Cerita Hari Ini


Cerita hari ini, di rumah seperti biasanya. Orang-orang yang kucintai mengunjungi anak kedua mereka. Sang ayah sedang tidak enak badan. Gara- gara ketan membuat maag yang sudah lama tertidur kembali terbangun. Haiyah, ia terusik mungkin.

Kemudian baju-baju kotor dalam cantolan dan beberapa yang ditinggalkan itu masuk dalam rendaman. Yah, di mana pun dan kapan pun tetap saja mencuci. Nguli dulu pagi ini. Selesainya malah hujan. Ini nih, yang membuat males. Setidaknya pekerjaan itu sudah tuntas.

Baca buku, membaca terus tanpa ada yang dikeluarkan lagi. ya, namanya proses. Ini semacam pembelaan. Proses? Makan selalu proses itu sampai kenyang. Ha ha ha. Baca-tidur sebentar-bangun! Ada suara motor yang ampun sekali. Itu anak, misal jatuh dan nyium aspal pasti ya Cuma babak belur. Sudah tahu aspal lebih keras dari kepalanya. Tidur lagi-bangun lagi! sudah ku bilang aspal itu lebih keras. Tetap saja gembar-gembor motor tak berhenti. Ah, polah anak desa sok keren. Oke, aku memang sudah keren dari sononya. Tak perlu pakai sok-sokan segala! Tidur lagi-bangun lagi. glutaakkk! Bukan, bukan salah anak-anak itu lagi, tapi salah buku yang kupegang terjatuh saat tidur. Ha haa haaa kacau. Ternyata benar-benar tidur.
Nonton film, jinkrak-jinkkrakkk. Perlu beberapa waktu untuk mengembalikan kesadaran kalau ini dunia nyata. Bukan pengaruh film lagi. tokoh dan cerita itu bisa bikin gila lama-lama. Saranghamnida Oppa :*
Antara memasak dan nyapu. Ternyata memasak dulu. Sayur tahu, lumayan. Sudah memenuhi sebagai calon istri yang baik. Tinggal memastikan sang pasangan. Okeee...

Nyapu sor sawo. Pohon yang sudah tua. Ingin memeluk sebentar, menanyakan kabar. Sayang, hujan akhir-akhir ini membuatnya lumutan. Kuurungkan. Aku menyapunya saja. Daun-daun yang sulu selalu kesebali. Sekarang aku merindukannya. Tak banyak waktu, setengah jam saja selesai. Dulu bisa sampai satu jam. Mungkin saja bumi menciut. Ku amati akar-akar yang taklagi sekokoh dulu. Mungkin karena dulu sering kamu duduki sehingga menjadi halus, sekarang mereka halus tapi karena lumut. Kemudian batang yang kokoh, tapi tak sekokoh dulu. Seperti merentangkan tangan dan siap kami duduki semasa kecil dulu. Sekarang aku tak berani memanjat. Sudah takut ketinggian. Percaya? Masih ada sisa-sisa telapak tangan dan kaki kita dulu dalam pohon itu. Aku melintasi bawahnya, ha? Aku menunduk. Aku yang bertambanh tinggi atau pohonnya yang merunduk? Keringat ini, aku mau segera mandi. Ah ya, apakah aku seterusnya akan setia menyapu saun-daunmu? Sampai kapan? Padahal ini pekerjaan yang cukup melelahkan. Hahha mungkin karena tak biasa, di sela jari-jariku juga muncul bekas sapu. Sekali lagi karena belum terbiasa. Ya, setelah kurang lebih empat tahun lalu aku membersihkan daun-daunmu. Sebenarnya aku ingin bersikeras jika biar saja, toh akan menjadi pupuk, namun kebersihan juga penting ternyata. Aku membayangkan jika seterusnya aku setia denganmu, seperti ibuku, bahkan ketika sore lelah membersihkan daun-daunmu. Apakah aku nanti juga seperti itu? Sampai kapan tak tergantikan? Ha? Mungkin sampai sebuah kepastian terjawab dan bumi yang semakin menempit ini berakhir.

Ada gadis lewat, mengenakan kerudung warna pink. Dua gadis. Aku bergegas mandi. Menyusul dua gadis tadi. Azan sudah berkumandang. Kutemui beberapa gadis unyu-unyu yang bertahan. Juga beberapa yang memperjuangkan. Mereka akan ujian nasional senin depan. Besok ada acara, aku dimintai ikut. Apa jawabku?

“tak ada teman lain? Aku sepertinya ingin ke pasar”

Kemudian.

“TPA setiap hari apa?”

Sambil tersenyum malu kamu menjawab

“jumat, sabtu, minggu”

Sekarang lebih singkat ternyata. Dulu ketika masaku setiap hari. Tiba-tiba saja aku merindukan teman=teman masa kecilku ketika bersama TPA kemudian menjadi pembimbing. Ah, mereka kemana? Sudah ada yang berumah tangga, mempunyai anak dan beberapa sedang mempersiapkan pernikahan. Sedang aku? Masih saja seperti dulu. Aku tak merasa berubah sedikitpun, meski wajah yang mungkin sedikit menua.

Besok pagi ke pasar, aku kangen makan nasi rames seperti sore tadi.

Ah ya, kembali melintasi pohon sawo. Sudah berapa cinta yang kau saksikan? Aku lihat dalam album foto, sepupuku dulu bersama pacarnya berfoto di bawahmu. Dan aku pernah membawa cinta pertamaku untuk berteduh di bawahmu.

Semoga lekas sembuh bapak :*