Segera!!!


dok.istimewa


Sebuah catatan di sebelah kanan lukisan. Buru-buru kubuka katalog yang kudapatkan sebelum memasuki galeri ini. Lembar terakhir ada profil yang membuatku tersenyum. Ternyata perempuan tadi adalah pelukis bunga Krisan Kuning yang ada di hadapanku. Ah, dinding-dinding asing belum sempat kuruntuhkan untuk sekedar bertukar nama.
“Namaku Ramu, Rindu,” bisikku pada lukisannya.
Kakiku meninggalkan lukisan. Membawa berdiri melihat lalu lintas kota dari ketinggian lantai tiga ini. Masih saja padat. Suara klakson, rem berdecit, bising pesawat terbang melintas, dan sesekali berisik roda kereta bertemu dengan rel.
“Aku suka tempat ini.” Rindu menjejeriku.
-Ramu And Rindu-


dok.istimewa


“Jadi kebersamaan dalam malam-malam menikmati kopi di angkringan itu apa An?” tanyaku gamang.
“Itu berproses. Seorang aktor yang ingin menangkap seluruh nyawa dari tokoh yang ia perankan langsung dari yang menciptakan!”
Andra meninggalkan aku yang masih merenung. Ah, aktor! Mudah sekali ia berganti peran. Manis yang ternyata bengis di balik polesan make up.

Serbuan pelukan kuterima. Dari mereka tim produksi dan beberapa aktor.
“Selamat Ulil! Naskah yang luar biasa!” teriak mereka.
Pelukan yang sangat membantuku tetap kokoh berdiri. Aku hampir saja ambruk melihat Landu yang merentangkan tangan siap untuk memeluk, tapi bukan memelukku. Ia memeluk Marta, kekasihnya. Sedang, aku di sini siapa?
 -Sang Aktor-