Foto ketika salah seorang kakak sepupu saya menikah :D Happy Wedding, mas ! |
Ditanya soal menikah, mungkin 5 atau 6 tahun lagi ya baru direalisasikan, secara saya sekarang masih berstatus mahasiswi semester 5. Boleh bercita-cita dan punya plankan? Kalau saya ingin menyelesaikan dan menuntaskan study saya baru saya ingin melangkah ke jenjang yang sakral itu. Jika dipikir, saya baru menyelesaikan 2 tahun atau 30% dari masa pendidikan saya di perguruan tinggi. Saya kuliah selama 6 atau 7 tahun, insya Allah. Berarti sekarang kurang 4 atau 5 tahun lagi, bukan? Dan saya juga ingin mendapatkan pekerjaan yang layak setelah itu. Lalu menikah, setelah menikah punya keluarga bahagia dan saya ingin punya 2 anak kembar laki-laki dan perempuan :). Mohon do’anya agar diberi kelancaran.
Dalam tulisan ini saya akan menlontarkan beberapa pemikiran dan pendapat saya mengenai “pernikahan” itu dengan 5W 1H :D. What, why, where, when, who, dan how.
WHAT?
Berbicara soal menikah, otomatis pada awalnya kita akan bertanya “apa itu menikah?” Pernikahan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini, walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Semua agama resmi di Indonesia memandang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus dijaga kelanggengannya. Oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua telah selesai bila anaknya elah memasuki jenjang perkawinan. Saya terkadang ikut sedih jika seusai akad nikah atau resepsi, sepasang suami-istri baru tersebut merasa bersedih *tetapi perempuan yang sering kelihatannya :p. Jika saya melihat ‘adegan’ tersebut saya jadi merasa bahwa saya bukan anak ibu atau mama lagi dan saya sudah diserahkan kepada orang lain yang bertanggung jawab ): *pemikiran ababil
WHY?
Tentu bukan karena tanpa alasan kita menentukan suatu keputusan, baik keputusan untuk bersekolah maupun untuk bekerja. Salah satu contohnya adalah mengapa kita mengambil jurusan studi tertentu. Alasan terbaik sebetulnya adalah alasan yang datangnya dari dalam diri sendiri, tanpa disuruh orang tua atau hanya sekedar ikut-ikutan teman. Terkadang alasan kita melakukan sesuatu tidak perlu terlalu rumit dan melewati pemikiran yang panjang. Alasan “saya mau jadi orang kaya” pun bisa menjadi motivasi yang kuat untuk jadi pengusaha besar di kemudian hari. Sama halnya dengan menikah. Sejatinya, menikah tidak baik jika adanya paksaan, atau dan pernikahan merupakan komitmen antara dua orang yang tidak boleh disalahgunakan. Pastikan jika menikah untuk alasan yang tepat, bukan untuk alasan yang salah. Jangan menikah hanya karena jatuh cinta pada pandangan pertama *ciiie, karena tidak ingin kesepian, status *supaya tidak dibilang perawan tua, dan karena alasan ekonomi *untuk melunasi hutang misalnya.
WHERE?
Setelah menentukan apa yang ingin kita lakukan, tentukan juga dimana kita bisa mendapatkan apa yang inginkan tersebut. Ingin jadi doketr? Tentukan target tempat kamu menimba ilmu untuk menjadi seorang dokter. Menentukan target boleh saja setinggi-tingginya, tetapi harus tetap realistis. Oleh karena itu, kamu perlu menentukan setiap detail rencana, dan penentuan tempat dan lokasi menjadi factor yang penting. Tetapi untuk urusan menikah bisa dilakukan di tempat-temoat yang sakrl nan suci dan tergantung pada kepercayaan mereka masing-masing, salah satunya seperti umat Islam dapat melakukan akad nikah di masjid.ssss
WHEN?
Masih mengambil contoh sekolah kedokteran tadi, setelah memilih tempat studi, tentukan tempat kapan kita harus melakukannya. Tentu setelah lulus SMA. Lain lagi ceritanya jika kita berencana untuk melanjutkan studi S2, tentukan waktu yang tepat apakah langsung mengambil S2 setelah lulus, atau ingin cari-cari pengalaman bekerja terlebih dahulu? Pertimbangkan factor-faktor yang ada, tidak hanya datang dari diri sendiri, tetapi juga dari lingkungan terdekat kita, misalnya faktor finansial, opini keluarga, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan menikah. Manusia dilahirkan dengan keinginan untuk dicintai dan mencintai. Tetapi, cinta tidak bisa dijadikan satu-satunya alasan untuk menikah. Kedengarannya memang romantis, yes… jika ada pasangan yang memutuskan untuk menikah karena saling tergila-gila satu sama lain. Tetapi, keberhasilan suatu perkawinan didasarkan pada persahabatan yang kuat yang dibangun oleh masing-masing pasangan. Fondasi yang kuat untuk sebuah perkawinan termasuk kecocokan, kepercayaan, dan komunikasi.
WHO?
Tentunya adalah lelaki dan peempuan yang berkomitmen ingin hidup bersama selamanya. Pasangan yang menikah karena cinta, ingin memiliki keluarga, menginginkan kebersamaan, komitmen yang kuat, adanya rasa kepercayaan satu sama lain, tanggung jawab, dan persamaan pandangan hidup.
HOW?
Pertanyaan terakhir adalah bagaimana pernikahan itu berlangsung? Langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh untu merealisasikan membina keluarga yang sakinah mawadah warrahmah? Untuk pertanyaan ini, saya kembalikan kepada kepercayaan masing-masing. Di setiap kepercayaan memiliki caranya masing-masing untuk melaksanakan peristiwa sakral tersebut.
Ini ketika teman mama saya menikah, 1 tahun yang lalu :D |
"Tulisan ini diikutsertakan pada GiveAway 10th Wedding Anniversary dari Heart of Mine"