Piye Perasaanmu,




Ketika menerima undangan pernikahan dari lelaki yang pernah menjadikanmu sebagai cinta pertamanya?

Suara ketuk pintu. Ketika kubuka ada seorang lelaki tanggung memberikan undangan berwarna merah maroon. Ada foto yang aku sangat kenal. Ya, sangat kenal. Duduk bersanding dengan seorang perempuan di Taman Sari. Setelah kubuka, di dalamnya ada empat foto lagi (kebanyakan nggak sih?) tapi lumayan keren lah desain undangannya. 

Ternyata aku mengenal perempuanmu yei...

Selamat menempuh hidup baru buat kamu, yang dulu ketika kelas 4 SD ngotot bilang suka sama aku. Yang saat itu membuatku takut sampai-sampai tak mau berangkat sekolah, yang gugup melihatmu dan benci setengah mampus.

Kamu tau? Saking aku nggak maunya sama kamu, ada beberapa hal bodoh yang aku lakukan hahahha, lucu kalau ingat itu semua. Mengenai itu biar aku saja yang menyimpannya. Juga lembaran kertas kertas beterbangan sebagai alat komunikasi kita karena mulut saling diam.

"Pokoknya aku tetep suka sama kamu."

Stttt, diam diam aku membuat surat untuk diriku sendiri atas nama seorang lelaki agar kamu kira aku sudah punya pacar. Aih, betapa lucunya.

SMP, masa kita berbaikan. Bisa bercerita lagi. Menilik sebelum kelas 4 SD kita sering belajar bersama. Seusai belajar kita manjat dan bergelantungan di pohon jambu depan rumahku. Sambil sesekali memetiknya dan kamu bawa pulang ke rumah. Pasti kamu tak ingat. 

Aku kuliah, kamu kerja. Kamu punya pacar, aku juga. Tapi kita masih bertemu, jalan bersama teman-teman yang lain. Hem, punya teman seperti kamu ya lumayan lah, bisa buat cerita. Eh, kapan tatto di kakimu itu akan kamu hapus?

Pohon jambu di depan rumahku sudah ditebang. Karena usianya yang sudah tua dan ditubruk cor bagian depan rumahku yang memang dimajukan. Seiring dengan pohon itu ternyata kita juga bertambah usia. Sampai kini tiba giliranmu menikah. Semoga hidupmu bahagia...

“Mau nikah nggak ngundangi.”

“Datang ya tanggal 24.”

“Jalannya susah nggak? Kalau susah aku mau bawa teman.”

“Nggak, bawa teman lah. Segera nyusul aku. Menikah.”

“Aku nggak mau nikah muda.”

“Biarin, buat anak yang banyak.”

“Menikah memang penting, tapi buat aku belum sebagai keharusan.”

Hey, kenapa tiba-tiba aku ingin melihatmu bergelantungan di cabang pohon jambu depan rumahku?