makalah TAUHID DAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN TAUHID DAN KESEHATAN MENTAL ILMU DAN AKIDAH

ILMU TAUHID



TAUHID DAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN
TAUHID DAN KESEHATAN MENTAL
ILMU DAN AKIDAH




Kelompok IV C :

Ikrimah                      (10.21.0005)class C
Rosalina Awatny       (10.21.0330)class C
Siti Isnani                   (10.21.0027)class C
Yeni                            (10.21.0422)class C












FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARY
BANJARMASIN
2013




KATA PENGANTAR



            Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah Ilmu Tauhid. Dan tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan saran pendapat dan dukungan kepada penulis.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karenanya saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan guna penyempurnaan kelak.
            Akhirnya mudah-mudahan makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Amiin !

            Wabillahitaufiq walhidayah





                                                                                    Banjarmasin,               Mei 2013

                                                            Penulis















A.      TAUHID DAN PEMBINAAN KEPRIBADIAN

Kepribadian adalah kata yang dibentuk dari pokok kata pribadi dengan awalan ke dan akhiran an. Pribadi berarti manusia perorangan, diri manusia, atau orang sendiri. Secara populer kepribadian diartikan dengan “kesan-kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang”.
Kepribadian dalam arti psikologis mengandung makna yang luas, meliputi segala aspek kehidupan seseorang dan keseluruhan kualitas dirinya yang dapat diperhatikan pada cara berbuat, berpendapat, berminat, berfalsafah, dan sebagainya.
Menurut G.W Allport, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Dengan definisi ini dapat dipahami bahwa kepribadian mempunyai sifat selalu berkembang dan kerjanya meliputi tubuh dan jiwa serta mempunyai ciri khas satu sama lainnya dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan.
Pembentukan kepribadian bukanlah suatu proses yang berlangsung cepat, melainkan memakan waktu yang cukup lama. Ia berproses dalam diri manusia sejak manusia itu masih berada dalam kandungan dan berkembang terus setelah ia dilahirkan.
Karena proses pembentukan kepribadian sudah berlangsung  sejak manusia masih berada dalam kandungan, maka Islam mengajarkan kepada setiap wanita muslimah yang mengandung untuk  banyak membaca Al-Qur’an dan selalu ingat kepada Allah. Pada masyarakat tertentu juga berkembang adat, bahkan menjadi kepercayaan turun temurun, calon ayah dan ibu yang menginginkan anaknya baik harus berpantang  dalam hal-hal tertentu selama anak masih dalam kandungan. Sejauh mana dampak positif dari sikap calon orang tua tersebut terhadap anak yang berada dalam kandungan memang belum bisa dibuktikan secara ilmiah, namun apa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut merupakan tradisi yang melekat kuat dikalangan mereka.
Sebagaimana pendidikan dan pengajaran, pengembangan kepribadian seorang anak merupakan tanggung jawab orang tua. Setiap anak yang dilahirkan kedunia berada dalam keadaan bersih dan suci. Sejauh mana kesucian itu dapat lestari, banyak tergantung kepada orang tua, keluarga, dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Kebersihan dan kesucian anak yang lahir, menurut ajaran Islam, karena anak tidak menanggung beban dosa orang lain. Ia lahir bukan membawa dosa, tapi membawa tauhid yang merupakan fitrahnya.
Fitrah berarti khilqah atau kejadian. Fitrah bisa juga diartikan perangai asli, sifat pembawaan yang ada sejak lahir. Sebagian orang ada yang memberikan pengertian fitrah sejalan dengan paham tabularasa, bahwa anak yang baru dilahirkan bagaikan kapas atau kain yang putih bersih tanpa noda sedikitpun.
Karena orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan fitrah seorang anak, maka perhatian orang tua terhadap pendidikan dan pengembangan kepribadian anaknya sangat ditekankan oleh ajaran Islam. Kepribadian yang hendak dicapai dalam proses pendidikan anak, menurut ajaran Islam, adalah takwa. Karena itu, setiap proses pembentukan kepribadian harus diorientasikan kepada ketakwaan tersebut. Takwa yang dimaksud disini ialah takwa dalam arti luas; tidak hanya menyangkut keimanan dan ibadah ritual, tetapi juga menyangkut hubungan antar sesama manusia dan lingkungannya, termasuk masalah kemasyarakatan dan kenegaraan.
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, keluarga, khususnya orang tua, memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian seorang anak. Karena itu pembentukan pribadi yang takwa kepada Allah mau tidak mau harus dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai dengan tingkat dan perkembangan kemampuan anak.
Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa. Arah hidupnya
jelas, tidak mempercayai Tuhan kecuali hanya kepada Allah. Kepada-Nya ia
menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian. Ia berdo'a
kepada-Nya dalam keadaan sempit atau lapang. Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan menyembah kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada orang yang mati. Orang mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuat-Nya ridha dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuat-Nya ridha, sehingga hatinya tenteram. Tauhid merupakan fondasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan kehidupan manusia, termasuk kepribadiannya, dengan makin kuat dan kokohnya tauhid, makin baik dan sempurna kepribadian takwa seseorang. Tauhid juga merupakan aspek batin yang memberikan motivasi dan arah bagi perkembangan kepribadian manusia.

B.       TAUHID DAN KESEHATAN MENTAL

Dalam masyarakat, istilah mental sering digunakan sebagai ganti dari perkataan kepribadian. Ini berarti, mental sama dengan keseluruhan kualitas diri seseorang. Dewasa ini masalah kesehatan mental cukup mendapat perhatian, terutama oleh para ahli ilmu pengetahuan, lebih khusus lagi dikalangan para ahli perawatan jiwa. Tidak jarang kita mendengar kasus penyakit yang –secara teoritis- dengan obat tertentu dapat disembuhkan, namun setelah ditunggu sekian lama kesembuhan yang diharapkan itu tidak kunjung tiba. Kalaupun ada kesembuhan, sifatnya hanya sementara. Penyembuhan tuntas baru berhasil setelah pasien tersebut mendapat perawatan ahli jiwa melalui konsultasi dan memenuhi petunjuknya.
Pernyataan “dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang sehat” tidak seluruhnya dapat diterima. Yang diterima justru sebaliknya, “dalam jiwa yang sehat terdapat raga yang sehat”. Memang antara jasmani dan rohani terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi.
Istilah mental mempunyai keterkaitan dengan hal-hal yang bersifat batin. Karena itu, mengetahui kesehatan mental sebenarnya termasuk hal yang bersifat relatif. Yang dapat diketahui hanyalah seberapa jauh jarak kesehatan mental seseorang dengan kesehatan mental manusia pada umumnya, yang dianggap normal.
Dalam usaha untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan hidup, manusia kadang-kadang mendapat halangan dan rintangan, bahkan mengalami jalan buntu. Kondisi ini akan mengganggu ketenangan, bahkan dapat mengganggu keseimbangan mentalnya. Kegagalan dalam usaha untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan itu ada yang berasal dari dalam dirinya, yaitu kegagalan penyesuaian dalam dirinya, dan adapula yang berasal dari luar dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan dan keinginan manusia beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kehidupan, lingkungan, dan tingkat rasa kepuasannya. Disamping itu, ada kebutuhan yang dirasakan harus ada pada setiap orang, yaitu rasa ingin disayang, rasa aman, harga diri, ingin tahu dan ingin sukses.
Apabila salah satu kebutuhan yang dirasakan harus ada itu tidak terpenuhi secara wajar akan timbul rasa senang pada diri seseorang. Kadar ketidaksenangan itu sesuai dengan keadaan jiwanya, lingkungannya, dan banyak sedikitnya kebutuhan tersebut terpenuhi. Ketidaksenangan inilah yang dapat menimbulkan kecemasan dan mengganggu keseimbangan mental seseorang.
Seorang pedagang yang mengalami kegagalan dalam perniagaannya atau pegawai yang gagal menduduki jabatan yang diidam-idamkannya, tentu merasa tidak senang dan kecewa.  Kekecewaan tersebut akan mengganggu keseimbangan mental makin tinggi tingkat kekecewaan itu makin berat gangguan keseimbangan mental tersebut. Hal ini dapat membawanya melakukan apa saja demi menghilangkan kekecewaan tersebut, bahkan ada yang bunuh diri, jika mentalnya tidak sehat dan kuat. Tetapi, jika mentalnya sehat dan kuat, apapun masalah yang dihadapinya, ia akan selalu tenang dan mampu mengendalikan diri.
Bagi seorang muslim, usaha yang paling penting dan utama untuk menuju mental yang sehat adalah memantapkan, menguatkan, dan mengkokohkan akidah (tauhid) yang ada dalam dirinya. Sebab, dengan akidah (tauhid) yang kuat, kokoh, dan mantap, jiwanya akan selalu stabil, pikirannya tetap tenang, dan emosinya terkendali.
Peranan akidah Islamiah memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang dirasakan harus ada pada setiap orang dapat dilihat pada uraian berikut ini :
Pertama, perasaan ingin dikasihi dan disayangi merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap insan dalam hidup dan kehidupannya. Bentuk perasaan yang diinginkan tersebut bermacam-macam seperti perhatian, bantuan atau pertolongan dan penghormatan dari pihak lain, misalnya, saran atau pendapatnya selalu menjadi tumpuan perhatian orang, dalam kesulitan atau kesusahan ia mendapat bantuan dan pertolongan, jika ia bekerja dikantor ia disegani bawahan dan diperhatikan atasan, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut dapat terpenuhi, ia sangat senang dan gembira. Tapi, jika terjadi sebaliknya, keseimbangan mentalnya akan terganggu. Dalam dirinya mungkin muncul perasaan yang bukan-bukan seperti rasa dibenci, tidak disenangi orang, dimusuhi, atau rasa dikucilkan. Apabila perasaan demikian sangat mendalam, mentalnya menjadi sakit. Penyakit ini membawa pula kepada penyakit tubuh atau raganya. Penyakit mental ini bisa juga membawa sikap atau tindakan yang negatif yang justru makin merendahkan derajat dan martabatnya ditengah-tengah masyarakat, seperti marah-marah tanpa arah dan sebab yang jelas, berusaha menyakiti orang lain yang dianggap tidak peduli atau memperhatikannya dengan berbagai cara, dan bersikap tidak sopan.
Dalam akidah Islam di ajarkan bahwa Allah SWT sangat memperhatikan hamba-hamba-Nya, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hamba Nya tidak pernah di tinggalkan, apa lagi jika hamba itu selalu berusaha mendekatkan diri kepadaNya dengan melaksanakan ibadah dan kewajiban-kewajibannya. Akidah Islamiah juga mengajarkan bahwa segala sesuatu kembali kepada Allah. Ujian, cinta kasih, perhatian, dan sebagainya adalah untuk Allah dan karena Allah. Biarpun seluruh umat manusia tidak ada yang memperhatikan, memperdulikan, mencintai, atau mengasihi, namun Allah akan selalu memperhatikan, memperdulikan, mencintai, dan mengasihinya. Apabila akidah semacam ini tertanam kuat di dalam diri seseorang, mentalnya akan kuat dan tangguh. Ia tidak lagi tergoda oleh perhatian, cinta kasih, dan kepedulian orang lain. Yang penting baginya adalah mendapat perhatian dan cinta kasih Allah SWT disertai dengan perbuatan-perbuatan positif y6ang ditampilkannya di tengah-tengah masyarakat atau lingkungannya. Di rencanakan atau tidak, sikap dan perbuatan positif yang lahir dari perilakunya yang didasari oleh mental akidah Islamiah tersebut, akan membawa pengaruh positif pula bagi dirinya. Perhatian, kasih sayang, dan kepedulian orang pun muncul dengan sendirinya, tanpa rekayasa. Bahkan kepedulian dan cinta kasih ini bersifat tulus dan murni.
Kedua, perasan aman. Setiap orang membutuhkan rasa aman dalam dirinya, baik lahir maupun bathin. Apabila perasaan aman ini tidak diperoleh seseorang, jiwa dan mentalnya akan terganggu. Jiwa yang terganggu dapat menimbulkan berbagai penyakit dan melahirkan tindakan negatif sebagaimana disebutkan di atas.
Dalam Islam diajarkan, alam semesta dengan segenap isinya adalah makhluk Allah yang selalu berada dalam pengawasan, pemeliharaan, dan pengetahuanNya. Allah akan memberikan perlindungan kepada hamba-hambaNya, terutama hamba yang bakti dan taat kepadaNya. Akidah atau keyakinan seperti ini apabila tertanam kuat dalam jiwa seseorang, ia akan merasa aman dan selalu merasa dilindungi. Ia tidak akan takut menghadapi apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Dalam surat Al-Quraisy ayat 4 Allah berfirman:

                                                    الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْف                                            

Artinya :
“Allah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”

Ketiga, rasa harga diri. Setiap orang memiliki rasa harga diri dan ingin agar dirinya dihargai orang lain. Untuk mendapatkan penghargaan masyarakat tersebut ia berusaha menuruti dan menaati norma-norma sosial yang ada didalam lingkungannya, bahkan kalau mungkin ia berusaha mempengaruhi dan menguasainya. Setiap orang ingin harga dirinya terangkat, dipuji, tidak dilecehkan, direndahkan, apalagi dihinakan.
Apabila rasa harga ini terganggu, jiwanya akan tergoncang, perasaan kecewa dan tidak senang menyerangnya, bahkan dapat menimbulkan dendam terhadap orang lain dan berusaha mencelakakan orang tersebut.
Dalam akidah Islam diajarkan bahwa pujian yang sebenarnya hanya untuk Allah. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang mulia dan paling baik. Manusia mendapat penghargaan yang besar dari Tuhan. Khusus bagi orang yang takwa, Allah berikan penghargaan dan kemuliaan yang tinggi, melebihi yang lain. Dalam surat Al-Hujarat ayat 13 Allah menegaskan hal tersebut :
.... إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ....            
Artinya :
“.....Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling takwa.....”

Jika akidah atau keyakinan sebagaimana diajarkan Islam diatas tertanam dalam jiwa seseorang, mentalnya akan kuat, jiwa tidak tergoncang hanya oleh karena orang lain tidak memberikan penghargaan kepadanya. Ia yakin, Allah memuliakan dan menghargainya. Buktinya, Allah selalu berikan selalu memberikan rezeki padanya. Apalagi kalau ia bertakwa kepada Allah, ia yakin derajatnya di sisi Allah semakin tinggi. Karena itu, yang penting baginya, bukan berharap penghargaan dan penghormatan orang lain, tapi penghormatan dan penghargaan dari Allah. Untuk itu, ia berusaha secara maksimal bertakwa kepada Allah SWT. Hasilnya, bukan saja jiwanya tenang, tapi juga penghargaan dari manusia pun ia peroleh.
Keempat, rasa ingin tahu atau mengenal sesuatu. Setiap orang mempunyai naluri ingin tahu. Ini memang sifat manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan wujud dari rasa ingin tahu manusia. Perkembangan kebudayaan dan peradaban juga tidak lepas rasa ingin tahu manusia itu yang terwujud dalam bentuk kemajuan kebudayaan dan peradaban tersebut. Manusia berusaha keras menembus ruang angkasa, menjelajahi bulan, dan berusaha menjangkau planet-planet, semuanya karena ingin tahu.
Keingintahuan seseorang terhadap sesuatu kadang-kadang tidak terbatas, bahkan ada yang menginginkan sesuatu yang tidak mungkin diketahuinya atau tidak mungkin dicapai oleh kemampuannya. Ingin tahu yang tak terbatas inilah yang dapat merugikan dirinya, bahkan orang lain. Orang lain bisa menjadi korban dari berbagai percobaan yang dilakukannya dalam usaha untuk mengetahui sesuatu, atau dirinya sendiri menjadi stres berat karena ia tidak berhasil mengetahui objek yang dikaji dan dicobanya tersebut.
Orang yang memiliki akidah Islamiah akan sadar bahwa obyek yang bisa diketahui manusia terbatas, sebab manusia adalah ciptaan Tuhan yang diciptakan dengan segala keterbatasannya. Dengan keterbatasan itu, kemampuan otak manusiapun terbatas. Tidak semua yang ada dapat  diketahui oleh manusia, sekalipun ilmu pengetahuan itu selalu berkembang.
Dalam surat Al-Isra ayat 85 Allah berfirman :

وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلً....
Artinya :
       “........ dan tidaklah kamu diberikan pengetahuan kecuali hanya sedikit”

Dengan keyakinan bahwa kemampuan manusia terbatas, yang bisa diketahui manusia terbatas, seorang muslim tidak akan terjerumus kepada stres berat dan melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Ia bisa bebas dari tekanan mental keingintahuan yang menggebu-gebu, tanpa harus apatis dan statis.
Kelima, rasa ingin sukses. Setiap orang ingin sukses dalam kehidupannya sebab kesuksesan itu akan membawa kebahagiaan. Makin banyak sukses yang dicapai, makin bertambah rasa kepuasan yang dirasakan seseorang. Akan tetapi, apabila terjadi sebaliknya, kegagalan, batinnya akan mengalami ketegangan dan kegoncangan. Ketegangan yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit, baik lahir maupun batin. Ketegangan, apabila stres berkepanjangan, tidak akan terjadi pada manusia yang memiliki akidah Islamiah yang kuat karena dengan keyakinannya yang kokoh akan adanya Allah, kekuasaan, bantuan, dan pertolongan-Nya, ia bisa tenang menghadapi setiap kegagalan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kehidupan jiwa seseorang merupakan barometer dari kesehatan jasmaninya. Obat yang paling mujarab untuk membasmi basil-basil gangguan jiwa adalah suntikan imunitas keimanan (tauhid) kepada Allah dan mempraktekkannya dalam sikap hidup sehari-hari dengan baik dan benar.
Dr. H. Abdul Kadir, seorang saintis Mesir, dalam bukunya biolojiyah al-Imam atau Biologi Iman mengatakan, “jika anda ditimpa berbagai tekanan atau problem hidup, baik materi maupun psikologis. Janganlah panik, tapi, bersabarlah. Kembali kepada diri anda. Ambillah kertas dan pena. Hitunglah dengan teliti berapa banyak nikmat Allah yang telah anda terima. Hitunglah pula dengan teliti berapa banyak nilai nikmat tersebut. Bersyukurlah Anda kepada Allah, kemudian berdoa kepada-Nya agar dianugerahkan ketenangan jiwa. Mohonlah agar rasa iman dan ketenangan jiwa selalu dianugerahkan kepada Anda.
Resep yang diberikan Dr. H. Abdul Kadir ini merupakan resep yang tepat. Dengan mengkalkulasikan nikmat dan nilai yang diberikan Allah, bersyukur, dan berdoa kepada-Nya, seseorang akan sadar bahwa Tuhan mencintai dan mengasihinya. Tuhan akan membiarkannya sendiri. Tuhan selalu memberinya nikmat dan nikmat itu sangat banyak. Tak seorang manusiapun yang mampu menghitung berapa banyak nikmat yang diberikan Tuhan itu. Dengan kesadaran ini; jiwa seseorang akan tenang, tentram dan damai. Ia terbebas dari stres dan ketegangan jiwa.
Oleh sebab itu dengan senantiasa bertauhid yang kuat dan benar maka jiwa seseorang akan senantiasa sehat karena ia senantiasa dapat menyesuaikan diri, bersifat qona’ah (merasa cukup apa yang diterima, terhindar dari rasa gelisah takut ia hidup selalu penuh dengan harapan atau optimis tanpa ada rasa sikap putus asa. Hal ini sesuai dengan rumusan kriteria jiwa yang sehat yang telah dirumuskan dalam sidang umum WHO pada tahuin 1959 di Geneva yaitu :
a.       Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipuna kenyataan itu buruk baginya.
b.      Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
c.       Merasa lebih puas memberi daripada menerima.
d.      Secara relatif bebas dari rasa tegang (stress, cemas dan depresi).
e.       Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan.

Dengan demikian uaraian di atas menunjukkan bahwa ada relasi yang kuat antara bertauhid dengan kesehatan mental. Karena dengan tauhid mental seseorang dapat berkembang sesuai dengan tuntunan Allah SWT yang tidak perlu lagi diragukan akan kebenaran dari semua petunjuknya yang ada dalam al-Qur’an. 


C.      ILMU DAN AKIDAH

Kalau kita memperhatikan kenakalan dan kejahatan yang terdapat dalam masyarakat, nampak bahwa kenakalan dan kejahatan itu tidak hanya berkaitan dengan faktor ekonomi, sosial dan sebagainya, tapi sangat erat hubungannya dengan agama, pendidikan, dan kesehatan mental.
Krisis yang timbul dalam masyarakat memang banyak dan erat kaitannya dengan masalah ekonomi, politik, sosial dan lain-lain, tapi masalah itu merupakan penjelasan dari suatu penyakit dalam masyarakat yaitu goyah atau hilangnya pegangan hidup dan kehidupan. Pegangan hidup dalam ajaran Islam adalah tauhid dan keimanan kepada Allah SWT.
Hilang atau goyahnya pegangan hidup seseorang dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, keinginannya melebihi kebutuhan dan kemampuannya, dan hawa nafsunya sangat berperan dalam mengendalikan perbuatannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan diabad modern ini, disamping membawa dampak positif, dengan banyaknya temuan yang ditemukan umat manusia dan bermanfaat besar bagi kehidupan mereka, juga ada yang berdampak negatif. Penggunaan teknologi modern yang dikendalikan oleh hawa nafsu akan membawa akibat buruk bagi kehidupan manusia. Ini nampak sekali pada teknologi mesin-mesin perang mutakhir yang dapat mematikan manusia secara massal dan menyengsarakan sejumlah besar orang. Karena itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya akan betul-betul bermanfaat besar bagi manusia jika disertai dengan sikap mental, kekuatan batin, dan akidah yang baik. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa diimbangi dengan kemajuan pendidikan keimanan kepada Allah tidak akan membawa kebahagiaan yang hakiki bagi kehidupan pribadi yang bersangkutan dengan umat manusia pada umumnya.
Dalam hubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern ini, menarik sekali dikemukakan cerita M. Natsir dalam bukunya Capita Selekta tentang seorang guru besar ilmu fisika di Belanda, Prof. Paul Ehrenfest. Profesor ini bunuh diri setelah membunuh anak tunggalnya mengapa seorang guru besar bunuh diri dan membunuh anaknya ? dari surat yang ditinggalkannya kepada sahabat karibnya Prof. Kohnstamm, pimpinan Nutseminarium Amsterdam, dapat diketahui bahwa perbuatannya itu bukanlah suatu perbuatan yang tidak difikirkan sebelumnya. Ia melakukan itu semua karena tidak mampu menyelesaikan problema pergumulan ilmu dan rohaniah. Ia kehilangan pegangan hidup dan putus asa.
Pendidikan dan lingkungan dalam pergaulannya sehari-hari sejak kecil sangat mendalam dan mempengaruhi jiwanya. Keseluruhan hidup dan kehidupannya tertumpah hanya untuk ilmu yang menjadi tujuan dan cita-citanya. Tapi, lama kelamaan rohaninya tidak puas dengan ilmu pengetahuannya. Rohaninya memerlukan ketenangan dan pegangan hidup abadi yang absolut, dan ini ternyata tidak ditemukannya, sehingga ia mengakhiri hidupnya secara tragis.
Dunia ilmu dan agama memang agak berbeda, tetapi keduanya bertemu pada titik tertentu. Ilmu bermula dari tidak tahu berakhir pada tahu dan ragu-ragu. Agama bermula dari diberi tahu dan berakhir dengan keyakinan. Keyakinan itulah yang dapat membawa seseorang kepada hidup yang bermakna.
Ilmu berakhir pada keraguan karena ia adalah produk akal. Apa yang sekarang dibenarkan oleh ilmu, lusa atau pada suatu saat mungkin akan didustakan. Ilmu adalah nisbi dan kehidupan didunia bersifat relatif selama tidak pernah menimbulkan ketenangan.
Kalau sebuah keluarga mempunyai sejumlah mobil sesuai dengan jumlah anggota keluarga itu, orang sudah mempunyai pesawat televisi ditiap kamar rumahnya, pembantu rumah tangga untuk setiap putera-puterinya, dan kesenangan lahir dapat diperoleh dengan uang, akan kemanakah orang itu ? kalau tidak ada akidah yang membimbing orang tersebut ia bisa lupa daratan dan harta yang melimpah ruah tidak dapat memberikan ketenangan dan ketentraman dalam hidupnya. Akhirnya, ia memuaskan diri dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan seperti minum-minuman keras, menghisap ganja dan sebagainya.
Islam tidak melarang manusia mencari dan mengumpulkan harta. Yang dilarang hanyalah pencarian harta dengan cara yang tidak halal, penggunaan harta dijalan tidak benar. Dan harta yang menyebabkan orang lupa kepada Allah dan kewajiban-kewajibannya. Materi itu penting bagi kehidupan manusia dan sarana baginya untuk melakukan ibadah tapi Islam tidak mengajarkan manusia untuk menjadi materialistis. Materi yang immanent ditangan seorang muslim diberi nilai transeden; dipergunakan sebagai sarana untuk menuju keridhoan Allah SWT. Kekayaan dan alam semesta harus dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia dalam kerangka kebaktian kepada Allah SWT.
Untuk memperoleh harta benda, mencapai kemajuan hidup, mendapatkan kesejahteraan, dan meraih keberhasilan didunia seseorang perlu memiliki ilmu pengetahuan, dan untuk memberikan bimbingan, mengarahkan, memberikan petunjuk dan jalan yang benar, memberikan ketenangan dan ketentraman batin, kebahagiaan didunia dan diakhirat, ia perlu agama. Karena itu, ilmu dan agama sama-sama dibutuhkan oleh manusia. Ilmu dan agama tidak bertentangan, bahkan berhubungan erat dan saling mengisi untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia.
Ilmu tidak bisa berjalan sendiri tanpa bimbingan agama. Ia harus dikontrol oleh agama untuk mendorong gerak dan menentukan arahnya. Kalau tidak, ilmu itu bersifat sekuler dan menempuh jalan yang sesat, yang mengakibatkan pemiliknya hidup dalam dosa dan diliputi perasaan tidak tenang dan tidak tentram. Diakhirat ia pun mendapat siksa.
Dalam membina akidah dan ibadah, agama juga tidak bisa berjalan sendiri. Ia harus dibantu oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dapat menjelaskan dan menafsirkan arti dan makna akidah dan ibadah secara rasional sehingga ia tidak hanya diterima dengan rasa (iman) tapi juga diterima dengan rasio. Hal ini akan lebih memantapkan rasa keberagamaan dan keyakinan seseorang serta menumbuhkan kesadarannya yang mendalam untuk memperkuat iman dan melaksanakan ibadah dengan baik dan benar.
Tanpa ilmu, agama akan diorientasikan kepada masalah akhirat semata sehingga manusia bisa lupa akan keberadaannya di dunia nyata, sebagai makhluk dunia. Ia bisa lupa akan posisi, kedudukan, tugas, dan kewajibannya didunia. Hal ini tentu dapat membawa akibat buruk, bukan saja bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain, bahkan agama itu sendiri. Hal-hal gaib yang merupakan inti keimanan bisa ditafsirkannya dengan tafsiran yang bermacam-macam sehingga menjadi semacam dongeng yang sulit diterima akal.
Karena ilmu sangat penting untuk umat manusia dan untuk memantapkan rasa keberagamaannya, ilmu mendapat perhatian besar dalam agama Islam. Ia ditempatkan pada tempat yang tinggi, mulia dan agung. Islam juga memerintahkan pemeluknya untuk belajar dan menuntut ilmu sebanyak mungkin.
  




Kesimpulan

A.      Tauhid dan Pembinaan Kepribadian

Dapat dipahami bahwa kepribadian mempunyai sifat selalu berkembang dan kerjanya meliputi tubuh dan jiwa serta mempunyai ciri khas satu sama lainnya dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan.
Pembentukan kepribadian bukanlah suatu proses yang berlangsung cepat, melainkan memakan waktu yang cukup lama. Ia berproses dalam diri manusia sejak manusia itu masih berada dalam kandungan dan berkembang terus setelah ia dilahirkan.
Tauhid merupakan fondasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan kehidupan manusia, termasuk kepribadiannya, dengan makin kuat dan kokohnya tauhid, makin baik dan sempurna kepribadian takwa seseorang. Tauhid juga merupakan aspek batin yang memberikan motivasi dan arah bagi perkembangan kepribadian manusia.

B.       Tauhid dan Kesehatan Mental

Dalam usaha untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan hidup, manusia kadang-kadang mendapat halangan dan rintangan, bahkan mengalami jalan buntu. Kondisi ini akan mengganggu ketenangan, bahkan dapat mengganggu keseimbangan mentalnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan dan keinginan manusia beraneka ragam, sesuai dengan tingkatan kehidupan, lingkungan, dan tingkat rasa kepuasannya. Disamping itu, ada kebutuhan yang dirasakan harus ada pada setiap orang, yaitu rasa ingin disayang, rasa aman, harga diri, ingin tahu dan ingin sukses.
Bagi seorang muslim, usaha yang paling penting dan utama untuk menuju mental yang sehat adalah memantapkan, menguatkan, dan mengkokohkan akidah (tauhid) yang ada dalam dirinya. Sebab, dengan akidah (tauhid) yang kuat, kokoh, dan mantap, jiwanya akan selalu stabil, pikirannya tetap tenang, dan emosinya terkendali.

C.      Ilmu dan Akidah

Ilmu tidak bisa berjalan sendiri tanpa bimbingan agama. Ia harus dikontrol oleh agama untuk mendorong gerak dan menentukan arahnya.
Dalam membina akidah dan ibadah, agama juga tidak bisa berjalan sendiri. Ia harus dibantu oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dapat menjelaskan dan menafsirkan arti dan makna akidah dan ibadah secara rasional sehingga ia tidak hanya diterima dengan rasa (iman) tapi juga diterima dengan rasio. Hal ini akan lebih memantapkan rasa keberagamaan dan keyakinan seseorang serta menumbuhkan kesadarannya yang mendalam untuk memperkuat iman dan melaksanakan ibadah dengan baik dan benar.