Berdiri di Atas untuk Semua Golongan
Bismillahirrahmanirrahim
Pernah mendengar jargon seperti tertulis dalam judul di atas? Mungkin ada yang pernah, ada yang belum. Baiklah, izinkan saya memperkenalkan. Jargon tersebut merupakan salah satu nilai dasar (prinsip) yang dijunjung oleh Pondok Modern Darusalam Gontor (PMDG). Makna intinya adalah bebas (independen) dan aktif. Dalam artian, Gontor tak pernah berafiliasi secara kelembagaan dengan organisasi masa (ormas), parpol atau lembaga lain. Gontor tak disetir oleh ormas manapun.
Konsekuensi logisnya, para santripun tidak diarahkan “masuk” organisasi tertentu. Sebab itu, sejak awal berdiri Gontor menerima santri yang orangtuanya berlatar ormas apapun. Mau NU, Muhammadiyyah, Persis, JT, Al Irsyad, dll, semua diterima baik. Islam itu satu. Ormas hanyalah ‘wadah’ organisasi yang tak lantas menjadi faksi-pemisah. Karena prinsip itulah maka sebagai muslim tak selayaknya fanatik (taasub) pada ormas yang digeluti.
Pertanyaan berikutnya. Apakah dengan prinsip “berdiri di atas untuk semua golongan’ itu para alumni tidak boleh berkiprah di ormas tertentu? Jawabanya, boleh saja. Selama kemudian alumni itu tidak memaksakan ormas masuk ranah pendidiakn. Selama alumni menjauhi sifat fanatik berlebih. Contoh sikap fanatif berlebih adalah merasa ormasnya paling sempurna, dan merendahkan ormas lain yang sebenarnya sama-sama ormas islam dan memperjuangkan kebaikan.
Dalam tataran sejarah, alumni Gontor, banyak yang bisa mempraktikan prinsip itu dengan baik. Contohnya, KH. Idham Cholid yang pernah menjadi Rois Am NU, KH. Hasyim Muzadi, mantan Rois Am NU, Prof. Din Syamsudin Ketua umum PP Muhammadiyyah, dan Dr. Hidayat Nurwahid yang penah menjadi pucuk pimpinan sebuah partai yang dilahirkan dari dakwah-tarbiyah. Mereka adalah beberapa alumni yang berhasil menerapkan prinsip “berdiri di atas untuk semua golongan itu”.
Pertanyaannya berikutnya adalah, apakah prinsip itu hanya untuk keluarga besar pondok modern? Tentu saja tidak, menurut hemat penulis prinsip itu selazimnya juga kita junjung. Aktif di organiasi tertentu boleh saja, namun tidak lantas menjadi fanatik, mengagung-agungkan ormas sendiri dan mencela, bahkan menghina ormas lain yang sejatinya juga baik hanya karena perbedaan pandangan yang sejatinya tidak fundamental. Ormas hanyalah sarana, wadah, bukan tujuan. Sangat menggirisakan melihat fakta sesama organisasi islam saling tuding. Saling curiga. Saling fitnah. Atau contoh yang kecil: tidak mau diimani oleh yang berbeda ormas. Tidak mau ikut pengajian karena pengisinya bukan satu faham. Tidak mau mengundang seorang pemateri karena beda organisasi. Tidak mau bertegur-sapa karena beda wadah., dan lain sebagianya. Sangat disayangkan ketika gara-gara perbedaan faham menjadikan putus persaudaraan. Bukankan sesama muslim adalah bersaudara?
Jangan sampai kita abai pada hal besar dan malah mempermasalahkan hal yang bisa jadi sebenarnya kecil.
Mari merenung….
*Maaf tulisan ini tidak runut. Walau demikian semoga ada hikmah yang bisa dipetik. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Tidak ada tendensi dan tak ada niatan menggurui.
Wallahu a’lam bishowab
#Tulisan ini adalah opini pribadi penulis, dan tidak mempresentasikan Div. Humas, atau LDK RM secara umum.
Al Faqir ilallah. Akhukum Fillah, Prito Windiarto. www.pritowindiarto.blogspot.com