Buku Bersampul Kuning dan Kamu

Hari ini aku menemukan banyak sekali. Dijemput sayangku Widya jam 9, ke kos Oppaku yang dulu. Ambil helm dan tanpa bercerita apapun, karena beberapa menit sebelum itu dia agak sewot aku gak datang-datang. Bukan karena kesal menunggu kedatanganku dengan alasan rindu, tapi karena dia mau ke luar, ngampus katanya (ya, mahasiswa gituh). Jadi ya cuma datang, ambil helm dan sketsa lukisan widya dan pulang. Aku sempat melirik ada kedipan mata nakal.

Selanjutnya aku berada pada ruangan istimewa. Juga air mata itu maaf, hari ini aku kembali menangisimu. Buku bersampul kuning kunyit itu dan sajak-sajak di dalamnya. Tentang cinta.

“Kamu boleh baca tidak ya.”

“Bolehlah.”

Pada tahun 2013, sajak-sajak yang aku rasa itu untukku. Dan pada lembar terakhir yang bercerita tetang malam terakhir kita, aku tak menyangka, di tengah tidur dan malam yang ajaib itu terselib sajak yang membuatku seperti ditusuk puluhan paku. Aku kembali terluka. Ini mungkin saja bukan sajak untuk siapa, tapi siapa yang membuat sajak. Aku kembali menangsi di sela-sela tawa seperti biasa. Entah menangisimu, menangisi tulisan itu, menangisi diriku sendiri, atau kisah kita.

Juga sajak 2012 bagian tengah, itu juga menceritakan aku. Yang katamu ‘masih mencintaimu’ sayang, cintamu hanya sampai di situ. Dan ketika aku membuka sajak yang lain berhubungan dengan perempuanmu sebelum aku, segera buku itu direnggut dari tanganku. Mungkin saja ia yang sedari tadi di sampingku tak mau aku kembali mengeluarkan air mata.

“Sudah ku bilang, kamu tak usah baca buku ini.”

Dan kamu menyembunyikan buku itu. entah dimana. Kemudian aku lebih menikmati lukisan-lukisanmu yang tak menimbulkan lara, hanya tawa. Tawa kita semakin keras ketika perjuangan membuat teh yang kamu tendang. Ha ha ha, aku menyukai momen itu. Sungguh.


Selanjutnya kaki membawa langkah kita pada tempat yang baru pertama kali ku datangi. Di atas gedung dengan langit yang dikepung mendung, ah betapa romantisnya. Terima kasih sudah menunjukkan tempat itu, juga seorang bapak yang sangat baik hatinya juga cerita cerita bermakna. Dan, kita seperti berada di bawah lintasan pesawat. Yang mondar mandir pulang pergi. Ngiung suaranya, kepulan asap di belakangnya yang sangat mencolok dengan keadaan mendung langit. Syahdu sekali. Sementara jalanan di bawah kita macet total. Bunyi klakson, rem juga sayup sayur lonceng tanda kereta hendak melintas, juga irama mesra bertemunya rel dengan roda kereta.