LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN / ACARA VI / PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN
ACARA VI
 PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL









Oleh:
NAMA                 :
NIM                    :
ROMBONGAN    :



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2013










ACARA VI INTERAKSI GEN ( PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL )



I. PENDAHULUAN



A.     LATAR BELAKANG
Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti hokum Mendel II dengan rasio klasik F2 = 9 : 3 : 3 : 1 . Akan tetapi kedua pasang gen ini akan mengadakan interaksi (kerjasama) yang menghasilkan fenotip baru., atau ada pula terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut epistasis. Ada beberapa macam epistasis yaitu :
a.       Epistasis dominan (perbandingan 12 : 3 : 1 ).
b.      Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9 : 3 : 4 ).
c.       Epistasis dominan resesif (inhibiting gen) (perbandingan 13 : 3 ).
d.      Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15 : 1 ).
e.       Epistasis resesif duplikat (complementary factor) (perbandingan 9 : 7 ).
f.        Gen duplikat dengan efek komulatif (perbandingan 9 : 6 : 1 ).
Prinsip Hukum Mendel
Hukum-hukum Mendel merupakan prinsip dasar genetika.
1.      Hukum Mendel I ( Hukum Pemisahan Mendel – Prinsip Segregasi – Hukum Pemisahan Gen SealeL
a.       Dalam peristiwa pembentukan sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan alela memisah secara bebas.
b.      Berlaku untuk pembastaran dengan satu sifat beda (monohibridisasi), baik dominansi maupun intermediet.
2.      Hukum Mendel II ( Hukum Kebebasan Mendel = Prinsip berpasang-pasangan secara bebas).
a.       Dalam peristiwa pembentukan gamet, alela-alela mengadakan kombinasi secara bebas sehingga kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam.
b.      Berlaku untuk pembastaran dengan dua sifat beda (dihibridisasi) atau lebih, baik dominansi maupun intermediet.
Ada beberapa bentuk penyimpangan Hukum Mendel yang lain yaitu :
  1. Kriptomeri
  2. Gen komplementer
  3. Atavisme
  4. Epistasis dan hipostasis
  5. Polimeri


B.     TUJUAN
1.      Mengetahui beberapa bentuk penyimpangan dari hukum Mendel, seperti kriptomeri, polimeri, atavisme, gen komplementer, serta epistasis dan hipostasis.
2.      Mengetahui dan dapat membedakan perbandingan-perbandingan rasio fenotip pada berbagai macam penyimpangan epistasis.
3.      Dapat mengetahui dan mempelajari sebab-sebab terjadinya berbagai macam penyimpangan terhadap hukum Mendel.





II. BAHAN DAN ALAT

1.      Bahan
-         Plastik
-         Kancing berwarna
-         Tabel pengamatan
2.      Alat
-         Alat tulis






III. PROSEDUR KERJA

1.      Diambil satu kantong plastic yang berisi kancing berwarna, kemudian dikocok hingga homogen.
2.      Diambil satu butir kancing, kemudian dicatat hasilnya.
3.      Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 90 x dan 160 x , dan dicatat pada lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat praktikum.
4.      Data dianalisa dengan uji chi-square ( X2 ).
5.      Kode kantong dicantumkan pada bagian atas.






IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Penyimpangan semu hukum Mendel adalah perbandingan fenotip dari persilangan monohibrid dan dihibrid yang seolah-olah tidak mengikuti pola 3 : 1 ataupun pola 9 : 3 : 3 : 1 . Pola tersebut dapat berupa 9 : 3 : (3+1), (9+3) : 3 : 1, atau 9 : (3+3+1). Hal ini disebabkan interaksi antargen yang dapat menyebabkan perbandingan fenotip yang menyimpang dari hukum Mendel. Bentuk interaksi antargen yang menyebabkan penyimpangan semu hukum Mendel dapat berupa atavisme, epistasis-hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan gen komplementer.
1.      Epistasis dan hipostasis
Aktivitas saling mempengaruhi antargen dominant diperhatikan oleh peristiwa epistasis-hipostasis, yaitu penutupan ekspresi satu gen oleh gen lain yang bukan alelnya. Gen yang menutup disebut gen epistasis, sedangkan gen yang ditutup disebut hipostasis. Peristiwa epistasis dapat berupa:
a.       Epistasis dominant (terjadi jika satu gen dominant bersifat epistasis dengan perbandingan fenotip pada F2 adalah 12 : 3 : 1 ).
b.      Epistasis resesif (terjadi jika gen epistasis resesif dalam keadaan homozigot mampu menutupi ekspresi pasangan gen lain yang bukan alelnya dengan perbandingan fenotip F2 adalah 9 : 3 : 4 ).
2.      Polimeri
Polimeri merupakan peristiwa munculnya suatu sifat pada hasil persilangan heterozigot karena adanya pengaruh gen-gen lain. Hal ini disebabkan terdapat dua atau lebih gen yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama. Perbandingan fenotip F2 pada polimeri adalah 15 : 1 .
3.      Kriptomeri
Fenomena kriptomeri pertama kali ditemukan oleh Correns pada saat menyilangkan bunga Linaria maroccana galur murni, warna merah dengan galur murni berwarna putih. Pada F1 didapatkan bunga berwarna ungu. Kemudian bunga F1 itu disilangkan sesamanya dan menghasilkan bunga berwarna ungu, merah, dan putih denga perbandingan 9 : 3 : 4 .
4.      Komplementer
Komplementer merupakan interaksi gen yang saling melengkapi, jika salah satu gen tidak ada maka sifat yang muncul tidak sempurna. Fenomena ini pertama kali disampaikan oleh W. Bateson dan R. C. Punnet. Berdasarkan diagram Punnet didapatkan perbandingan fenotip F2 adalah 9 : 7.
5.      Atavisme
Fenomena atavisme atau interaksi beberapa gen terdapat pada bentuk empat macam jengger ayam, yaitu walnut, rose, pea, dan bilah. Fenomena ini diungkapkan pertama kali oleh W. Bateson dan R. C. Punnet.
Sebuah atau sepasang gen yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwa disebut epistasis dan hipostasis. Peristiwa epistasis dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Epistasis dominant
Apabila digunakan huruf-huruf permulaan alphabet, maka :
Kunci : A epistasis terhadap B dan b
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- + 3 A-bb = 12
3 aaB-               =  3
1 aabb               =  1
2.      Epistasis resesif
Kunci : aa epistasis terhadap B dan b
Ratio fenotip F2 :
9 A-B-                = 9
3 A-bb                = 3
3 aaB- + 1 aabb   = 4
3.      Epistasis dominant resesif
Kunci : A epistasis terhadap B dan b
Bb epistasis terhadap A dan a
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- + 3 A-bb + 1 aabb = 13
3 aaB-                            = 3
4.      Adanya gen resesi rangkap
Kunci : aa epistasis terhadap B dan b
Bb epistasis terhadap A dan a
Ratio fenotip F2 :
9 A-B-                                = 9
3 A-bb + 3 aaB- + 1 aabb      = 7
5.      Adanya gen dominant rangkap
Kunci : A epistasis terhadap B dan b
             B epistasis terhadap A dan a
Ratio fenotip F2 :
9 A-B- + 3 A-bb + 3 aaB-  = 15
1 aabb                             = 1
6.      Adanya gen-gen rangkap yang mempunyai pengaruh komulatif
Ratio fenotip F2 :
9 A-B-                   = 9
3 A-bb +  3 aaB-    = 6
1 aabb                   = 1




V. KESIMPULAN DAN SARAN

1.      KESIMPULAN
a.       Peristiwa penyimpangan terhadap hukum Mendel terjadi karena adanya interaksi antara gen-gen. Yaitu adanya sebuah atau sepasang gen yang menutupi ( mengalahkan ) atau dikalahkan ekspresi gen lain yang bukan alelnya.
b.      Uji chi-square ( X2 ) digunakan untuk mengetahui apakah penyimpangan yang terjadi nyata atau tidak. Jika nilai X2 hitung lebih kecil dari nilai X2 tabel, maka hipotesis diterima. Tetapi jika nilai X2 hitung lebih besar dari X2 tabel maka hipotesis ditolak.
c.       Hasil praktikum menunjukkan adanya banyak penyimpangan. Hal ini mungkin terjadi karena kekurangtelitian praktikan dalam mengambil sample / kancing kurang acak atau kesalahan praktikan dalam penghitungan.

2.      SARAN
Sebaiknya praktikan betul-betul jeli dalam mengambil sample yaitu dengan cara acak, tidak asal ambil. Begitu pula dalam proses penghitungan. Karena hal ini sangat berpengaruh pada hasil penghitungan yang akan dibandingkan dengan teori yang ada.






DAFTAR PUSTAKA

Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University  Press.
Pay, C. Anna. 1987. Dasar-dasar Genetika. Jakarta: Erlangga.
Suryo, 1986. Genetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Welsh, J. R., 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Wildan. 1986. Genetika. Bandung : Tarsito.