Kisah sukses Juragan beras 1001

"Inspirasi Generasi Muda"
Inovasi yang menjadi Kunci penting!

Darah pebisnis tak selalu otomatis mengantarkan seseorang sukses menekuni bisnis. Tengoklah apa yang terjadi pada Andris Wijaya, wirausaha muda asal Garut yang kini berkibar di bisnis beras dengan bendera CV Seribu Satu (1001).

Cerita bermula pada 2003. Andris yang telah bekerja di Castrol Oil (Jakarta) selama tiga tahun diminta ibunya meneruskan bisnis keluarga yang makin menurun setelah ditinggal wafat ayahnya, H. Dedi Mulyadi, pengusaha beras kenamaan di Kota Dodol itu. Merasa terpanggil, Andris pun pulang ke kampung halamannya, melanjutkan pengelolaan bisnis keluarga tanpa pengalaman menjalankan usaha dan tanpa mentor.

Setahun berjalan, bisnis keluarga yang dipolesnya itu bukannya untung, tetapi justru menumpuk utang yang kian membukit. “Saya tidak tahu mana beras Garut asli dan mana yang palsu atau oplosan,” ungkap lulusan Politeknik Jurusan Mesin Institut Teknologi Bandung ini. Dia ditipu sejumlah orang yang berkedok malaikat tetapi ternyata ular berbisa.

Kelahiran 6 Agustus 1979 ini nyaris putus asa. Dia sempat berpikiran balik ke Jakarta, bekerja lagi di perusahaan perminyakan yang menjadi impiannya. Sang ibu juga sudah setuju menjual bisnis dan pabriknya.

Namun, garis nasib bicara lain. Rupanya, niat menjual bisnis dan pabrik beras tidak semudah yang dikira. Andris pun makin frustrasi. Dia didera tekanan hidup yang berat karena harus membayar beban bunga utang ke bank. Dalam proses menunggu datangnya pembeli pabrik itu, dia pun mengevaluasi diri mengapa dirinya gagal dan mengapa ayahnya sukses. “Akhirnya, saya kembali ke filosofi bapak saya, 1001. Harus hanya ada satu di antara seribu,” katamya mengenang. Makna 1001 adalah menjadi satu di antara seribu. Dengan demikian, kunci sukses adalah memiliki strategic differentiator, pembeda yang sangat nyata. Itu berarti dia mesti fokus pada produk yang berkualitas sangat bagus. Itulah kesimpulan Andris. Niat balik ke Jakarta diurungkan. Begitu juga hasrat menjual pabrik.

Kemudi bisnis pun diputar kembali. Pelan-pelan putra bungsu dari lima bersaudara ini menggelindingkan keyakinannya: memproduksi beras Garut yang benar-benar berkualitas, unggul, orisinal dan berbeda. Hal itu dia padukan dengan kemampuannya memodifikasi mesin jadul tahun 1970-an hingga menjadi mesin penggilingan padi sekaligus pencucian.

Hasilnya tak mengecewakan. Andris mampu memproduksi beras 1001 yang bersih dan mengilap dengan standar kualitas tinggi. Gayung pun bersambut dari mulut ke mulut. Pelan-pelan nama beras Garut 1001 kembali meroket di kalangan pembeli meski harga per kg lebih mahal Rp 1.000. Perusahaan distributor besar kelas nasional, PT Dewa Tunggal, pun mendekatinya untuk memasarkan beras Garut 1001. Sejak itulah, bisnis Andris naik kembali. Satu per satu utang dilunasi.

Namun, Andris tak berhenti di situ. Diversifikasi produk ditempuhnya. Beras Garut 1001 yang pulen, agak manis, tidak berbau dan tidak berubah warna ini dikemasnya menjadi oleh-oleh khas Garut. Sejak 2012 dia memilah beras yang dijual untuk oleh-oleh dan dikemas spesial. Lahirlah kemudian produk nasi liwet dalam kemasan. Dibantu kakak perempuannya, Andris membuat produk Nasi Liwet Instan 1001 tanpa bahan pengawet. “Hanya ditambahkan air, dimasukkan magic jar plus masukin bumbu, nasi liwet ini sudah bisa dinikmati dalam waktu kurang dari 30 menit,” imbuh pemenang Anugrah Inovasi Jabar Award 2012 ini.

Dalam inovasinya itu, varian produk digenjotnya. Kini produk nasi instannya bukan saja nasi liwet, tetapi juga nasi kuning, nasi uduk, dan berbagai jenis nasi instan lain. Namun, penjualan beras curah masih mendominasi kontribusi penjualan: 90% dari total produksi atau sekitar 8 ton per hari. Per hari dia memproduksi nasi kemasan 2.000 pak dalam berbagai varian rasa. Separuh dari hasil produksinya dijual di luar Bandung dan Garut.

Nyaris terpuruk, senyum Andris kini mengembang. Awalnya hanya mempekerjakan tiga orang, sekarang tak kurang dari 35 pekerja mendampinginya. Selain itu, dia juga sudah memiliki 250 petani binaan.

Melihat sepak terjangnya, pengamat bisnis Donny Oktaviansyah melihat kekuatan bisnis Andris ada pada kejeliannya melakukan inovasi. Yakni: fokus di beras berkualitas tinggi, mengemas beras instan menjadi produk oleh-oleh, dan punya perbedaan dari pemain lain. “Menurut saya, ide membuat nasi liwet instan tanpa pengawet merupakan ide cerdas. Ini menarik karena (beras) kebutuhan primer sehingga bisnisnya tidak akan lekang oleh krisis,” kata Donny. Namun, dia menyarankan ke depan Andris selalu mempertajam inovasinya agar cakupan pasarnya meluas serta jangan berpangku tangan dan merasa puas dengan apa yang ada sekarang.

Inovasi memang menjadi kunci sukses anak muda ini. Dan, tampaknya dia memang belum mau berhenti. Dia bahkan tengah menggelar rencana pertumbuhan. Andris kian rajin mengikuti pameran untuk membuka pasar di Kalimantan dan sedang merintis masuk jaringan pasar modern seperti Alfamart, Indomaret dan Yogya Dept. Store. Dia juga berencana merenovasi pabriknya agar lebih modern. Tak lupa, menggenjot promosi dengan memasang banyak baliho serta beriklan di radio dan televisi daerah.

Asyik dengan beras, Andris kini lupa bahwa dia pernah ingin ke balik ke Jakarta. Niat itu telah lama dikuburnya.(*)

sumber: swa.co.id