MAKALAH Kedudukannya bahasa nasional
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
Adapun Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi personal adalah kemampuan kita mengklarifikasikan atau mengatur ide-ide dan perasaan, misalnya: cinta, kesenangan, kebahagiaan, kekecewaan, suka, cita, kesusahan, kepuasan, kebencian, kemarahan, kesedihan, rasa sakit, kemasgulan dan sebagainya.
2. Fungsi interpersonal adalah kemampuan kita untuk membina dan menjalin hubungan kerja dan hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan ini membuat hidup dengan orang menjadi baik dan menyenangkan. Termasuk dalam kategori ini, misalnya: rasa simpati, berkenalan dengan orang lain, menolak ajakan orang lain dengan sopan, meminta maaf, mempersilakan seseorang dengan baik, dan sebagainya, yang dinyatakan dalam bahasa.
3. Fungsi direktif memungkinkan kita untuk mengajukan permintaan, saran, membujuk, menyakinkan orang lain dengan sopan dan sebagainya.
4. Fungsi referensial adalah yang berhubungan dengan kemampuan untuk menulis atau berbicara tentang lingkungan kita yang terdekat dan juga menangani bahasa itu sendiri (fungsi metalinguistik). (Nah, fungsi ini yang sedang menjadi perhatian saya)
5. Fungsi imajinatif adalah kemampuan untuk dapat menyusun irama, sajak, cerita tertulis maupun lisan. Fungsi ini sukar diajarkan, kecuali kalau siswanya memang berbakat untuk hal-hal semacam itu (Sadnoto, 1987: 137).
6. Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Berdasarkan kedudukannya bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai
2.1.1. Bahasa sebagai lambang kebanggaan Nasional
Salah satu fungsi dari bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai lambang kebanggan nasional. Di samping fungsinya sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa dan sarana komunikasi antarsuku dan anatar budaya bangsa. Dari ketiga fungsi tersebut, fungsi yang terakhir disebutkan merupakan fungsi yang kelihatan jelas dan tidak banyak menimbulkan persoalan. Dari fungsi yang ketiga itu, bangsa Indonesia menunjukkan kebanggaannya dan yang sekaligus membedakannya dengan bangsa – bangsa yang lain.
Sejarah telah membuktikan bahwa lahirnya Republik Indonesia banyak ditentukan dari faktor kehadiran / kelahiran dari bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan RI dapat dikumandangkan karena adanya bahasa Indonesia, UUD negara Ri (UUD’45) disusun dengan menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu, semangat juang pahlawan – pahlawan bangsa dikobarkan dengan menggunakan bahasa indonesia. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan bangsa ini pada masa itu, jika bahasa Indonesia tidak ada. Tidak akan ada alat yang dapat dipergunakan untuk mempersatukan seluruh kekuatan untuk melawan para penjajah dan merebut kemerdekaan. Hal – hal tersebut menunjukkan peranan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangs. Fungsinya sebagai sarana komunikasi antara suku dan antar budaya adalah suatu kebanggan merupakan suatu kenyataan.
Bahasa Indonesia merupakan lambang kebanggan nasional. Pernyataan ini sebenarnya mungkin harus dibuktikan dengan sikap yang tercermin dalam perilaku setiap warga negara Indonesia. Selama ini, hal tersebut masih menjadi masalah.
Setiap bangsa pada hakikatnya memerlukan alat tunggal yang dapat mengkimuniksikan seluruh bangsa.. Namun, tidak semua bangsa berhasil mewujudkan hal tersebut. Ada beberapa bangsa yang berhasil mengangkat salah satu bahasa daerahnya menjadi bahasa nasionalnya, tetapi ada beberapa bangsa yang lain yang menggunakan lebih dari satu bahasa sebagai bahasa nasionalnya. Selain itu, ada juga bangsa yang memiliki hanya satu bahasa nasional, tetapi bahasa tersebut bukan miliknya.
Bangsa Indonesia termasuk salah satu bangsa yang beruntung, karena hanya memiliki satu bahasa nasional dan bahasa itu adalah miliknya. Di sampingh itu, bahasa nasional bangsa Indonesia mempunyai dasar ehukum secara formal dalam UUD RI. Bahasa tersebut juga berlaku dalam kenyataan sehari – hari, baik dalam arti ‘de jure’ and ‘de facto’.Dengan kenyataan ini, kita seharusnya memiliki rasa bangga dengan bahasa nasional kita.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tidak semua bangsa memiliki sebuah bahasa nasional.
Belgia misalnya, menggunakan 2 bahasa resmi dan bukan merupakan bahasa aslinya (Prancis dan Jerman). Bangsa Swiss harus menggunakan 4 bahasa nasional atau resmi sekaligus (Jerman, Perancis, Inggris, dan Rumania). Keempat bahasa tersebut juga bukan miliknya. Situasi seperti ini, tidaklah menguntungkan bagi suatu bahasa karena tidak dapat mencirikan bangsa tersebut, tidak ada identitas bangsa tersebut.
Tanpa mengurangi arti bahwa dalam kenyataan, bahasa Indonesia merupakan satu – satunya bahasa yang dapat mengkomunikasikan seluruh bangsa Indonesia yang memiliki beragam bahasa daerah. Walaupun demikian, pada kenyataannya masih ada terdapat perilaku-perilaku yang kurang menguntungkaan bagi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perilaku-perilaku tersebut adalah:
Terdapat kewajiban bagi tiap – tiap daerah untuk membina dan mengembangkan bahasa daerahnya masing – masing.
Adanya ‘keharusan’ atau ‘keterpaksaan’ untuk mengembangkan bahasa asing.
Dengan kenyataan tersebut, maka kebanggaan terhadap bahasa Indonesia masih dalam tahap pengujian dan merupakan persoalan yang memerlukan jawaban. Sebagai bangsa yang merasa bertanggung jawab terhadap bahasa nasional, kita seharusnya bisa berusaha memecahkan persoalan tersebut, walaupun secara sadar mengetahui tidak akan dapat berhasil dengan sekali pukul.Usaha – usaha yang harus ditempuh untuk menanggulangi masalah tersebut adalah:
Jalur pembinaan aspek – aspek kebahasaan beserta beserta fungsi – fungsi
Jalur pembinaan sikap mental beserta perilaku penuturnya.
2.1.2. Bahasa sebagai lambang Identitas Nasional
Beriringan dengan pesatnya perkembangan BI sebagai lambang identitas nasional, teraktualisasikan pula perkembangan bahasa daerah (selanjutnya disingkat BD) sebagai lambang identitas daerah yang keberadaannya diakui di dalam UUD 1945 yang secara bersamaan dengan BI menghadapi arus globalisasi. Identitas Bangsa Sosok yang menunjukkan bahwa dia adalah Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa, berwujud dalam dua kenyataan, yakni BI yang menampakkan diri sebagai identitas fonik dan merah putih serta Garuda Pancasila sebagai wujud fisik. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa itu tecermin, antara lain, dari sikap lebih mengutamakan penggunaan bahasa asing (disingkat BA) daripada penggunaan BI, misalnya dalam penamaan kompleks perumahan, dan sikap mementingkan kegiatan tertentu, misalnya demi kegiatan pengembangan pariwisata dan bisnis. Pengaruh Muatan Lokal sebagai Upaya Penangkal Arus Globalisasi Berdasarkan Petunjuk Penerangan Muatan Lokal (Depdikbud, 1987), yang dimaksud muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan daerah yang perlu dipelajari oleh murid. Tantangan itu dapat dilihat dari kenyataan BI itu sendiri, dan yang satu dari pemilik dan penutur BI sendiri.
Bahasa merupakan dasar untuk membentuk kecerdasan manusia. Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, tanpa kompetensi bahasa maka kita tidak mempunyai kecerdasan yang manusiawi. Ilmu pengetahuan tidak mungkin disebarluaskan, dinikmati, dan dipahami secara bersama – sama. “Bisa dibayangkan sekarang kalau seandainya manusia itu tidak berbahasa maka semua pemahaman dan penghayatan atas realitas kehidupan itu murni bersifat intuitif dan subyektif. Antara pengalaman dan pengetahuan hampir – hampir tidak ada bedanya. Jadi begitu fundamentalnya permasalahan bahasa itu,” kata Mendiknas dalam sambutannya saat membuka Kongres IX Bahasa Indonesia Internasional di Hotel Bumi Karsa, Bidakara, Jakarta, Selasa (28/10/2008).
Hadir pada acara Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Baedhowi,Inspektur Jenderal Depdiknas M.Sofyan, dan Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas M.Muhadjir. Kongres juga dihadiri sebanyak 1.100 peserta terdiri atas para pakar berbagai bidang ilmu, pengambil kebijakan, pendidik, tokoh masyarakat, pelajar, mahasiswa, wakil organisasi profesi, praktisi, dan pencinta bahasa dan sastra Indonesia dari seluruh Indonesia.
Pada kongres yang mengangkat tema Bahasa Indonesia Membentuk Insan Indonesia Cerdas Kompetitif di Atas Fondasi Peradaban Bangsa ini turut hadir para pakar dan penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) dari berbagai wilayah di luar negeri.
Menurut Mendiknas, jika bahasa Indonesia ingin berkembang maka bahasa Indonesia harus tetap fungsional. Mampu untuk memberikan simbol dari berbagai macam arti dan berbagai macam realitas dalam kehidupan ini, baik itu kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan. “Salah satu sebab kenapa kita kurang berjaya di bidang ekonomi karena kita kurang serius di dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai indentitas suatu bangsa,” katanya.
Mendiknas menyampaikan, perkembangan bahasa Indonesia tampak pada pesatnya penambahan kata dan istilah dalam bahasa Indonesia. Di sisi lain, kata dia, telah terjadi perubahan sikap masyarakat terhadap bahasa Indonesia. “Rasa kebanggaan terhadap bahasa Indonesia yang telah menempatkan bahasa itu sebagai lambang jati diri bangsa Indonesia telah menurun,” ungkapnya.
Sikap sebagian masyarakat itu, kata Mendiknas, tampak pada penggunaan bahasa di ruang publik di kota – kota besar di wilayah Indonesia. Di samping itu, juga, sebagian masyarakat memilih penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah yang tidak pada tempatnya. Sebagian media publikasi pun, lanjut Mendiknas, turut dalam arus itu.
Identitas, identik dengan nama, tempat tanggal lahir dan alamat, atau lebih mudahnya, saat kita menunjukkan KTP ( Kartu Tanda Penduduk). Tapi, bagaimanakah dengan identitas kita saat berada di luar negeri?, jauh di rantau orang. Tentulah sekali pada bahasa kita, bahasa Indonesia.
Di mana bumi di pijak, di situlah langit di junjung” Mungkin peribahasa itu tepat di gunakan saat kita hidup di negara orang, bukan berarti kita melupakan asal usul kita. Empat hidup di negeri orang, meskipun masih satu rumpun tapi perbedaan itu pasti ada. Terutama dalam hal bahasa. Berada di lingkungan orang Melayu, memaksa saya untuk belajar dan berbicara dengan bahasa Melayu. Awalnya mungkin susah tapi, lama kelamaan bisa juga. Alah bisa karena biasa itulah kata orang.
Karena kebiasaan itulah, terkadang kita lupa dan leka. Tidak di pungkiri, kebanyakan dari pembantu rumah tangga yang ada di Malaysia, terutama yang sudah lama ( tidak memungkiri juga yang masih baru setahun dua tahun di Malaysia). Mereka lebih pandai berbicara dengan logat Melayunya. Mungkin karena kebiasaan itulah yang menjadikan lidah mereka kaku berbicara bahasa Indonesia.
Saat pulang beberapa tahun lalu, saya banyak bertemu dengan mereka yang bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga. Kebanyakan dari mereka, kaku berbicara bahasa Indonesia. Pun saat saya kembali ke Malaysia, kebanyakan dari mereka memang betul-betul kaku mengucapkan sepatah dua patah kata dalam bahasa Indonesia. Padahal, ada di antara meraka yang belum pun dua tahun berada di Malaysia.
Saya jadi berpikir, di manakah identitas sebuah bangsa kalau seperti ini?. Bukannya kita tidak boleh belajar bahasa bangsa lain tapi, apa yang akan terjadi kalo kita belajar bahasa bangsa lain tapi, kita melupakan bahasa ibu kita sendiri.
Jadi, karena bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa, maka sebagai anak bangsa kita perlu (bahkan wajib) untuk menjaga kelestariannya. Maka, menggunakan bahasa baku/formal dalam situasi-situasi formal penting sekali rasanya.
2.1.3. Bahasa sebagai Alat Pemersatu Bangsa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang menyatakan segala sesuatu yang tersirat dalam diri kita. Langeveld berpendapat bahwa bahasa sebagai suatu sistem ketetapan hubungan pengertian memungkinkan manusia melakukan hubungan di antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang memungkinkan manusia melakukan hubungan dalam kehidupan untuk menyatakan segala sesuatu
Kita harus bersyukur karena bangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu dan dilahirkan pada kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Disamping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia memiliki berbagai fungsi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain: sebagai lambang kebanggaan nasional, sebagai lambang identitas nasional, sebagai alat pemersatu bangsa, dan sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Meskipun pada hakekatnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang notabene bukan merupakan daerah yang mendominasi. Maka, kita harus senantiasa memiliki kebanggan dan bersyukur memiliki bahasa Indonesia.
Dari sekian banyak fungsi yang telah disebutkan, ada satu fungsi yang menjadi sangat dominan, yaitu bahasa sebagai alat pemersatu bangsa. Mengapa demikian? Karena pada kenyataannya, hampir semua penduduk di Indonesia mengerti bahasa Indonesia. Dan bahasa ini juga sudah diikrarkan menjadi bahasa nasional ketika Sumpah Pemuda dikumandangkan tahun 1928. Meskipun pada kenyataanya bahasa Indonesia berasal dari bahasa minoritas yaitu bahasa Melayu, namun kekuatannya dalam mempersatukan bangsa Indonesia sudah tak bisa diremehkan lagi. Sebagai buktinya, kita ambil semangat para pejuang pada saat mengupayakan kemerdekaan Negara Indonesia. Mereka dengan lantang menyuarakan semboyan “Merdeka atau Mati!!”. Semboyan ini secara serta merta membangkitkan semangat rakyat untuk terus berjuang demi kesatuan bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa kekuatan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak bisa dianggap sebagai hal yang remeh.
Bahasa Indonesia mampu mengobarkan semangat persatuan dalam diri pribadi masyarakat Indonesia. Selain dalam bentuk semboyan, bahasa Indonesia juga digunakan dalam penulisan lirik lagu-lagu nasional. Tak bisa dipungkiri bahwa lagu-lagu nasional secara tak langsung akan mampu membangkitkan semangat nasionalisme. Lirik dari lagu nasional tersebut, secara praktis dapat mengobarkan semangat nasionalisme.
Hal ini juga berlaku pada penggunaan bahasa Indonesia dalam penyusunan Undang-Undang Dasar Negara dan Pancasila. Penggunaan bahasa Indonesia dalam konteks ini mampu mempersatukan bangsa Indonesia dalam hal persamaan ideologi dan hukum. Setiap daerah di Indonesia pasti mempunyai latar belakang budaya dan adat istiadat yang berbeda. secara otomatis, setiap daerah pasti mempunyai ideologi dan hukum yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku dalam daerah tersebut. Namun, semua perbedaan tersebut dapat ditranskripsikan dalam satu ideologi yang dinamakan Pancasila dan UUD 1945 dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam penyusunannya.
Kendati demikian, penerapan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa bukan berarti tanpa hambatan. Banyak pihak yang justru memakai bahasa Indonesia sebagai alat untuk menciptakan disintegrasi bangsa dengan jalan provokasi. Hal ini dapat diibaratakn sebagai fenomena gunung es. Apa bila dilihat dari atas laut terlihat kecil, akan tetapi jika ditelusuri ke bawah laut, akan terlihat bongkahan es yang begitu besar memaku sampai ke dasar laut. Demikian halnya dengan pihak-pihak yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat provokasi dalam arti negatif. Secara sekilas, tak nampak adanya penyelewengan dalam penggunaan bahasa Indonesia, mereka nampak seperti pemberontak kecil yang menyuarakan aspirasinya. Akan tetapi, bila ditelisik lebih jauh, ternyata mereka mempersiapkan usaha untuk memecah belah bangsa Indonesia.
Kini, menjadi tugas kita untuk mengembalikan bahasa Indonesia ke dalam fungsi yang sesungguhya. Perlu kembali direnungkan betapa pentingnya peranan bahasa Indonesia dalam proses integrasi bangsa. Karena sesunggunya tak ada yang bisa mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia kecuali kita sendiri, rakyat Indonesia. Untuk mempertahankan kedaulatan tersebut, kita harus mengupayakan adanya komunikasi. Dan komunikasi tersebut hanya dapat kita lakukan dengan bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.
2.1.4. Bahasa sebagai alat penghubung antar daerah dan budaya
Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah sebagian masyarakat menuntut pengutamaan penggunaan bahasa daerah. Walaupun begitu tuntutan agar bahasa daerah digunakan untuk komunikasi baik dalam situasi formal dan nonformal mengalami banyak kendala. Kendala itu berkaitan dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Pada bagian ini akan dipaparkan tuntutan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa Indonesia adalah status bahasa Indonesia sebagai system lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial. Yang dimaksud dengan fungsi bahasa Indonesia adalah peran bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia.
Berdasarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia memunyai kedudukan sebagai bahasa nasional. Sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memunyai fungsi (a) lambang kebanggaan kebangsaan, (b) lambang identitas nasional, (c) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya; (d) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Di samping berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memunyai fungsi (a) bahasa resmi kenegaraan, (b) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (c) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan pembangunan; (d) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Pemberlakukan undang-undang tersebut berdampak pula terhadap penggunaan bahasa Indonesia di daerah-daerah. Ini terbukti dari desakan masyarakat di beberapa daerah yang menginginkan penggunaan bahasa daerah sebagai alat perhubungan. Jika dilihat dari fungsi yang lain, yaitu sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, serta alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional masih kuat. Artinya, dalam komunikasi social antardaerah dan antarbudaya, masyarakat Indonesia masih menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, di lingkungan keluarga di perkotaan ada kecenderungan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Kecenderungan itu terjadi karena munculnya kekhawatiran para orangtua terhadap penguasaan bahasa Indonesia anak ketika sekolah. Jika ia tidak belajar bahasa Indonesia sejak dini, anak tersebut ketika sekolah akan mengalami kesulitan memahami bahasa Indonesia yang digunakan oleh gurunya. Penggunaan bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarga lebih banyak dijumpai di lingkungan keluarga kawin campur atau kawin antaretnis, misalnya perkawinan etnis Batak dengan etnis Sunda. Bahasa yang dipakai biasanya adalah bahasa Indonesia. Ini dapat dipahami karena dalam keluarga seperti itu si anak akan lebih mudah belajar bahasa Indonesia daripada belajar dua bahasa daerah yang berbeda. Hal ini tentunya akan semakin mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai sarana pemersatu, yang selanjutnya akan semakim memperkuat pertahanan bangsa dari ancaman disintegrasi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indoensia masih mempunyai kedudukan yang kokoh atau tidak mengalami gangguan yang berarti. Fungsi bahasa Indonesia masih berjalan dengan baik. Seperti telah dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Sedikit kendala barangkali karena masih adanyawarga Indonesia yang belum mampu berbahasa Indonesia. Tetapi jumlahnya tidak banyak, hanya orang-orang yang berada di pedalalam saja biasanya yang belum mampu berbahasa Indonesia.
Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional bangsa Indonesia adalah sesuatu yang tepat. Bahasa Indonesia telah mampu menyatukan berbagai lapisan masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasa serta etnis ke dalam satu kesatuan bangsa Indonesia.
Tatanan kehidupan dunia yang baru telah membuka lembaran baru dalam kehidupan umat manusia. Kehadiran teknologi informasi (seperti telepon, faksimile, dan internet) dengan kemampuan daya jangkau yang dapat menerobos batas ruang dan waktu telah melahirkan keterbukaan sehingga dunia ini bagaikan sebuah desa global. Teknologi informasi itu menggunakan bahasa sebagai pengantar maka dalam media itu terpajang berbagai macam bahasa dunia. Dalam kondisi seperti itu sebenarnya tidak hanya terjadi persaingan secara terbuka produk dan jasa, tetapi telah terjadi juga persaingan secara terbuka antara bahasa yang satu dan bahasa yang lainnya. Kondisi itu bisa membuat orang berpikir bahwa bahasa menjadi sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya pemantapan peran bahasa Indonesia, terutama sebagai alat pemersatu bangsa.
Bahasa Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Peranan ini tampak di dalam kehidupan bermasyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Komunikasi perhubungan pada berbagai kegiatan masyarakat telah memanfaatkan bahasa Indonesia di samping bahasa daerah sabagai wahana dan piranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan dan persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaranpembangunan masyarakat di berbagai bidang.
Bahasa Indonesia sebagai milik bangsa, dalam perkembangan dari waktu ke waktu telah teruji keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan maupun sebagai bahasa resmi negara. Adanya gejolak dan kerawanan yang mengancam kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia bukanlah bersumber dari bahasa persatuannya,melainkan bersumber dari krisis mutidimensional terutama krisis ekonomi, hukum, dan politik, serta pengaruh globalisasi.
Bahasa Indonesia hingga kini menjadi perisai pemersatu dan belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah. Hal ini dapat terjadi, karena bahasa Indonesia dapat menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada di Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan dan kebudayaan. Dengan demikian bahasa Indonesia memiliki peran penting di dalam memajukan pembangunan masyarakat di dalam berbagai aspek kehidupan.
2.2. Berdasarkan kedudukannya sebagai bahasa Negara
2.2.1. Bahasa sebagai bahasa resmi Negara
Tujuh puluh tiga tahun sudah usia Sumpah Pemuda. Manusia dalam usia ini ada yang masih gagah, sigap, dan cekatan bagaikan usia empat puluhan. Namun kebanyakan orang yang dalam usia ini menampakkan ciri fisik bungkuk (agak), daya lihat dan daya dengar menurun, nafsu makan berkurang, dan berbagai penyakit melanda tubuh yang kian ringkih. Tampaknya bahasa persatuan, bahasa Indonesia, kini bagaikan manula yang rentan menghadapi berbagai penyakit. Pemakaian kata asing tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, penulisan kata yang melanggar kaidah, struktur kalimat yang sekehendak hati adalah contoh yang mengakibatkan bahasa Indonesia ringkih.
Bahasa persatuan dikukuhkan oleh pemuda yang mewakili berbagai suku bangsa di tanah air dalam rapat Kongres Pemuda Kedua di Jakarta pada tahun 1928. Para pemuda berikrar berbangsa satu bangsa Indonesa, bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar yang dikenal dengan Sumpah Pemuda itu dikumandangkan jauh sebelum diproklamasikannya Indonesia sebagai negara merdeka oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Di era reformasi, corak bahasa Indonesia agak berbeda dari era sebelumnya yang segala-galanya terpelihara. Sama halnya dengan anak bangsa yang mendambakan kebebasan di segala bidang, kebebasan juga tampak dalam berbahasa Indonesia. Contoh paling sederhana, kata sapaan aku digunakan contoh paling sederhana. Kata sapaan aku digunakan dalam berbicara untuk menyapa siapa saja. Di sekolah diajarkan kata aku digunakan untuk menyapa teman sebaya, orang yang lebih muda, orang yang berkedudukan lebih rendah, dalam keadaan marah, atau kepada orang yang sudah sangat akrab dengan pemakai bahasa. Sekarang (terutama di perkotaan) seorang cucu tanpa segan beraku ketika berbicara dengan orang tua dan neneknya, sedangkan si ayah/si ibu/si nenek tetap membasakan dirinya dengan kata ayah/ibu/nenek. Pemakaian kosakata bahasa Inggris dalam berbahasa Indonesia sangat digemari, seakan-akan tanpa kata bahasa Inggris pesan yang disampaikan dengan bahasa Indonesia tidak akan sampai ke sasaran. Tulisasn pada kain rentang, imbauan, larangan, petunjuk, iklan, syarat dengan kosakata bahasa Inggris, misalnya: drive thru, stop engine, think health no drugs, dan biology back to nature.
Bahasa Indonesia berlatarbelakangkan beratus-ratus bahasa daerah dari Sabang sampai Merauke. Berdasarkan berbagai sumber di Indonesia terdapat lebih dari empat ratus bahasa daerah. Bahasa daerah inilah yang mewarnai bahasa Indonesia. Sangat banyak kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa daerah. Beberapa contohnya adalah kata cangkir, pantau, imbau, gambut, mampir, cabe (cabai), kudap, dan lengser. Sejalan dengan perkembangan bangsa, bahasa Indonesia tak mungkin mengucilkan diri, menolak hubungan dengan berbagai bangsa dan negara. Proses ini mengakibatkan bahasa Indonesia dipengaruhi pula oleh bahasa-bahasa luar, yaitu bahasa asing: bahasa Arab, Inggris, Belanda, Portugis, Perancis, dan Cina. Pengaruh itu tampak dalam kosakata bahasa Indonesia. Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia terdapat kata walau (Arab), kata statistik (Inggris), kata handuk (Belanda), kata serbet (portugis), kata kado (Perancis), dan kata angpau (Cina).
Bahasa Indonesia adalah bahasa kebangsaan yang berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional, dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Bangsa Indonesia yang terdidik seharusnya memahami kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia agar dalam berbahasa Indonesia tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan ragam bahasa yang sesuai dengan situasi pemakaian. Bahasa Indonesia ragam santai dipakai dalam rapat resmi, misalnya dalam rapat koordinasi kepala dinas dengan jajaran di bawahnya. Dengan memahami kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dan dengan kesadaran mau menerapkannya tidak akan terjadi pemakaian bahasa Indonesia yang amburadul (bahasa seenaknya).
2.2.2. Bahasa sebagai pengantar dalam dunia pendidikan
Sampai 28 Oktober tahun 2006 ini, sudah 78 tahun usia bahasa Indonesia sejak pertama kali disebut secara resmi pada Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928. Kurun waktu yang tidak dapat dikatakan sebentar, tetapi tidak juga terlalu tua. Dalam rentang waktu tersebut, berbagai peristiwa berkaitan dengan bahasa Indonesia terjadi. Kongres bahasa Indonesia, berbagai ejaan yang muncul sejak Ejaan van Ophuysen sampai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, seminar-seminar, penelitian-penelitian, dan secara legal formal adalah ditetapkannya bahasa Indonesia secara resmi sebagai bahasa nasional dan bahasa negara dalam bab XV pasal 36 Undang-undang Dasar 1945.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional bagi kepentingan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan, dan alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, seni, serta teknologi modern. Fungsi-fungsi ini tentu saja harus dijalankan secara tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Fungsi bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan lembaga-lembaga pendidikan seperti telah disebutkan di atas adalah sebagai bahasa pengantar. Jadi, dalam kegiatan/proses belajar-mengajar bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, saat ini muncul fenomena menarik dengan adanya Sekolah Nasional Berstandar Internasional (SNBI). Kekhawatiran sebagaian orang terhadap keberadaan bahasa Indonesia dalam SNBI muncul karena bahasa pengantar yang digunakan dalam beberapa mata pelajaran adalah bahasa asing. Padahal kalau kembali ke fungsi bahasa Indonesia, salah satunya adalah bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan.
Kekhawatiran seperti tersebut di atas, menurut hemat penulis sah-sah saja. Apalagi kalau kita amati penggunaan bahasa Indonesia oleh para penuturnya. Dalam berbahasa Indonesia sebagaian penutur kurang mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Dalam suasana yang bersifat resmi, mereka menggunakan kata-kata/bahasa yang biasa digunakan dalam suasana takresmi/kehidupan sehari-hari. Padahal, seperti kita ketahui bahwa berbahasa Indonesia secara baik dan benar adalah berbahasa Indonesia sesuai dengan suasana/situasinya dan kaidah-kaidan kebahasaan.
Hal tersebut di atas, mungkin karena sikap negatif terhadap bahasa yang digunakan. Mereka berbahasa Indonesia tanpa mempertimbangkan tepat tidaknya ragam bahasa yang digunakan. Yang terpenting adalah sudah menyampaikan informasi kepada orang lain. Perkara orang lain tahu atau tidak terhadap apa yang disampaikan mereka tidak ambil pusing. Padahal, salah satu syarat utama supaya komunikasi berjalan dengan lancar adalah keterpahaman orang lain/mitra tutur terhadap informasi yang disampaikan. Selain itu, tidak pada tempatnya dalam suasana yang bersifat resmi seseorang menggunakan kata/kalimat/bahasa yang biasa digunakan dalam suasana takresmi.
Untuk itu, sudah selayaknyalah kalau semua orang/warga negara Indonesia mempunyai sikap positif terhadap bahasa yang mereka gunakan. Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia baik penutur maupun mitra tutur haruslah mempertimbangkan tepat tidaknya ragam bahasa yang digunakan. Kita sebagai warga negara Indonesia harus mempunyai sikap seperti itu karena siapa lagi yang harus menghargai bahasa Indonesia selain warga negaranya. Kalau kita ingin bahasa Indonesia nantinya bisa menjadi salah satu bahasa internasional kita juga harus menghargai, ikut merasa bangga, merasa memiliki, sehingga kita punya jatidiri. Kita, sebagai bangsa Indonesia harus bersyukur, bangga, dan beruntung karena memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Munculnya Sekolah Nasional Berstandar Internasional (SNBI) tidak perlu memunculkan kekhawatiran akan hilangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan. Hal ini karena ternyata penggunaan bahasa asing sebagai pengantar ternyata tidak diterapkan pada semua mata pelajaran. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di SNBI hanya diterapkan pada beberapa mata pelajaran.
Memang, intensitas penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar menjadi berkurang. Hal itu bisa disiasati dengan lebih mengefektifkan proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran lebih banyak diarahkan kepada hal-hal yang bersifat terapan praktis bukan hal-hal yang bersifat teoretis. Siswa lebih banyak dikondisikan pada pemakaian bahasa yang aplikatif tetapi sesuai dengan aturan berbahasa Indonesia secara baik dan benar.
Pengkondisian pada hal-hal yang bersifat terapan praktis bukan berarti menghilangkan hal-hal yang bersifat teoretis. Hal-hal yang bersifat teoretis tetap disampaikan tetapi porsinya tidak begitu besar. Dengan pengkondisian seperti itu, siswa menjadi terbiasa mempergunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Dalam suasana resmi mereka menggunakan bahasa resmi dan dalam suasana takresmi mereka menggunakan bahasa takresmi. Selain itu, mereka menjadi terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan.
2.2.3. Bahasa sebagai alat pengembangan kebudayaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Bahasa merupakan alat komunikasi antara yang satu dengan yang lain. Dengan bahasa semua hal dapat dimengerti maksud dan tujuan tertentu. Selain itu bahasa juga digunakan untuk menyampaikan sesuatu hal, gagasan (pendapat), ide kepada orang lain agar bisa memahami apa yang kita inginkan. Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) IPTEK tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berpikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berpikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai lambang kebangsaan negara;
2. Lambang identitas negara;
3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya;
4. Alat yang menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan alat yang digunakan sebagai bahasa media massa untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten. Sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannnya. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap terbuka sehingga mampu mengembangkan dan menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dapat membuat pergeseran pada bahasa Indonesia. Apalagi biasanya teknologi informasi (TI) banyak yang menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar pemrograman. Dalam penerapannya teknologi informasi jarang yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi. Ini menyebabkan peralihan dari bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa Inggris yang merupakan bahasa Internasional. Dilihat dari realitas ini menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang positif dan negatif.
PENUTUP
Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”
Tersebarnya bahasa daerah tertentu ke wilayah lain di wilayah Nusantara tentunya memungkinkan terjadinya persaingan antarbahasa daerah tersebut. Hal ini perlu disikapi secara serius oleh para pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah. Kalau dibiarkan pergesekan antarbahasa daerah tersebut, dikhawatirkan akan menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Apalagi wilayah Indonesia memiliki banyak pulau dan memiliki banyak ragam budaya, hal ini tentunya akan berimbas kepada persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mempersatukan bangsa yang berbeda-beda budaya, salah satunya adalah dengan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana dalam kegiatan manusia, seperti bidang kebudayaan, ilmu dan teknologi. Kebudayaan, ilmu dan teknologi berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Perkembangan kebudayaan, ilmu, dan teknologi itu membuat bahasa juga ikut berkembang. Selain itu, luas wilayah pemakaian bahasa Indonesia yang tersebar di pulaupulau yang secara geografis terpisahkan oleh laut memungkinkan terjadinya perubahanperubahan di tiap-tiap daerah. Oleh karena itu, perlu diadakan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa yang berkesinambungan.
Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
a. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Adapun beberapa fungsinya adalah:
a. Lambang kebanggaan nasional
b. Lambang identitas nasional
c. Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya
d. Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
b.Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Adapun bahasa Indonesia befungsi sebagai:
a. Bahasa resmi kenegaraan
b. Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah
d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.