BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang digunakan antar manusia. Bahasa dapat mengekspresikan maksud dan tujuan seseorang. Lewat bahasa pula kita dapat memahami serta berkomunikasi dengan baik sesama manusia. Dengan latar belakang diatas maka kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar penduduk di dunia adalah dwibahasawan, maksudnya bahwa sebagian manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai alat komunikasi.
Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda merupakan agen pergontak dua bahasa. Semakin besar jumlah orang yang seperti ini, maka semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya menjelma didalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) didalam penggunaan bahasa kedua ( B2 ). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi didalam pemakaian sistem B2, pada saat penggunaan B1. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interferensi (Khairul Matien : 2-3).
Sebagai seorang calon guru khususnya guru Bahasa Indonesia sering kita menjumpai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para siswa. Kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para siswa tersebut ternyata dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan yang meliputi menyimak, membaca, menulis dan membaca, serta kesalahan dalam bidang linguistik yang meliputi tata bentuk bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata bentuk kalimat (sintaksis).
Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik (Pateda, 1989 : 32).
Sementara Pateda (50-66) juga menjelaskan bahwa analisis kesalahan berbahasa dibagi kedalam daerah-daerah kesalahannya. Menurut pateda daerah kesalahan berbahasa dibagi menjadi 4 antara lain : (1) Daerah kesalahan fonologi, (2) Daerah kesalahan morfologi, (3) Daerah kesalahan sintaksis, (4) Daerah kesalahan semantis. Meskipun daerah kesalahan tersebut sudah diklasifikasikan tetapi antara daerah kesalahan bahasa satu dengan yang lain saling berhubungan.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menganalisis lebih spesifik atau mendetail lagi mengenai salah satu daerah kesalahan berbahasa seperti yang diungkapkan oleh pateda diatas. Salah satu daerah kesalahan yang ingin kita analisis yaitu Daerah kesalahan Bidang Sintaksis (Kalimat).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Sintaksis
Menurut Sofa (2008) bahwa Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat (Lubis Grafura : 2008). Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD) (Maharsiwi : 2009). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2. Di sisi yang lain Samsuri dalam Maharsiwi (2009) mengungkapkan bahwa dalam berbahasa mengucapkan kalimat-kalimat, untuk dapat berbahasa dengan baik, kita harus dapat menyusun kalimat yang baik. Untuk dapat menyusun kalimat yang baik, kita harus menguasai kaidah tata kalimat (sintaksis). Hal ini disebabkan tata kalimat menduduki posisi penting dalam ilmu bahasa.
Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap (Werdiningsih, 2006:77-79) dalam (Budi Santoso). Kesatuan kalimat dalam bahasa tulis dimulai dari penggunaan huruf kapital pada awal kalimat dan diakhiri dengan penggunaan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru pada akhir kalimat. (Werdiningsih, 2006:78) dalam (Budi Santoso) mengungkapkan bahwa sebuah kalimat dikatakan efektif jika dapat mendukung fungsinya sebagai alat komunikasi yang efektif. Maksudnya bahwa kalimat tersebut mampu mengungkapkan gagasan, pikiran, dan gagasan secara jelas sehingga terungkap oleh pembaca sebagaimana diinginkan.
Menurut Arifin (2001: 116) sebuah kalimat hendaknya berisikan suatu gagasan atau ide. Agar gagasan atau ide sebuah kalimat dapt dipahami pembaca, fungsi bagian kalimat yang meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan harus tampak dengan jelas (eksplisit). Di samping unsur eksplisit kalimat harus dirakit secara logis dan teratur.
Pateda (1989 : 58) menyatakan bahwa kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan misalnya dengan kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi yang tidak tepat yang menbentuk kalimat, kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan di dalam kalimat dan logika kalimat.
B. Analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya (menyimak, membaca, menulis dan membaca)
Menurut Sungkar Kartopati (2010) dalam pembelajaran bidang sintaksis terdapat 4 aspek yang berhubungan dengan analisis kesalahn berbahasa, yaitu :
1. Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan
Kalimat merupakan satuan kata yang mengandung gagasan yang menjadi pokok yang didengar. Dari kegiatan mendengarkan tersebut respon atau tanggapan yang diharapkan dapat berupa aspek keterampilan yang bersifat produktif misalnya menulis atau berbicara. Dalam kegiatan atau sesuatu yang didengar tersebut diharapkan si pendengar dapat menyimpulkan sesuatu yang didengar dalam kalimat yang benar pula. Sebagai contoh dalam sebuah Tujuan Pembelajaran dijelaskan bahwa hasil yang diharapkan adalah siswa mampu menyimpulkan isi berita dari bahan dengaran ke dalam beberapa kalimat dan menuliskan kembali berita yang dari bahan dengaran dalam beberapa kalimat.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut siswa tentu saja harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kalimat dan unsur-unsur pembentuknya. Bagaimana membuat kalimat yang efektif dan mudah dipahami oleh orang lain. Untuk mengajarkan kalimat kepada siswa guru dapat menggunakan menggunakan metode-metode yang komunikatif dan melibatkan siswa secara langsung dalam membuat atau menganalisis kalimat.
2. Pembelajaran Sintaksis dalam Berbicara
Kecermatan dalam menyusun kalimat merupakan syarat bagi siswa ketika berbicara agar gagasan atau ide yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh pendengar dengan baik. Pengetahuan tentang seluk beluk kalimat, baik jenis kalimat maupun keefektifan dalam menyusun sebuah kalimat sangatlah perlu. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas yang menanyakan apakah A menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam kalimat menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya menyangkut persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi juga menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Contoh kasus seoarang guru yang sedang menasihati siswa dapat disusun ke dalam bentuk kalimat pasif juga aktif. Kalimat guru menasehati siswa menempatkan guru sebagai subjek. Dengan menempatkan guru di awal kalimat, memberi klarifikasi atas kesalahan siswa. Sebaliknya kalimat siswa dinasehati guru, guru ditempatkan tersembunyi. Makna yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda karena posisi sentral dalam kedua kalimat ini adalah guru. Struktur kalimat bisa dibuat aktif atau pasif, tetapi umumnya pokok yang dianggap penting selalu ditempatkan diawal kalimat.
3. Pembelajaran Sintaksis dalam Membaca
Sintaksis merupakan tataran gramatikal sesudah morfologi. Untuk Kalimat-kalimat yang dirangkai hingga membentuk wacana harus dapat dipahami oleh siswa sehingga siswa dapat memahami sebuah tulisan melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kalimat perlu diberikan kepada siswa, melalui keterampilan bahasa lainnya.
4. Pembelajaran Sintaksis dalam Menulis
Sintaksis atau tata kalimat yang mewajibkan siswa untuk dapat menyusun kalimat secara efektif dan mudah dipahami. Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa seringkali mengalami kesulitan dalam membuat kalimat sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan gagasan yang ingin disampaikan tidak dapat dipahami oleh pembaca. Sebagai contoh seorang guru meminta murid membuat kalimat dengan kata hasil. Siswa membuatnya menjadi Hasil dari pada pembangunan harus kita nikmati, secara langsung guru pasti akan melihat pada kesalahan penggunaan kata daripada. Sintaksis dalam pembelajaran menulis dapat dikemas dalam berbagai teknik pembelajaran yang menarik, misalnya dengan menulis berantai, yaitu guru memberikan satu kalimat pembuka dan siswa diminta untuk melanjutkan kalimat tersebut, selain itu untuk menulis cerita guru dapat meminta siswa membuat paragraf pembuka atau penutup. Dengan demikian siswa akan tertarik untuk menulis.
5. Berbagai contoh kalimat yang salah serta analisisnya
“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “. Poerwadarminta (1976:367) dalam Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”
“ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para pelantara agama yang mana pada beliau-beliau itu begitu gigih memperjuangkan agama….”
Kita lihat kesalahan yang sering kita jumpai ini adalah kerancuan atau gejala pleonasme dalam penjamakan. Kata / para / yang sudah menunjukkan lebih dari satu sering digabungkan dengan kata / sekalian / atau diulang misalnya / para pengurus-pengurus, para bapak-bapak, dan sebagainya yang sudah sama-sama bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-in / pada kata hadirin, ini juga sudah menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita simak misalnya pada saat ada pertunjukkan hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan “ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut penyanyi kesayangan kita…..” Bentuk yang benar adalah para hadir ( tetapi kurang baik, kurang lazim ), sehingga bentuk yang baik dan benar adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia, Bapak/ Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian yang berbahagia atau yang mengharap rida Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya. Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang alih-alih menjadi bunyi / o /, padahal dalam penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah saudara ( secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yakni / sa / yang berarti satu dan / udara / yang berarti perut, jadi artinya adalah satu perut atau berasal dari satu perut ibu seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu meluas penggunaanya. Demikian pula kata / ibu /, / bapak / yang dialamatkan hanya pada lingkungan keluarga saja (Inta Sahrudin : 2008)
1. Kesalahan kalimat
Kesalahan kalimat meliputi kesalahan urutan kata dan penghilangan fungtor kalimat. Perhatikanlah contoh-contoh kesalahan urutan kata dan kesalahan karena penghilangan fungtor kalimat di bawah ini.
a. Penghilangan Subjek
Kalimat yang benar dalam ragam bahasa paling sedikit harus memiliki subjek dan predikat, kecuali kalimat perintah atau ujaran yang merupakan jawaban pertanyaan. Biasanya, kalimat yang subjeknya tidak jelas terdapat dalam kalimat rancu, antara lain kaliamt yang berpredikat kata kerja aktif tetapi subjeknya didahului kata depan, atau kalimat pasif yang subjeknya diawali kata depan. Kata depan yang sering mengawali subjek antara lain pada, di, dari, kepada, untuk, ke, bagi, dalam, sebagai, tentang, melalui, dengan, demi, terhadap, daripada, dan antara.
Contoh bentuk salah:
Di Jakarta akan mengadakan pameran pembangunan selama bulan agustus tahun ini.
Contoh bentuk Benar:
• Di Jakarta akan diadakan pameran pembangunan.
• Jakarta akan mengadakan pameran pembangunan.
b. Penghilangan Predikat
Kalimat yang tidak mempunyai predikat terjadi antara lain akibat adanya keterangan subjek yang beruntun, kemudian keterangan itu diberi keterangan lagi sehingga penulisnya lupa kalau kalimat yang dibuatnya belum lengkap.
Contoh bentuk salah:
Kandungan zat kimia tertentu dalam limbah industri yang mencemari perairan dalam jumlah tertentuyang dapat membahayakan kehidupan sumber hayati perikanan penghuni perairan tersebut.
Contoh bentuk Benar:
Kandungan zat kimia tertentu dalam limbah industri yang mencemari perairan dalam jumlah tertentu dapat membahayakan kehidupan sumber hayati perikanan yang menghuni perairan tersebut.
c. Kalimat yang dipenggal
Kalimat yang dipenggal masih mempunyai hubungan gantung dengan kalimat lainnya. Kalimat yang memilki hubungan gantung tiu disebut anak kalimat, sedangkan kalimat yang digantunginya disebut induk kalimat.
Contoh bentuk salah:
Mereka tetap bekerja seperti biasa. Walaupun diperlakukan tidak adil oleh pimpinannya.
Contoh bentuk benar:
Mereka tetap bekerja seperti biasa walaupun diperlakukan tidak adil oleh pimpinannya.
d. Penggandaan subjek
Kalimat yang seolah-olah kurang tegas sehingga tidak jelas bagian mana yang mendapat penekanan.
Contoh bentuk salah:
Masalah penyelesaian perbaikan trotoar di Serang saya sudah laporkan.
Contoh bentuk benar:
Saya sudah melaporkan penyelasaian perbaikan trotoar di serang.
e. Dua kata bermakna sama
Pemakaian dua kata yang mengandung makna yang sama dipakai sekaligus dalam sebuah kalimat tidak tepat. Hal semacam itu termasuk pemakaian kata yang mubajir.
Contoh bentuk salah:
Sejak dari kecil ia sudah terlihat sebagai anak yang cerdas.
Contoh bentuk benar:
Sejak kecil ia sudah terlihat sebagai anak yang cerdas.
f. Penghilangan kata penghubung sebagai penanda anak kalimat
Gejala penghilangan kata penghubung dalam anak kalima sering kita baca dalam tulisan-tulisan resmi. Kata penghubung sebagai penanda anak kalimat, yang sering ditanggalkan adalah jika, apabila, setelah, sesudah, ketika, karena, dan sebagainya.
Contoh bentuk salah:
Sering digunakan untuk kejahatan, komputer itu kini dilengkapi pula dengan alat pengaman.
Contoh bentuk benar:
Karena sering digunakan untuk kejahatan, komputer itu kini dilengkapi pula dengan alat pengaman.
g. Padanan kata
Padanan kata yang tidak tepat terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh bentuk salah:
Walaupun hukuman sangat berat, tetapi tampaknya pengedar ganja tiu tidak gentar.
Contoh bentuk benar:
Meskipun hukuman sangat berat, tampaknya penedar ganja itu tidak gentar.
h. Salah urutan
Gejala salah urutan sebagian besar disebabkan oleh pengaruh bahasa asing, atau merupakan terjemahan harfiah dari bentuk bahasa asaing. Paahal struktur bahasa indonesia berbeda dengan struktur bahasa asing.
Contoh bentuk salah:
Tugas itu saudara dapat kerjakan setiap saat.
Contoh bentuk benar:
Tugas itu dapat saudara kerjakan setiap saat.
i. Kata depan yang disispkan antara predikat dan objek
Kata kerja transitif tidak perlu diikuti kata depan sebagai pengantar objek.
Contoh bentuk salah:
Kami mengharap atas kehadiran saudara tepat pada waktunya.
Contoh bentuk benar:
Kami mengharapkan kehadiran saudara yang tepat pada waktunya.
j. Kesalahan penyusunan kalimat majemuk bertingkat.
Contoh bentuk salah:
...bila hasil karya atau buah pikiran seorang ilmuan tidak mendapat tanggapan apa-apa dalam masyarakat ilmiah, maka sebenarnya ilmuan tadi tidak mengatakan sesuatu yang layak didengar.
Contoh bentuk benar:
...hasil karya atau buah pikiran seorang ilmuan tidak mendapat tanggapan apa-apa dalam masyarakat ilmiah, maka sebenarnya ilmuan tadi tidak mengatakan sesuatu yang layak didengar.
2. Analisis kesalahan klausa
Secara gramatik kata negatif itu ditentukan oleh adanya kata penghubung melainkan yang menuntut adanya kata negatif pada klausa yang mendahuluinya.
Contoh bentuk benar:
Dia tidak langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan Ahmad Yani.
Contoh bentuk salah:
Dia langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan Ahmad Yani.
3. Kesalahan Urutan Kata
(1) Di sekolah-sekolah sering kita mendengar lagu “Indonesia Raya”.
(2) Diajarkan kepada mereka hal-hal baru mengenai dunia botani.
(3) Bisa juga guru membiarkan murid-muridnya berkembang sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap. Sbuah kalimat hendaknya berisikan suatu gagasan atau ide. Agar gagasan atau ide sebuah kalimat dapt dipahami pembaca, fungsi bagian kalimat yang meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan harus tampak dengan jelas (eksplisit).
Analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya yaitu sebagai berikut: Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan, pembelajaran sintaksis membaca, pembelajaran sintaksis berbicara, dan pembelajaran sintaksis dalam menulis.
“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “. Poerwadarminta (1976:367) dalam Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, SRI. 1989. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya.
Inta Sahrudin. 2008. Analisis Kesalahan Berbahasa. http://www.inta.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Khairul Matien. Bahan Ajar Analisis Kesalahan Berbahasa.
http://www.media.diknas.go.id. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Lubis Grafura. 2008. Anakon II. http://lubisgrafura.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010