Bagaimana Jika...



Bagaimana jika, draf cerita yang sudah sangat apik ternyata masih nyaman tersimpan. Sampai otak ini lupa bagaimana menuturkan dan tokoh yang ada menyakiti menjadi entah kemana. Sudah berabad sepertinya tak menggalau lagi. Dengan cerita yang itu-itu dan masih tentang kamu yang sekarang juga menghilang. 

Kemudian aku berbicara pada hati, tantang apa perduliku? Masih pentingkah? Ternyata dewasa itu bukan ukuran usia, dewasa juga bukan masalah gigi geraham yang tumbuh membuat sakit bengkak gigi. Hati ini tidak bengkak sayang. Hanya, mengapa masih saja mengingat?

Sajak-sajak yang buat siapa tapi siapa yang buat itu. Aku mencintai, apalagi setelah sajak itu berpadu dengan denting gitar. Nanti, tunggu saatnya aku bisa memainkan. Bukan hanya hati ini yang termain, bukan kamu. Tapi aku yang memilih untuk bermain-main itu. Tak usah menyalahkan. Toh aku juga sudah berhenti menyalahkan kamu, aku, atau keadaan yang memang harus dikambinghitamkan.

Semua masih tersimpan di sini. Ketika membuka folder, mendengarkan beberapa musik puisi, betapa mengagumkan. Ternyata orang-orang yang beberapa hari lalu melingkari adalah orang-orang penting. Mungkin juga kamu. Dan siapa tahu aku nanti menjadi salah satunya. Kuatkan aku untuk menempuh jalan ini. Memilih jalan yang seperti seharusnya. Menjadi bagian kamu, dia dan bahkan mereka. 

Sampai bertemu, mungkin dalam panggung yang sama atau buku yang sama. Yang jelas bukan ruangan yang sama untuk bercinta!