(Masih) Sepertinya


Baru saja aku membaca tulisan terdahulu dalam blog ini. Apa yang kurasakan? Hampir saja menangis. Ternyata banyak sekali perubahan akhir-akhir ini dalam hidupku. Sejak dulu merasakan patah hati, dendam yang mendaging kemudian jatuh cinta, menemukan pasangan yang berbeda, mengetahui orang yang ternyata juga mencinta dan untuk akhir- akhir menemukan beberapa buah perbedaan. Ya, namanya juga hidup.

Pernah aku membaca tentang bungan Desember yang kusebutkan dulu, bahkan aku saja lupa pernah menuliskan kata-kata itu. Setelah aku cermati, memang ya, bunga yang aku sangkal bukan bunga Desember itu malah semakin menuju kearah sana. Kado ulang tahun yang kutawarkan sebuah aquarium berisi ikan dan seikat bungan tak pernah sampai. Tapi tak apa, aku malah takut kalau kamu mengirim itu, sekarang aquarium itu sudah pecah karena amarah dan ikan mati kehabisan oksigen. Tahu kenapa? Ikan meninggalinya, jika rumah hancur, tak ada air, maka kemana ikan akan pergi? Kemana ia akan menghindar? Sedang air sendiri entah kemana. Mengering mungkin.

Kemarin bisa jadi hari yang menyenangkan, tapi bisa juga ada letupan kecewa. Tahu kenapa? Bukan. Bukan karena fotoku yang tak lagi terpasang pada dinding kamarmu dan digantikan apa aku tak tahu. Tapi aku melanggar janjiku sendiri. Janji yang ingin sekali aku tepati. Aku merasa malu. Tapi ya bagaimana, jika kita berdua. Janji yang bahkan untuk diri sendiri itu entah kemana. Sepertinya dia bersembunyi agar tak ditemukan. Selamat, kamu berhasil. Keberhasilanmu itu kekalahan tak terhingga buatku.

Menjadikan lari pagi sebagai kebiasaan itu memang baik, tapi lama-lama dijadikan sebagai pelarian itu menyedihkan. Siapa? Ya, tanyakan kepada siapa yang bisa diajak bertanya, dan mungkin tahu jawabannya. Aku ingin jujur, kalau aku hanya sebagai pelarian, dan bodohnya aku menikmati menjadi tujuan pelarianmu. Aku jelas masih merasakan cinta yang bukan untukku. Mungkin untuk si anu atau si itu yang tak bisa kusebutkan. Ya, karena hidupmu itu terlalu rumit, terlalu banyak gadis. Dan aku adalah yang bodoh mau juga menjadi gadismu. Ah aku tidak bodoh sepertinya. Tulisku seperti ini mungkin karena sedang marah. Semoga saja nanti banyak pujian lain menyerangmu melalui tulisanku. Semoga masih ada sisa-sisa kata pujian itu yang tersimpan.

Sudah banyak yang bertanya tentang kelanjutan hubungan kita. Aku hanya bisa menjawab ‘masih sepertinya’. Ada yang salah?