A. Sejarah Perhimpunan Ilmu Hadits
Pada mulanya, Ilmu Hadits memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadits Nabi SAW dan para perawinya, seperti Ilmu Hadits al-Shahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma’ wa al-Kuna, dan lain-lain. Penulisan Ilmu-Ilmu Hadits secara parsial dilakukan, khususnya oleh para ulama abad ke-3 H. Umpamanya, Yahya ibnu Ma’in (234 H/848 M) menulis Tarikh al-Rijal, Muhammad ibn Sa’ad (230 H/844 M) menulis Al-‘Ilal dan Al-Kuna, Muslim (261 H/875 M) menulis kitab al- Asma’ wa al-Kuna, Kitab al- Thabaqat dan kitab al- ‘Ilal dan lain-lain.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing membicarakan tentang hadits dan perawinya. Akan tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul Hadits, sebagaimanahalnya sebelum disatukan. Jadi penggunaan lafaz jama’ Ulumul Hadits, setelah keadaannya menjadi satu, adalah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ulumul Hadits, karena telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama –beberapa ilmu yang terpisah- menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah Hadits. Para ulama yang menggunakan nama Ulum al-hadits, diataranya adalah Imam al-Hakim al-Naisaburi (405 H/1014 M), Ibnu al-Shalah (643 H/1246 M), dan ulama kontemporer seperti Zhafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Thawani (1394 H/1974 M) dan Subhi al-Shalih. Sementara itu, beberapa ulama yang datang setelah Ibn al-Shalah, seperti al-‘Iraqi (806 H/1403 M) dan al-Suyuthi (911 H/1505 M), menggunakan lafaz mufrad, yaitu Ilmu al-Hadits, di dalam berbagai karya mereka.
B. Macam-Macam Ilmu Hadits
Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila dilihat kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu Hadits Dirayat (dirayah).
1. Ilmu Hadits Riwayah
Ilmu Hadits Riwayah ialah.
Artinya: “Ilmu yang menukilkan segala apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat tubuh anggota ataupun sifat Perangai.”
Ibnu Akfani berkata:
Artinya: “Ilmu hadits yang khusus dengan riwayat ialah: Ilmu yang melengkapi penukilan perkataan-perkataan Nabi SAW perbuatan-perbuatannya, periwayat-periwayat hadits, pengdlabitannnya dan penguraian lafadz-lafadznya.”
Kebanyakan ulama menta’rifatkan ilmu hadits riwayah sebagaimana:
Artinya: “Ilmu hadits riwayah adalah suatu ilmu untuk mengetahui sabda-sabda nabi, taqrir-taqrir nabi dan sifat-sifat nabi.”
Maudhu’nya (obyeknya) adalah pribadi Nabi SAW yakni perkataan, perbuatan, taqrir dan sifat Beliau, karena hal-hal inilah yang dibahas didalamnya. Adapun faedah mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
2. Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Musthalah al-Hadits, Ilmu Ushul al-Hadits, Ulum al-Hadits, dan Qawa’id al-Hadits at-Tirmidzi mendefinisikan ilmu ini dengan
Artinya: “Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawi dan lain-lain.”
Ibnu al-Akfani mendefinisikan ilmu ini sebagai berikut
Artinya: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-ayarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.”
Kebanyakan ulama menta’rifkan Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:
Artinya: “Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari jurusan diterima atau ditolak dan yang bersangkutpaut dengan itu.”
Maudhu’nya (objeknya) adalah mengetahui segala yang berpautan dengan pribadi Nabi SAW, agar kita dapat mengetahuinya dan memperoleh kemenangan dunia akhirat. Dengan mempelajari Hadits Dirayah ini, banyak sekali faedah yang diperoleh antara lain:
1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak masa Rasul SAW sampai sekarang.
2. Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
4. Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristimbat.
5. Dari beberapa faedah diatas apabila diambil intisarinya, maka faedah mempelajari Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadits, apakah ia maqbul (diterima) dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad maupun matannya.
6. Dengan melihat uraian Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah diatas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini karena setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan baik dalam penerimaannya maupun penyamapaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan Ilmu Hadits Riwayah, Ilmu Hadits Dirayah juga terus berkembang menuju kesempurnaanya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan Hadits Riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin Ilmu Hadits Riwayah berdiri tanpa Ilmu Hadits Dirayah, begitu juga sebaliknya.