insektisida baru yang terus ditemukan. Barangkali tidak semua penemu bahan aktif insektisida selalu mengadakan penelitian mode of action nya terhadap serangga
Disamping itu untuk memahami mode of action suatu insektisida cukup sulit, karena diperlukan pengetahuan dasar lain terutama anatomi dan fisiologi serangga. Oleh karena itu pula informasi suatu insektisida tidak selalu menyertakan informasi mode of action nya secara detail. Informasi demikian hanya bermanfaat untuk kalangan tertentu. Saat ini, dari hasil penelitian yang ada, paling tidak telah diketahui secara garis besar ada lima macam mode of action insektisida, yang telah diketahui.:
1. Insektisida yang mempengaruhi sistem syaraf.
Kebanyakan insektisida seperti organofosfor, karbamat dan piretroid sintetik dan lainnya bekerja dengan mengganggu sistem syaraf. Untuk dapat lebih memahami cara kerja racun saraf berikut diuraikan sedikit tentang sistem saraf. Sistem saraf adalah suatu organ yang digunakan untuk merespon rangsangan baik dari luar maupun dari dalamsehingga serangga dapat hidup dan berkembang. Sistem saraf terdiri dari banyak sel saraf (neuron) yang saling berhubungan yang menyebar ke seluruh tubuh. Secara tipikal bentuk neuron di salah satu ujungnya berupa semacam serabut yang disebut dendrit dan diujung lain memanjang dan ujungnya bercabang-cabang disebut akson. Antar neuron berhubungan melalui aksonnya. Titik dimana dua neuron berhubungan disebut sinap. Ujung akson yang berhubungan neuron lainnya disebut pre sinap sedangkan bagian dari neuron yang berhubungan dengan presinap disebut postsinap. Impul saraf berjalan dari satu neuron ke neuron berikutnya sepanjang akson melalui sinap. Di daerah sinap impul saraf diteruskan oleh neurotransmitter yang banyak jenisnya. Berjalannya impul saraf merupakan proses yang sangat kompleks. Prosses ini dipengaruhi oleh keseimbangan ion-ion K+, Na+, CA++, Cl-, berbagai macam protein, enzim, neurotransmitter, dan lain-lainnya yang saling mempengaruhi. Gangguan pada salah satu faktor mengakibatkan impul saraf tidak dapat berjalan secara normal. Sehingga serangga tidak mampu merespon rangsangan.
Insektisida organofosfor dan karbamat mengikat enzim asetilkolinesterase yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin. Dalam keadaan normal asetilkolin berfungsi menghantar impul saraf, setelah itu segera mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim asetilkolinesterase menjadi kolin dan asam asetat. Dengan terikatnya enzim asetilkolinesterase terjadi penumpukan asetilkolin, akibatnya impul saraf akan terstimulasi secara terus menerus menerus menyebabkan gejala tremor/gemetar dan gerakan tidak terkendali.
Piretroid sintetik adalah sintetik kimia yang menyerupai piretrin. Mulanya, insektisida pyretrin diperoleh dari ekstrak bunga tanaman Chrysanthemum sp (Compositae), namun sekarang manusia telah mampu membuat sintetiknya. Piretrin memiliki knock down yang cepat namun tidak stabil, mudah mengalami degradasi. Sebaliknya, sintetik piretroid memiliki sifat lebih stabil. Sintetik piretroid juga bekerja mengganggu sistem syaraf dengan mengikat protein “voltage-gated sodium channel” yang mengatur denyut impul syaraf. Efeknya sama seperti yang disebabkan oleh organofosfor dan karbamat, impul saraf akan mengalami stimulasi secara terus menerus dan mengakibatkan serangga menunjukkan gejala tremor/gemetar, gerakan tak terkendali.
Imidacloprid, insektisida golongan kloronikotinil juga insektisida yang bekerja mengganggu sistem saraf. Didalam sistem saraf, imidacloprid memiliki sifat menyerupai fungsi asetilkolin. Seperti telah diterangkan di atas bahwa setelah asetilkolin meneruskan impul saraf pada reseptor akan segera terhidrolisa. Imidacloprid akan menempati reseptor asetilkolin dan tetap terikat pada reseptor. Efek selanjutnya mirip dengan organofosfor atau karbamat.
Avermektin, demikian juga abamektin juga bekerja sebagai racun saraf. Avermektin adalah insektisida antibiotik yang berasal dari suatu jamur, secara kimia digolongkan dalam makrolakton.   Avermektin mengikat suatu protein dalam sel saraf yang yaitu gamma amino butyric acid (GABA)-gated chloride channel. Protein ini berfungsi mengatur impul saraf. Avermektin menghambat fungsi protein ini, akibatnya saraf akan mengalami overeksitasi. Gejala yang ditunjukkan tremor dan gerakan tak terkendali. Demikian juga fipronil, insektisida dari golongan phenylpyrazole menunjukkan efek yang mirip menghambat fungsi GABA-gated chloride channel.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa sebagian besar insektisida walaupun memiliki struktur kimia yang berbeda, namun efeknya sama mengganggu sistem saraf jasad sasaran.

2. Insektisida yang menghambat produksi enegi
Dibandingkan dengan insetisida yang bekerja mengganggu racun saraf, insektisida golongan ini dapat dikatakan sangat sedikit. Namun demikian tidak menutup kemungkinan akan berkembang pada masa datang. Insektisida jenis ini yang telah beredar di Indonesia adalah dengan merek dagang Amdro
Mekanisme kerja insektisida ini mengganggu proses respirasi, suatu proses yang menghasilkan energi untuk proses metabolisme. Respirasi adalah suatu proses pemecahan gula atau senyawa lain yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk proses pertumbuhan. Proses respirasi adalah proses yang kompleks, yang melibatkan banyak reaksi yang memerlukan enzim. Gangguan-gangguan dalam setiap tahap reaksi ini akan menggaggu perolehan energi yang diperlukan yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan jasad akan mati di atas kakinya sendiri karena kehabisan tenaga untuk tumbuh dan berkembang.

3. Insektisida yang mempengaruhi pertumbuhan serangga hama (IGR, Insect Growth Regulator)
Insektisida ini dibagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi sistem endokrin dan yang menghambat sintesis kitin.
Pertumbuhan serangga pada fase muda (larva), dikendalikan oleh hormon juvenile (juvenile hormon) yang diproduksi di otak. Hormon juvenil mengatur kapan fase larva berakhir kemudian dilanjutkan dengan molting kemudian menjadi dewasa. Insektisida berbahan aktin hydroprene, methoprene, pyriproxypen dan fenoxycarb bekerja menyerupai hormon juvenil, menyebabkan larva terganggu pertumbuhannya, tetap dalam fase muda, tidak dapat bekepompong dan akhirnya mati
Iinsektisida yang menghambat pembentukan kitin adalah dari golongan benzoylurea seperti lufenuron (Program), diflubenzuron (Dimilin), teflubenzuron (Nomolt) dan hexaflumuron (Sentricon). Kitin adalah komponen utama eksoskeleton serangga. Tergangguna proses pembentukan kitin larva tidak dapat melanjutkan pertumbuhannya secara normal dan akhirnya mati.

4. Insektisida yang mempengaruhi keseimbangan air tubuh.
Tubuh serangga dilapisi oleh zat lilin/minyak untuk mencegah hilangnya air dari tubuhnya.  Diatom, silica aerogels dan asam borat adalah bahan yang dapat menyerap lilin/lemak, sehingga lapisan lilin akan hilang, serangga akan banyak kehilangan air dan mengalami desikasi dan akhirnya mati.

5. Insektisida yang merusak jaringan pencernaan serangga
nsektisida golongan ini adalah yang berbahan aktif mikroorganisme Baccilus thuringiensis (Bti). Bti membentuk endotoksin yang bila masuk ke dalam pencernaan serangga (larva dari golongan lepidoptera) yang bersifat asam akan terlarut dan merusak sel-sel jaringan pencernaan dan menyebabkan kematian.


Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni si serangga tersebut. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai beberapa hal pokok tentang mekanisme insektisida dalam mengendalikan serangga.
A) Menurut cara kerja atau distribusinya didalam tanaman dibedakan menjadi tiga
macam sebagai berikut:
a. Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh bagian-bagian tanaman melalui stomata, meristem akar, lentisel batang dan celah-celah alami. Selanjutnya insektisida akan melewati sel-sel menuju ke jaringan pengangkut baik xylem maupun floem. Insektisida akan meninggalkan residunya pada sel-sel yang telah dilewatinya. Melalui pembuluh angkut inilah insektisida ditranslokasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya baik kearah atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang mengandung residu insektisida.
b. Insektisida Non-sistemik
Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu insektisida yang menempel pada permukaan tanaman tergantung jenis bahan aktif (berhubungan dengan presistensinya), teknologi bahan dan aplikasi. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang permukaannya terkena insektisida. Residu insektisida pada permukaan tanaman akan mudah tercuci oleh hujan dan siraman, oleh karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan cuaca dan jadwal penyiraman.
c. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida ini hanya mampu diserap oleh jaringan daun, akan tetapi tidak dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya (efek translaminar). Insektisida yang jatuh ke permukaan atas daun akan menembus epidermis atas kemudian masuk ke jaringan parenkim pada mesofil (daging daun) dan menyebar ke seluruh mefosil daun (daging daun) hingga mampu masuk kedalam sel pada lapisan epidermis daun bagian bawah (permukaan daun bagian bawah).
B) Menurut cara masuknya insektisida kedalam tubuh serangga dibedakan menjadi 3
kelompok sebagai berikut:
a. Racun Lambung (racun perut)
Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalkan menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.
b. Racun Kontak
Racun kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut si serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
c. Racun Pernafasan
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair.
Sifat-sifat atau cara kerja insektisida tersebut mempunyai spesifikasi terhadap cara aplikasinya :
1. Untuk mengendalikan hama yang berada didalam jaringan tanaman (misalnya hama penggerek batang, penggorok daun) penanganannya dilakukan dengan insektisida sistemik atau sistemik local, sehingga residu insektisida akan ditranslokasikan ke jaringan di dalam tanaman. Akibatnya hama yang memakan jaringan didalam tanaman akan mati keracunan. Hama yang berada didalam tanaman tidak sesuai bila dikendalikan dengan aplikasi penyemprotan insektisida kontak, karena hama didalam jaringan tanaman tidak akan bersentuhan (kontak) langsung dengan insektisida.
2. Untuk mengendalikan hama-hama yang mobilitasnya tinggi (belalang, kutu gajah dll), penggunaan insektisida kontak murni akan kurang efektif, karena saat penyemprotan berlangsung, banyak hama tersebut yang terbang atau tidak berada di tempat penyemprotan. Namun, selang beberapa hari setelah penyemprotan, hama tersebut dapat kembali lagi. Pengendalian paling tepat yaitu dengan menggunakan insektisida yang memiliki sifat kontak maupun sistemik dengan efek residual yang agak lama. Dengan demikian apabila hama tersebut kembali untuk memakan daun, maka mereka akan mati keracunan.


Bahan Aktif : deltametrin 25 g/l
Description: G:\tugas bio\index.php_files\1-Biocis.jpgInsektisida racun kontak dan racun lambung berbentuk pekatan berwarna kuning kecoklatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera sp. pada tanaman cabai merah, ulat api Theosea asigna pada tanaman kelapa sawit dan wereng coklat Nilaparvata lugens serta walang sangit Leptocorisa oratorius pada tanaman padi.

Description: G:\tugas bio\index.php_files\2-Biocron.jpgBahan Aktif : profenofos 500 g/l
Insektisida racun lambung dan kontak berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan dalam air berwarna kuning kecoklatan untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai.

Description: G:\tugas bio\index.php_files\3-Biotion.jpgBahan Aktif : triazofos 200 g/l
Insektisida racun kontak dan racun lambung berbentuk pekatan berwarna coklat tua yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah dan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai merah.

Bahan Aktif : imidakloprid 200 g/l
Description: G:\tugas bio\index.php_files\4-Dagger.jpgInsektisida golongan neonicotinoid bekerja sebagai racun kontak, lambung dan sistemik berbentuk larutan dalam air untuk mengendalikan hama kutu daun Myzus persicae dan Thrips sp. pada tanaman cabai serta wereng coklat Nilaparvata lugens pada tanaman padi.
Bahan Aktif : niklosamida 250 g/l
Description: G:\tugas bio\index.php_files\10-Fatal.jpgInsektisida racun kontak dan pernafasan berbentuk pekatan berwarna kuning kecoklatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan siput murbei Pomacea cannaliculata pada tanaman padi sawah

Bahan Aktif : dimehipo 400 g/l
Description: G:\tugas bio\21_files\5-Manuver-SL.jpgInsektisida racun kontak, lambung dan sistemik berbentuk pekatan yang dapat larut dalam air berwarna coklat kemerah-merahan untuk mengendalikan penggerek batang Scirpophaga innotata, wereng coklat Nilaparvata lugens pada tanaman padi, ulat grayak Spodoptera sp. pada tanaman cabai dan kedelai, Ulat Kantong Metisa plana pada tanaman kelapa sawit, serta perusak daun Sexava nubila pada tanaman kelapa.

Bahan Aktif : dimehipo 6%

Bahan Aktif : amda sihalotrin 25 g/l
Insektisida racun kontak dan lambung, berbentuk pekatan berwarna kuning jerami jernih yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai dan ulat api Thosea asigna pada tanaman kelapa sawit.
Description: G:\tugas bio\21_files\8-Polidor.jpg

Description: G:\tugas bio\21_files\9-Scud-EW.jpgBahan Aktif : sipermetrin 100 g/l
Insektisida racun kontak dan lambung berbentuk emulsi minyak dalam air berwarna putih  untuk mengendalikan kumbang tanduk Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa sawit.

Description: G:\tugas bio\21_files\6-Scud.jpgBahan Aktif : sipermetrin 50 g/l
Insektisida racun kontak dan lambung berbentuk pekatan berwarna kuning kecoklatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan hama-hama pada tanaman kedelai, kubis, kakao dan kelapa sawit.

Description: G:\tugas bio\45_files\11-Senator.jpgBahan Aktif : fenvalerat 200 g/l
Insektisida racun kontak dan lambung berbentuk pekatan berwarna coklat kemerahan yang dapat diemulsikan dalam air untuk mengendalikan kutu loncat Diaphorina citri pada pertanaman jeruk

Description: G:\tugas bio\45_files\7-Starban.jpgBahan Aktif : sipermetrin 55 g/l + klorpirifos 530 g/l
Insektisida racun kontak dan lambung berbentuk pekatan berwarna kekuningan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan perusak daun Plutella xylostella dan Crocidolomia pavonana pada tanaman kubis.


Jenis-jenis insektisida
nsektisida dapat dibedakan menjadi golongan organik dan anorganik. Insekstisida organik mengandung unsur karbon sedangkan insektisida anorganik tidak. Insektisida anorganik umumnya bersifat alami, yaitu diperoleh dari makhluk hidup sehingga disebut insektisida hayati.

a.Insektisida Sintetik
Insektisida organik sintetik yang banyak dipakai dibagi-bagi lagi menjadi beberapa golongan besar:

-Senyawa Organofosfat
Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan fosfat. Insektisida sintetik yang masuk dalam golongan ini adalah Chlorpyrifos, Chlorpyrifos-methyl, Diazinon, Dichlorvos, Pirimphos-methyl, Fenitrothion, dan Malathion.

-Senyawa Organoklorin
Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan klorin. Insektisida organoklorin bersifat sangat persisten, dimana senyawa ini mashi tetap aktif hingga bertahun-tahun. Oleh karena itu, kini insektisida golongan organoklorin sudah dilarang penggunaannya karena memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Contoh-contoh insektisida golongan organoklorin adalah Lindane, Chlordane, dan DDT.

Karbamat
Insektisida golongan karbamat diketahui sangat efektif mematikan banyak jenis hama pada suhu tinggi dan meninggalkan residu dalam jumlah sedang. Namun, insektisida karbamat akan terurai pada suasana yang terlalu basa. Salah satu contoh karbamat yang sering dipakai adalah bendiokarbamat.

Pirethrin/ Pirethroid Sintetik
Insektisida golongan ini terdiri dari dua katergori, yaitu berisfat fotostabil serta bersfiat tidak non fotostabil namun kemostabil. Produknya sering dicampur dengan senyawa lain untuk menghasilkan efek yang lebih baik. Salah satu contoh produk insektisida ini adalah Permethrin.

Pengatur Tumbuh Serangga
Insektisida golongan ini merupakan hormon yang berperan dalam siklus pertumbuhan serangga, misalnya menghambat perkembangan normal. Beberapa contoh produknya adalah Methoprene, Hydramethylnon, Pyriproxyfen, dan Flufenoxuron.

Fumigan
Fumigan adalah gas-gas mudah menguap yang dapat membunuh hama serangga. Fumigan hanya boleh digunakan oleh personel terlatih karena tingkat toksisitasnya yang tinggi.  Contoh-contohnya adalah Metil Bromida (CH3Br), Aluminium Fosfit, Magnesium Fosfit, Kalsium Sianida, dan Hidrogen Sianida.

Insektisida Hayati
Meskipun insektisida lebih dikenal merupakan senyawa sintetik, namun terdapat juga insektisida alami yang berasal dari bakteri, pohon, maupun bunga.
  • Silica (SiO2) merupakan insektisida anorganik yang bekerja dengan menghilangkan selubung lilin pada kutikula serangga sehingga menyebabkan mati lemas. Insektisida jenis ini sering dibuat dari tanah diatom atau kieselgurh, yang tersusun dari molekul diatom Bacillariophyceae.
  • Asam Borat (H3BO3) adalah insektisida anorganik yang dipakai untuk menarik perhatian semut.
  • Pirethrum adalah insektisida organik alami yang berasal dari kepala bunga tropis krisan. Senyawa ini memiliki kemampuan penghambatan serangga yang baik pada konsentrasi rendah. Namun berkaitan dengan proses ekstraksinya, senyawa ini sangat mahal.
  • Rotenon adalah insektisida organik alami yang diperoleh dari pohon Derris. Senyawa ini berfungsi sebagai insektisida yang menyerang permukaan tubuh hama.
  • Neem merupakan ekstrak dari pohon Neem (Azadirachta indica). Penggunaan Neem sebagai insektisida hayati dimulai sejak 40 tahun lalu. Ekstrak neem mengganggu aktivitas sistem pencernaan serangga, khususnya golongan Lepidoptera (ngengat dan kupu-kupu beserta larvanya). Selain itu neem juga berperan sebagai pengatur tumbuh dimana menyebabkan beberapa jenis serangga terus berada pada kondisi larva dan tidak bisa tumbuh dewasa.[3]
  • Bakteri Bacillus thuringiensis memproduksi toksin Bt yang dapat mematikan serangga yang memakannya. Toksin Bt aktif pada pH basa dan menyebabkan saluran pencernaan serangga berlubang sehingga berujung pada kematian. Para peneliti telah berhasil memindahkan gen yang berperan dalam produksi toksin Bt dari B. thuringiensis ke tanaman kapas sehingga serangga yang memakan tanaman kapas tersebut akan mati. Kapas Bt merupakan salah satu organisme transgenik yang paling banyak ditanam di dunia.

Efek penggunaan insektisida
Pada tahun 1960, Rachel Carsonmenerbitkan buku yang sangat berpengaruh dalam sejarah penggunaan insektisida berjudul Silent Spring (Musim Sepi yang Sunyi). Buku tersebut menyorot penggunaan DDT yang sangat marak di masa itu karena sangat efektif, sekaligus menyadarkan manusia akan bahaya dari penggunaan pestisida berlebihan.  Insektisida yang dipakai seringkali menyerang organisme non target seperti burung dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, penggunaan insektisida juga dikhawatirkan berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
Insektisida seringkali digunakan melebihi dosis yang seharusnya karena petani beranggapan semakin banyak insektisida yang diaplikasikan maka akan semakin bagus hasilnya. Beberapa petani bahkan mencampurkan perekat pada insektisidanya agar tidak mudah larut terbawa air hujan. Namun, penggunaan perekat ini justru mengakibatkan tingginya jumlah residu pestisida pada hasil panen yang nantinya akan menjadi bahan konsumsi manusia. Menurut data WHO sekitar 500 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya dan diperkirakan 5 ribu orang meninggal setiap 1 jam 45 menit akibat pestisida dan/atau insektisida.
Penggunaan insektisida sintetik juga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan insektisida tertentu dapat tersimpan di dalam tanah selama bertahun-tahun, dapat merusak komposisi mikroba tanah, serta mengganggu ekosistem perairan.

Resistensi insektisida
Resistensi insektisida merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam populasi yang secara genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup meski terpapar satu atau lebih senyawa insektisida. Peningkatan individu ini terutama oleh karena matinya individu-individu yang sensitif insektisida sehingga memberikan peluang bagi individu yang resisten untuk terus berkembangbiak dan meneruskan gen resistensi pada keturunannya.
Resistensi terhadap insektisida pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1914 oleh AL Melander. Penggunaan kapur sulfur untuk mematikan hama pada anggrek pada satu minggu pertama percobaan. Namun ketika dilakukan pengulangan perlakuan insektisida, 90% hama tetap hidup. Tingkat resistensi serangga hama pada insektisida terus meningkat seiiring dengan kemunculan dan pemakaian berbagai jenis insektisida sintetik di tahun-tahun berikutnya.