Jadi Pulang?



Datang ke sebuah toko buku. Niatnya mau ikut workshop, nah ternyata acaranya diundur. Astaga! Demi apa coba ini semua. Namun kami bukan dua orang yang kecele. Banyak lainnya yang kecele. Akhirnya memilah memilih buku. Rak tempat berdiri menunjukkan buku apa yang paling digemari.

“Kamu suka banget dengan Tere Liye.”

“Konfliknya sederhana. Bagus.”

“Tapi selalu ada tokoh yang mati.”

“Kan bagus itu nggak selamanya Dewi Lestari.”

“Aku juga suka Ayu Utami, Pramudia. Jangan mati dulu sebelum baca bukunya Pramudia.”

Dan kamu tetep kukuh dengan Tere Liye, aku kukuh dengan Dewi Lestari.

“Aku punya bukunya Arswendo Atmowiloto. Bagus.”

Sepertinya aku akan membuat cabang sebuah jalan. Selain jalan Sidobali itu, aku menemukan rumah buku lainnya. Entah datangku buat siapa nanti. Buat dia, buat bukunya atau teman samping kosnya?
Aku belum (atau tidak akan) menemukan getar itu. Mungkin bukan kamu ya. Mungkin teman samping kosmu ya.

Sebuah jalan Sidobali. Jadi Pulang. Masa iya aku pulang ke hati orang itu yang jelas-jelas sudah tak bisa disatukan (dan aku baru menyadarinya dan dapat mengakui belum lama ini). Sidobali. Mungkin dengan penafsiran seperti ini. Sejauh apapun aku akan pergi, akan kembali ke rumahmu itu. Menemukan cinta pada rak-rak buku, suara jam dinding, cermin berbingkai pink dengan tulisan ‘sudah rapikah Anda?”, tumpukan koran dan lainnya yang sangat akrab. Oh ya, kasur! Yang aku selalu mengklaim kalau tidur dengan alim namun kamu menyangkalnya. Hayuh, pasti ini mikirnya macam-macam. Sebab semuanya dapat ditafsirkan masing-masing. (siang-siang yang capek nungguin buat jurnal terus aku tidur dengan santainya). Hey, kenapa aku kembali menceritakanmu. Bahkan awal cerita ini bukan tentang kamu. Ya, mungkin masih tentang Sidobali. Yang lagi-lagi kembali padamu, walau hanya sebuah cerita saja. Kita cukupkan cerita sampai di sini saja. 

“Pacarmu nggak mau diajak ke acara ginian?”

“Tanya pacar kok sama aku.”

“Aku mengantisipasi aja malam-malam ada yang sms aku setelah kita pulang.”

“Ha ha ha.”

“Aku sudah cukup berpengalaman menghadapi semua itu.”

“Ya, teman kosku juga pernah bercerita.”

Salam ya, buat teman kosmu itu. Bilang padanya;

“Pulangkan setengah hatiku yang secara sepihak aku tinggalkan. Kalaupun dia tidak mau, ganti dengan hatinya yang utuh.”

Sebenarnya kau di sini untuk siapa dan demi siapa?