Hanya ingin?



Jalan yang digariskan mungkin memang ini. Meski muka sastra banget (dan tulisan mungkin) namun memilih jalan linguistik. Kenapa? Siapa tahu memang rejekinya di sini. Ya, siapa tahu. 

Jika ingin, bisa memilih sastra. Sekali lagi, pilihan. Walaupun pada akhirnya ini lama. Tak memungkiri bagaimana rasanya menjadi deretan yang sudah berkalung S itu. Tergesa bukan jalan yang baik rupanya.

“Aku hanya ingin kamu itu pinter.”

Tunggu aku membuktikan itu. Juga mulut yang tak henti komat-kamit mantra kecerdasan. Ah, banyak maunya. Aku kekurangan waktu yang 24 jam ini. Bolehkan siapa yang merelakan waktunya untuk aku? Mewujudkan yang liar sampai di luar kepala ini. Terbang, sampai beberapa tak terjangkau, tak teringat lagi...
Kemudian masih tentang usia ini.

Mari berbagi cerita. Dulu, dulu sekali mungkin, ketika ingin sekali segera menyentuh angka 17 dalam usia. Dan kini ketika sudah kepala dua yang tambah dua menjelang tiga, apa yang dipikirkan? Apakah ingin kembali ke kanak-kanak tertawa-tawa. Belum memampirkan segala gundah dan kekhawatiran yang sekarang menyerang, yang masih memikirkan dunia hanya hari ini. Tantang besok, apa dan siapa perduli?
Atau kembali ketika putih merah? Putih biru? Putik abu-abu? Kamu mau tahu apa inginku? Jika aku membaginya dengan kata ‘rahasia’ bagaimana? Menyebalkan? Sudah dari dulu, kamu yang baru tahu itu ter-la-lu!

Hidupku untuk besok, bukan hari yang lalu. Tentang apa dan siapa itu, tentang yang sudah dilewati kemudian tak mau lagi itu, tentang kisah-kisah klasik yang tak perlu diungkit, tentang apa lagi? tentang semuanya... yang jelas, apa perduliku tentang masa lalumu?

Doa ini masih bermunajat, membumbung sampai langit hingga Tuhan menjabahi. Kalaupun ini tidak terkabul, mungkin saja ada yang dipersiapkan lebih indah. Pada dasarnya aku sedang berusaha. Seperti menjelma jadi asap-asap menuju langit. Bukan masalah keinginan, tapi kebutuhan. Bukankah seperti itu?

Tulisan ini tidak jelas sekali. Biarin... 

Kemudian sambil mendengarkan musik puisinya Sitok Srengenge...

Belajar mencintai itu seperti ini, yang menganggap aneh? Berarti kamu tidak romantis!

Kalau kata Afgan, jodoh pasti bertemu. Selamat bertemu dengan jodoh (yang seminggu lalu katanya sebentar lagi). Setidaknya dongeng ini membawa matamu terpejam menembus mimpi-mimpi. Ayo terlelap. Ini sudah tulisan ke berapa, atau salah satu yang di-skip?

Sebentar-sebentar datang dan menghilang. Seperti kamu, kamu atau kamu?