MAKALAH BIOFARMASETIKA BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI


MAKALAH BIOFARMASETIKA
BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI

Diajukan untuk tugas mata kuliah Biofarmasetika





Disusun Oleh :
Nama : Eldesi Medisa Ilmawati
NIM : K 100 110 038
Kelas : A


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013



KATA PENGANTAR

            Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini penulis membahas “Bioavailabilitas dan Bioekivalensi”, yang meliputi penjelasan-penjelasan, rumus-rumus, bahkan perbedaan dari keduanya.
            Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang bioavailabilitas dan bioekivalensi, dimana dalam makalah ini saya mengambil sumber dari beberapa buku yang berkaitan dengan itu. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk memenuhi penugasan makalah dari mata kuliah Biofarmasetika di jurusan Farmasi, fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Anita Sukmawati, Ph.D, Apt., selaku dosen Biofarmasetika dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini
            Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 15 Oktober 2013
Penulis




 
BAB I
PENDAHULUAN



1.1. LATAR BELAKANG
Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik  dalam bentuk aktif/utuh. Sedangkan bioekivalensi atau kesetaraan biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk aktif  dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat lain yang memiliki zat berkhasiat sama. Dua sediaan obat berekuivalensi  kimia tetapi tidak berekuivalensi biologik dikatakan bio in ekuivalensi. Perbedaan bioavailabilitas sampai dengan 10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam efek kliniknya artinya memperlihatkan ekuivalensi (BE) dengan obat inovatornya (obat pendahulu, dan dijadikan referensi untuk sediaan-sediaan obat yang diproduksi berikutnya oleh perusahaan farmasi lain) dapat diklaim sebagai obat yang memiliki kualitas setara dengan obat innovator.
Kenapa bioekivalensi obat ini sangat penting? Apabila obat orisinil dan obat generic diberikan ke pasien dalam bentuk zat berkhasiat murni tanpa bahan tambahan lain, bioekivalensi tidak akan menjadi masalah karena dapat dipastikan kedua obat tersebut akan memberikan efek yang sama. Dalam prakteknya tidaklah seperti itu, karena obat tidak hanya terdiri dari zat berkhasiat saja, melainkan dicampur dengan bahan-bahan lain. Di samping perbedaan terhadap zat tambahan, perbedaan dalam proses pembuatan juga akan mempengaruhi suatu obat. Maka mungkin kita pernah mendengar atau mengalami ada dokter yang hanya mau memakai obat merek tertentu yang mungkin salah satu alasannya masalah keyakinan ini.


1.2. RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah bioavailabilitas dan bioekuivalensi itu?
2.      Apa saja yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi?

 1.3.TUJUAN
1.      Mengetahui penjelasan dari bioavailabilitas dan bioekuivalensi
2.      Mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi.

 
BAB II
PEMBAHASAN



2.1. Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas (BA)
Bioavailability (BA) adalah presentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya. Di beberapa Negara (AS, Jerman), BA mencakup pula kecepatan dengan mana obat muncul si sirkulasi darah. Biasanya, efek obat baru mulai nampak sesudah obat melalui sistem pembuluh porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikannya ke seluruh jaringan.
BA dapat diukur in vivo (pada kedaan sesungguhnya pasien) dengan menentukan kadar plasma obat sesudah tercapai steady state. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar obat di semua jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang diserap dan yang dieliminasi adalah sama. Antara kadar plasma dan efek terapeutis pada umumnya terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada misalnya obat hipertensi yang masih berefek walaupun kadarnya dalam plasma sudah tidak data diukur lagi.
Bioavailabilitas : suatu istilah yang menyatakan jumlah/proporsi (extent) obat yang diabsorbsi dan kecepatan (rate) yang diabsorbsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F. hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.


Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Bioavailabilitas absolut          : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan pemberian intra vena.
Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan bioavailabilitas secara intravena.
2.      Bioavailabilitas relatif            : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena.
Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan produk standar
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas :
1.      Obat               : sifat fisiko-kimia zat aktif, formulasi, dan teknik pembuatan.
2.      Subjek            : karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisi, dan aktivitas tubuh (pada subjek yang sama)
3.      Rute pemberian
4.      Interaksi obat/makanan : misalnya grisovulvin sukar larut dalam air. Apabila dberikan bersama makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam tubuh, digunakan surfaktan alami sehingga baik diabsorbsi. Pemberian vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan absorbs yang lebih baik.

Tujuan bioavailabilitas :
1.      Pengembangan ilmu
2.      Pengembangan produk/formulasi
3.      Pengembangan senyawa baru
4.      Jaminan mutu produk (quality control)


Kesetaraan obat :
1.      Farmakokinetik       : 2 obat memiliki molekul kimia yang berbeda, tetapi mempunyai aktivitas yang sama dan melekat pada substrat molekul aktif yang sama. Misalnya bentuk ester dan garam dari suatu zat aktif.
2.      Farmasetik               : 2 produk obat dinyatakan memiliki fase farmasetik yang sama apabila mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama serta bentuk sediaan yang sama dan memenuhi standar kompendial yang sama (misalnya waktu hancur, keseragaman kandungan, dan kecepatan disolusi), walaupun bentuk, mekanisme pelepasan, eksipien, kemasan, dan sebagainya berbeda.
3.      Biologik                     : 2 produk obat disebut ekivalen apabila mempunyai ekivalensi farmasetik yang sama dan pada pemberian molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga kemanjuran dan keamanannya akan sama baiknya.
4.      Klinik/terapetik        : 2 obat yang diberikan pada subjek yang sama dengan posologi yang sama akan menghasilkan efek terapetik/toksisitas yang sama.

Perbedaan dapat terjadi pada bioavailabilitas dan respon klinik apabila obat dengan bentuk sediaan yang sama tetapi diproduksi oleh industry yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor bahan baku, formulasi, dan cara pembuatan yang berbeda. Apabila terdapat perbedaan yang bermakna pada bioavailabilitas dari produk obat yang diuji dengan produk obat pembanding, maka kedua produk itu dapat dikatakan inekivalen secara terapetik. Dalam hal ini harud dilakukan reformulasi dan uji bioavailabilitas harus dilakukan lagi.

Metode penentuan bioavailabilitas :
a.       Konsentrasi obat dalam plasma (Cp) :
-          tmax (waktu Cpmax)
Perkiraan kecepatan absorbsi : tmax  =
-          Cpmax
·         Indikasi efektifitas atau toksisitas terapi
·         Indikasi secara kasar kecepatan absorbsi
Cpmax  = ( )
-           AUC
·         Jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik
·         Ukuran level bioavailabilitas
·         Metode trapezoid
·         Eliminasi tak terjenuhkan   sebanding dengan dosis

b.      Ekskresi obat dalam urin (Cu) :
-           (jumlah kumulatif obat terekskresi di urin)
Indikasi jumlah total obat terabsorbsi
-          dDu / dt (kecepatan ekskresi obat)
·         Umumnya merupakan proses orde 1 yang tergantung k dan Cp
·         Bentuk kurva serupa dengan profil Cp
·         Waktu tercapainya maksimum kecepatan ekskresi = tmax
-           (waktu total obat terekskresi)
Penting sebagai pembanding bioavailabilits berbagai tipe obat.
c.       Efek farmakodinamik akut
-          Beberapa obat : assay Cp tidak mudah
-          Obat dengan tujuan non sistemik : Cp tidak mencermikan bioavailabilitas di tempat aksi.
-          Bioavailabilitas ditentukan berdasarkan profil kurva dosis-respon
-          Uji bioekuivalen
·         AUC profil farmakodinamik vs time
·         Puncak efek farmakodinamik
·         Waktu untuk mencapai puncak efek farmakodinamik
-          Contoh :
Bronkodilator  penurunan volume pernapasan
Pemakaian topical preparat steroid  pemucatan kulit
d.      Observasi klinik
-          Akurasi, sensitifitas, dan reproduksibilitas paling rendah
-          Hanya digunakan jika metode dengan Cp, Du, dan efek farmakologi tidak memungkinkan.
e.       Metode in vitro
-          Uji disolusi sebagais ektimasi kecepatan proses adsorbsi
-          Uji kesetimbangan dan kinetic pengikatan pada garam-garam asam empedu, misalnya kolesterami  resin.

Desain studi bioavailabilitas
-          Subyek :
1.      Manusia (pria) sehat
2.      Usia 18 – 35 tahun
3.      Tinggi dan bobot badan normal
4.      Jumlah minimum = 12 subyek
-          Durasi sampling : harus cukup untuk menjamin lengkapnya data fase absorbsi (>3 t0,5)
-          Frekuensi sampling harus mencukupi
-          Multiple vs single dose
Keuntungan :
1.         Tidak perlu ekstrapolasi profil Cp untuk menentukan total AUC
2.         Tidak perlu menunggu wash-out period yang lama diantara dosis
3.         Lebih sesuai dengan kondisi real tetapi klinik dan memungkinkan pengukuran Cp yang akan dijumpai pada proses terapi
4.         Cp lebih tinggi  pengukuran lebih mudah dan lebih dapat dipercaya
5.         Dapat dengan mudah mengidentifikasi kondisi saturable pharmacokinetics pada steady state

Kerugian :
1.         Perlu waktu lebih panjang
2.         Lebih sulit dan mahal (monitor subyek uji yang lebih lama)
3.         Masalah lebih besar dengan compliance control
4.         Resiko adverse drug reactions lebih bear karena pemejanan obat yang lebih lama dan dalam dosis yang lebih besar
-          Mengapa tidak pada pasien?
1.      Fungsi fisiologis normal
2.      Pasien mungkin menggunakan obat yang lain  interaksi yang mengaburkan data kecepatan dan level bioavailabilitas
3.      Diet dan jumlah air yang diminum pada pasien da[at mempengaruhi bioavailabilitas
4.      Pasien akan lebih sulit untuk diminta mengikuti protocol uji yang diperlukan
-          Jika diperlukan informasi tentang pengaruh kondisi patologis terhadap bioavailabilitas :
1.      Uji terpisah pada pasien yang bersesuaian dengan obat yang diuji.
Bioekivalensi (BE)
a.       Desain
-          Melibatkan ahli statistik, farmakokinetik, dokter, analis
-          Protokol studi
-          Batasan etik untuk studi pada manusia
-          Sediaan yang serupa, dosis, rute pemberian yang sama
b.      Metode analisis
-          Akurat, sensitif, dan spesifik
-          Studi bioavailabilitas memerlukan juga analisis metabolit yang utama
c.       Formulasi standar (referens)
-          Referensi: innovator produk yang telah dipasarkan dan memiliki data valid tentang etikasi dan keamanannya.
d.      Persyaratan khusus untuk sediaan lepas terkontrol
Menguji apakah:
-          Mekanisme liberasi obat sesuai klaim
-          Dose dumping
-          Steady state setara dengan produk normal
-          Profil PK konsisten diantara individual tablet
e.       Produk kombinasi beberapa obat
Menguji apakah kecepatan dan level bioavailabilitas setiap kompinen setara dengan profil bioavailabilitas individual obat tersebut.

Penentuan bioekivalensi
Kriteria farmakokinetika : AUC (extent) dan Cmax (rate)
Kriteria statistik :
Metode Westlake : 0,8 < < 1,2  dan 0,8 <
Beberapa persamaan
1.      MRTiv =
2.      k =  
3.      t1/2 =
4.      Cp0iv  = AUC . k
5.      Vd =
6.      Cpiv = Cp0e-kt
7.      f =  .
8.      MRTpo  =
9.      MRTpo  = MRTpo  - MRTiv
10.  ka =   
11.  Tp =   
12.  Cp max =  .  (e-kt – e-katp)

2.2.Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas/bioekivalensi :
1.      Adanya oemahaman terhadap farmakokinetik obat (adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi)
2.      Pemilihan metode analisis yang tepat : hal ini diperlukan untuk mengetahui efek samping, efek toksik, penanganan terhadap efek-efek tersebut.
3.      Stabilitas obat dalam sampel
4.      Penyusunan percobaan protocol yang tepat : sebelum dilakukan uji, sebaiknya mendapat persetujuan dari BPOM dan dilakukan kajian etik terlebih dahulu. Protokol harus lulus kajian ilmiah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan percobaan bioavailabilitas/bioekivalensi:
1.      Sediaan pembanding
2.      Subjek percobaan dan kriteria
3.      Jumlah subjek
4.      Desain percobaan
5.      Interval waktu pemberian
6.      Modalitas pengambilan sampel : tunggal, berulang, jumlah dosis, dll
7.      Senyawa yang akan dianalisis dan metodenya
8.      Frekuensi dan waktu pengambilan sampel
9.      Jenis sampel yang akan dikumpulkan : darah/urin.
Kriteria obat pembanding :
1.      Produk obat innovator
2.      Primary market di Negara lain atau
3.      Market leader di Indonesia
4.      Produk pembanding yang digunakan harus mendapatkan persetujuan dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)

Obat yang harus diuji bioavailabilitas:
Obat oral dengan pelepasan segera, yaitu:
1.      Nonlinear farmakokinetik
2.      Obat oral yang diberikan untuk kondisi segera
3.      Obat oral dengan indeks terapi sempit
4.      Obat oral dengan sifat fisikokimia tidak menguntungkan
Subjek dan jumlah subjek:
1.      Sukarelawan sehat
2.      Jumlah subjek dihitung berdasarkan koefisien variasi intrasubjek dari parameter bioavailabilitas yang utama, yaitu AUC
3.      Koefisien variasi diperkirakan dari percobaan pendahuluan atau dari data publikasi
4.      Pada umumnya dibutuhkan 18-24 subjek, minimal 12 orang
5.      Jika ternyata koefisien variasi yang diperoleh lebih besar, maka jumlah dapat ditambah.
Kriteria subjek:
1.      Inklusi
-          Sukarelawan sehat : pemeriksaan fisik dan laboratorium
-          Umur antara 18-55 tahun
-          Berat badan dalam kisaran normal (± 15% BB)
-          Sebaiknya tidak merokok. Bila merokok sebaiknya disebutkan (perokok sedang) dan dievaluasi.
2.      Eksklusi
-          Perokok berat, peminum, alkohol, dan pengguna narkotika
-          Penderita HIV/AIDS
-          Criteria lain tergantung obat yang diuji misalnya riwayat alergi, wanita hamil, dan wanita haid, dll.
Kondisi penelitian
Harus dilakukan agar tidak terjadi variabilitas. Yang harus dilakukan adalah:
1.      Lamanya berpuasa
2.      Makanan dan minuman yang diberikan
3.      Kondisi kesehatan pasien (tidak sedang mengkonsumsi obat, jamu, dan supplement)
4.      Posisi tubuh dan aktivitas fisik
Produk uji
1.      Harus sesuai dengan CPOB
2.      Sudah dilakukan uji disolusi terbanding secara in vitro
3.      Produk dengan tujuan registrasi harus identik dengan produk yang akan dipasarkan
4.      Harus diambil dari batch skala industri atau skala pilot yang besarnya 1/10 skala industry atau batch kecil minimal 100.000 unit.
5.      Sampel harus disimpan selama 2 tahun atau 1 tahun lebih lama waktu kadaluarsa atau sampai izin edar keluar
Metode uji bioekivalensi :
1.      Uji bioavailabilitas komparatif
2.      Uji farmakodinamik komparatif
3.      Uji disolusi in vitro komparatif
Rancangan dan pelaksanaan uji bioekivalensi :
1.      Harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB)
2.      Protokol harus lolos kajian ilmiah dan kajian etik sebelum penelitian dimulai
3.      Protokol harus mendapat persetujuan BPOM sebelum penelitian dimulai.

Rancangan penelitian :
1.      Desain penelitian menyilang 2 arah
2.      Pemberian produk diberikan secara acak
3.      Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode wash out
4.      Untuk obat yang memiliki waktu paruh panjang dapat dipertimbangkan desain 2 kelompok paralel
5.      Pemberian dosis tunggal.
Rancangan percobaan
1.      Uji paralel : dengan 2 kelompok berbeda dilakukan bila waktu paruh eliminasi panjang (> 24 jam)
2.      Uji pada keadaan tunak diperlukan bila : farmakokinetik non linear, kinetic obat bergantung waktu pemberian obat, misalnya kortikosteroid, bentuk sediaan lepas lambat, obat kombinasi tetap rasio kadar obat dalam plasma penting, misalnya kortimoksazol.


 
BAB III
PENUTUP


3.1. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan :
-          Bioavailabilitas adalah presentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya, sedangkan bioekivalensi yaitu suatu proses dengan innovator produk yang telah dipasarkan dan memiliki data valid tentang etikasi dan keamanannya
-          Sediaan obat yang dinyatakan lulus uji bioavailabilitas dan uji bioekivalensi terhadap produk innovator berarti memiliki kualitas yang sama dengan produk innovator, dan produk inilah yang dapat dijadikan alternatif selain produk innovator.

1.2. SARAN
Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat. Dan dalam menguji bioavailabilitas dan bioekivalensi dapat berpedoman pada parameter-parameternya, sehingga hasil uji yang kita dapatkan lebih akurat dan tingkat keamannya dengan memperhatikan hal-hal penting dalam proses pengujian.






DAFTAR PUSTAKA



Amalia, Lala. 2008. Bioavalabilitas dan Bioekivalensi. Tersedia: ladytulipe.wordpress.com/2009/12/16/ bioavalabilitas-dan-bioekivalensi/. Diakses pada : 15 Oktober 2013, pukul: 16.05
Bachtiar, Rico. 2009. Bioekuivalensi. Tersedia: ricobachtiar.wordpress.com/2009/07/17/bioekuivalensi/. Diakses pada : 15 Oktober 2013, pukul: 15.20
Hakim, Lukman. 2002. Farmakokinetika. Bursa Buku. Yogyakarta
R, Husniah. 2007. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta